Share

Sejuta Rahasia Suami Kaya Raya
Sejuta Rahasia Suami Kaya Raya
Penulis: Sindi Aulia

1. Tukang cilok

"Loh, Bang, kok yang jualan cilok beda? Abang yang biasanya ke mana?"

Malam itu, sepulang kerja, wanita bernama Ara melihat gerobak cilok favoritnya tengah berhenti di dekat pos ronda. Ara yang kebetulan merasa lapar pun segera menepikan mobilnya.

Ara sedikit pangling, pasalnya penjual cilok kali ini terlihat sangat berbeda. Pria itu terasa lebih berkarisma, dan jelas ... tampan.

"Abang biasanya lagi sakit, Mbak. Jadi, saya yang gantiin." sahutnya.

Tak kuasa menahan lapar di hadapan uap beraroma cilok di hadapannya, Ara akhirnya membelinya. Wanita itu sedikit tersipu menyaksikan si abang cilok yang melayani pesanan Ara dengan sumringah.

Diam-diam Ara mengamati wajah pria di depannya itu. Wajah si abang cilok ini sangat tampan. Kulitnya putih bersih, hidungnya mancung, alisnya tebal tertata rapi.

"Ganteng-ganteng gini kok jualan cilok, sih?" batin Ara penasaran. Pasalnya, Ara bisa jamin, kalau pria di hadapannya adalah aktor, atau CEO kaya raya, pasti akan terlihat lebih sempurna.

Sibuk dengan pikirannya, Ara tak sadar jika pria tampan itu sudah menyerahkan plastik berisi cilok ke hadapannya. Wanita itu pun menerimanya.

Namun, tepat ketika Ara merogoh kantongnya untuk mengambil uang, sebilah pisau melesat kencang membentur dinding pos ronda nyaris melukai Ara dan penjual cilok. Keduanya sama-sama merasa syok. Belum sempat bereaksi, segerombolan orang berpakaian serba hitam datang menyerang dengan senjata tajam.

“Lu nyari masalah sama orang yang salah!” teriak salah satu pria yang tiba-tiba mengeluarkan sebuah belati dari kantongnya.

Suasana yang tenang seketika menegang kala si penjual cilok ikut mengeluarkan sebuah belati dan mulai melawan mereka. Ara yang terlalu terkejut bingung harus berbuat apa.

“Bisa-bisanya orang kayak lu malah jualan cilok,”

Ucapan salah satu pria terdengar samar di telinga Ara. Apa maksud pria itu? Memangnya ada yang salah dengan si penjual cilok?

Masih sibuk dengan pikirannya, Ara tak sadar ketika salah satu senjata dari si penjahat tak sengaja menggores lengan atasnya membuat baju Ara robek dengan darah yang mulai merembas keluar. Ara yang mengidap hemophobia langsung terdiam dengan tubuh yang menegang.

"Da-darah ... " lirih Ara terbata menyentuh lukanya dengan tangan gemetar. Seketika panik menyergap dirinya. Tubuhnya langsung meluruh terduduk di atas tanah.

Ara memekik tertahan, dan napasnya memburu tidak karuan. Tubuhnya semakin gemetar dengan isak tangis yang mulai terdengar. Kondisi semakin memburuk kala seorang pria terjatuh di samping Ara dengan tiga luka sayatan di lehernya yang terus mengeluarkan darah.

Berada di dalam kepanikan, Ara tak sadar, bahwa pria tampan penjual cilok itu kini sibuk menghajar orang-orang berpakaian hitam itu tanpa belas kasih. Bahkan, wanita itu tetap tak berkutik kala si penjual cilok menghampirinya.

"Mbak, Mbak baik-baik saja, kan?" tanya pria yang penampilannya kini sudah jauh dari penjual cilok pada umumnya.

Mendengar itu, Ara memberanikan diri membuka matanya. Namun, tubuhnya seketika membeku kala melihat tangan sang pria yang berlumuran darah hendak menyentuh tubuhnya. Tak sanggup lagi melihat cairan merah kental dan menghirup bau anyir yang mulai memenuhi sarafnya, Ara pun kehilangan kesadaran.

"Mbak, kok pingsan!?" seru si penjual cilok, merasa panik. Namun, di saat yang bersamaan, pria yang bernama Ghazi itu bersyukur, karena wanita cantik itu tak sadar dengan apa yang baru saja dilakukan sang pria.

Baru saat itu, Ghazi tersadar, wanita yang terkulai lemas itu terluka tepat di lengan kirinya. Pria itu pun langsung membopong tubuh Ara lalu merebahkannya di pos ronda.

Ghazi melepas kaos yang ia pakai saat ia menyadari bahwa dirinya juga terluka di bagian punggung. Ia pun merobek kaosnya kemudian mengikat luka sang wanita dengan kain tersebut.

Ghazi mengambil ponselnya menghubungi seseorang. Tidak lama kemudian, beberapa orang dengan pakaian serba tertutup datang membereskan mayat-mayat yang tergelatak di jalanan. Sebelum pergi, salah satu dari mereka menoleh menatap Ghazi seperti memberi kode, Ghazi yang paham hanya mengangguk menanggapi.

Ia kemudian menoleh menatap Ara yang masih memejamkan mata. Melihat ada sebuah dompet di saku celana perempuan itu, Ghazi mengambilnya. Sebuah kartu identitas pun terlihat. Senyum tipis langsung tersungging kala Ghazi mengetahui siapa wanita di depannya ini.

"Akhirnya saya menemukan kamu." batinnya.

Ghazi berniat memindahkan Ara ke dalam mobil perempuan itu. Tetapi hujan deras yang tiba-tiba turun, membuat Ghazi mengurungkan niatnya. Jarak yang cukup jauh antara pos ronda dengan kendaraan tersebut, menjadi alasan utama Ghazi. Ia tidak ingin luka dipunggungnya semakin parah karena terkena air hujan. Akhirnya Ghazi memutuskan untuk menunggu sampai hujan reda. Karena merasa lelah, ia pun tertidur di samping Ara.

Namun, belum sempat pria itu tertidur pulas, tiba-tiba suara kegaduhan terdengar. "Itu mereka!"

Ara menggeliat. Saat matanya sudah terbuka dan melihat banyak warga yang mengelilinginya, ia pun langsung terduduk memeluk tubuhnya sendiri. Bayangan kejadian yang baru saja ia alami kembali muncul membuat tubuhnya seketika gemetar dan menatap waspada para warga yang saat ini menatapnya bengis. Merasa takut kalau orang-orang itu akan melukai dirinya.

"Mau apa kalian?! Pergi!" teriaknya tak terkontrol membuat Ghazi seketika terbangun.

"Dasar manusia nggak tahu malu! Berani-beraninya berbuat mesum di sini!" teriak salah satu warga. Jiwa yang masih terguncang membuat Ara terdiam ketakutan. Pikirannya yang kacau membuat lidahnya terasa kelu dan hanya bisa kembali menangis terisak.

Ghazi yang sudah sadar sepenuhnya pun dengan cepat memahami situasi. Melihat dua orang dewasa tertidur bersama dengan salah satunya tak mengenakan pakaian, pasti membuat para warga langsung berfikiran negatif.

"Kalian semua keliru! Saya dan dia nggak melakukan apa-apa!" sahut Ghazi menyangkal.

"Nggak ada maling yang mau mengaku!"

"Saya bukan maling!" teriak Ghazi tak terima.

"Sudah cukup! Ayo bawa saja mereka ke kantor kepala desa!"

Ara seketika panik. Ia menjerit memberontak saat beberapa warga mulai mendekat memegangi kedua tangannya. Ara sama sekali tidak mengenal mereka. Ia benar-benar merasa takut dan tertekan saat dirinya mulai ditarik sepanjang jalan tanpa paham apa kesalahannya.

Ghazi yang juga diseret paksa oleh para warga pun tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya bisa diam melihat seorang wanita yang kini berjalan terseok-seok berlinang air mata.

Sampai di kantor kepala desa, perdebatan sengit langsung terjadi antara Ghazi dan para warga. Sedangkan Ara hanya terus menangis karena tubuhnya mulai merasa lelah.

Tidak lama kemudian, Zelin-mama Ara-datang dan langsung memeluk sang anak yang seketika menangis kencang saat melihat kedatangannya. Kini Zelin tahu, bahwa trauma Ara belum benar-benar sembuh.

"Jadi bagaimana keputusannya Pak?" tanya salah satu warga kepada Kepala desa.

"Nikahkan saja mereka!" sahut salah satu warga diangguki yang lain.

"Saya nggak setuju! Apa kalian nggak bisa lihat gimana kondisi putri saya? Ia masih syok! Dan belum tentu anak saya bersalah!" ucap Zelin tidak setuju.

"Nggak usah menyangkal, Zelin, anakmu memang bersalah! Sama seperti ayahnya dulu yang menghamili anak orang." Sinis salah satu ibu-ibu yang ada di sana.

"Jaga mulutmu!" bentak Zelin mendorong tubuh wanita itu, membuat suasana pun semakin panas.

Melihat Zelin yang disudutkan oleh para warga, dan wanita cantik di sampingnya yang hanya diam dengan wajah yang dipenuhi air mata, Ghazi merasa tak tega. Ia memutar otak mencari jalan keluar. Tetapi kali ini ia benar-benar tidak mempunyai bukti karena di desa ini tidak ada CCTV sama sekali. Jikalau itu ada, Ghazi akan menyembunyikannya karena bisa membahayakan dirinya sendiri.

"Kalau mereka nggak mau menikah, maka bakar saja keduanya!"

Teriakan beserta ekspresi kemarahan dari para warga, membuat panik kembali memenuhi perasaan Ara. Tubuh wanita itu kembali bergetar, sehingga dirinya hanya bisa memeluk ibunya untuk menenangkan diri.

Apa yang ada di otak orang-orang yang tak dikenalnya itu? Menikah? Dia bahkan tak mengenal pria yang masih menyisakan aroma darah di tubuhnya itu! Pertemuan keduanya hanya berdasarkan satu hal, yaitu konsumen yang ingin membeli cilok kepada penjualnya!

Ingin rasanya Ara kabur, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Hanya ibunya yang bisa membelanya. Namun, tepat saat dia ingin mencoba berbicara, sebuah suara bariton terdengar lantang di telinganya.

"Cukup! Saya akan menikahi Ara besok pagi kalau itu mau kalian."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status