Share

Sejuta Rahasia Suami Kaya Raya
Sejuta Rahasia Suami Kaya Raya
Author: Sindi Aulia

1. Tukang cilok

Author: Sindi Aulia
last update Last Updated: 2023-10-11 20:52:31

"Loh, Bang, kok yang jualan cilok beda? Abang yang biasanya ke mana?"

Malam itu, sepulang kerja, wanita bernama Ara melihat gerobak cilok favoritnya tengah berhenti di dekat pos ronda. Ara yang kebetulan merasa lapar pun segera menepikan mobilnya.

Ara sedikit pangling, pasalnya penjual cilok kali ini terlihat sangat berbeda. Pria itu terasa lebih berkarisma, dan jelas ... tampan.

"Abang biasanya lagi sakit, Mbak. Jadi, saya yang gantiin." sahutnya.

Tak kuasa menahan lapar di hadapan uap beraroma cilok di hadapannya, Ara akhirnya membelinya. Wanita itu sedikit tersipu menyaksikan si abang cilok yang melayani pesanan Ara dengan sumringah.

Diam-diam Ara mengamati wajah pria di depannya itu. Wajah si abang cilok ini sangat tampan. Kulitnya putih bersih, hidungnya mancung, alisnya tebal tertata rapi.

"Ganteng-ganteng gini kok jualan cilok, sih?" batin Ara penasaran. Pasalnya, Ara bisa jamin, kalau pria di hadapannya adalah aktor, atau CEO kaya raya, pasti akan terlihat lebih sempurna.

Sibuk dengan pikirannya, Ara tak sadar jika pria tampan itu sudah menyerahkan plastik berisi cilok ke hadapannya. Wanita itu pun menerimanya.

Namun, tepat ketika Ara merogoh kantongnya untuk mengambil uang, sebilah pisau melesat kencang membentur dinding pos ronda nyaris melukai Ara dan penjual cilok. Keduanya sama-sama merasa syok. Belum sempat bereaksi, segerombolan orang berpakaian serba hitam datang menyerang dengan senjata tajam.

“Lu nyari masalah sama orang yang salah!” teriak salah satu pria yang tiba-tiba mengeluarkan sebuah belati dari kantongnya.

Suasana yang tenang seketika menegang kala si penjual cilok ikut mengeluarkan sebuah belati dan mulai melawan mereka. Ara yang terlalu terkejut bingung harus berbuat apa.

“Bisa-bisanya orang kayak lu malah jualan cilok,”

Ucapan salah satu pria terdengar samar di telinga Ara. Apa maksud pria itu? Memangnya ada yang salah dengan si penjual cilok?

Masih sibuk dengan pikirannya, Ara tak sadar ketika salah satu senjata dari si penjahat tak sengaja menggores lengan atasnya membuat baju Ara robek dengan darah yang mulai merembas keluar. Ara yang mengidap hemophobia langsung terdiam dengan tubuh yang menegang.

"Da-darah ... " lirih Ara terbata menyentuh lukanya dengan tangan gemetar. Seketika panik menyergap dirinya. Tubuhnya langsung meluruh terduduk di atas tanah.

Ara memekik tertahan, dan napasnya memburu tidak karuan. Tubuhnya semakin gemetar dengan isak tangis yang mulai terdengar. Kondisi semakin memburuk kala seorang pria terjatuh di samping Ara dengan tiga luka sayatan di lehernya yang terus mengeluarkan darah.

Berada di dalam kepanikan, Ara tak sadar, bahwa pria tampan penjual cilok itu kini sibuk menghajar orang-orang berpakaian hitam itu tanpa belas kasih. Bahkan, wanita itu tetap tak berkutik kala si penjual cilok menghampirinya.

"Mbak, Mbak baik-baik saja, kan?" tanya pria yang penampilannya kini sudah jauh dari penjual cilok pada umumnya.

Mendengar itu, Ara memberanikan diri membuka matanya. Namun, tubuhnya seketika membeku kala melihat tangan sang pria yang berlumuran darah hendak menyentuh tubuhnya. Tak sanggup lagi melihat cairan merah kental dan menghirup bau anyir yang mulai memenuhi sarafnya, Ara pun kehilangan kesadaran.

"Mbak, kok pingsan!?" seru si penjual cilok, merasa panik. Namun, di saat yang bersamaan, pria yang bernama Ghazi itu bersyukur, karena wanita cantik itu tak sadar dengan apa yang baru saja dilakukan sang pria.

Baru saat itu, Ghazi tersadar, wanita yang terkulai lemas itu terluka tepat di lengan kirinya. Pria itu pun langsung membopong tubuh Ara lalu merebahkannya di pos ronda.

Ghazi melepas kaos yang ia pakai saat ia menyadari bahwa dirinya juga terluka di bagian punggung. Ia pun merobek kaosnya kemudian mengikat luka sang wanita dengan kain tersebut.

Ghazi mengambil ponselnya menghubungi seseorang. Tidak lama kemudian, beberapa orang dengan pakaian serba tertutup datang membereskan mayat-mayat yang tergelatak di jalanan. Sebelum pergi, salah satu dari mereka menoleh menatap Ghazi seperti memberi kode, Ghazi yang paham hanya mengangguk menanggapi.

Ia kemudian menoleh menatap Ara yang masih memejamkan mata. Melihat ada sebuah dompet di saku celana perempuan itu, Ghazi mengambilnya. Sebuah kartu identitas pun terlihat. Senyum tipis langsung tersungging kala Ghazi mengetahui siapa wanita di depannya ini.

"Akhirnya saya menemukan kamu." batinnya.

Ghazi berniat memindahkan Ara ke dalam mobil perempuan itu. Tetapi hujan deras yang tiba-tiba turun, membuat Ghazi mengurungkan niatnya. Jarak yang cukup jauh antara pos ronda dengan kendaraan tersebut, menjadi alasan utama Ghazi. Ia tidak ingin luka dipunggungnya semakin parah karena terkena air hujan. Akhirnya Ghazi memutuskan untuk menunggu sampai hujan reda. Karena merasa lelah, ia pun tertidur di samping Ara.

Namun, belum sempat pria itu tertidur pulas, tiba-tiba suara kegaduhan terdengar. "Itu mereka!"

Ara menggeliat. Saat matanya sudah terbuka dan melihat banyak warga yang mengelilinginya, ia pun langsung terduduk memeluk tubuhnya sendiri. Bayangan kejadian yang baru saja ia alami kembali muncul membuat tubuhnya seketika gemetar dan menatap waspada para warga yang saat ini menatapnya bengis. Merasa takut kalau orang-orang itu akan melukai dirinya.

"Mau apa kalian?! Pergi!" teriaknya tak terkontrol membuat Ghazi seketika terbangun.

"Dasar manusia nggak tahu malu! Berani-beraninya berbuat mesum di sini!" teriak salah satu warga. Jiwa yang masih terguncang membuat Ara terdiam ketakutan. Pikirannya yang kacau membuat lidahnya terasa kelu dan hanya bisa kembali menangis terisak.

Ghazi yang sudah sadar sepenuhnya pun dengan cepat memahami situasi. Melihat dua orang dewasa tertidur bersama dengan salah satunya tak mengenakan pakaian, pasti membuat para warga langsung berfikiran negatif.

"Kalian semua keliru! Saya dan dia nggak melakukan apa-apa!" sahut Ghazi menyangkal.

"Nggak ada maling yang mau mengaku!"

"Saya bukan maling!" teriak Ghazi tak terima.

"Sudah cukup! Ayo bawa saja mereka ke kantor kepala desa!"

Ara seketika panik. Ia menjerit memberontak saat beberapa warga mulai mendekat memegangi kedua tangannya. Ara sama sekali tidak mengenal mereka. Ia benar-benar merasa takut dan tertekan saat dirinya mulai ditarik sepanjang jalan tanpa paham apa kesalahannya.

Ghazi yang juga diseret paksa oleh para warga pun tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya bisa diam melihat seorang wanita yang kini berjalan terseok-seok berlinang air mata.

Sampai di kantor kepala desa, perdebatan sengit langsung terjadi antara Ghazi dan para warga. Sedangkan Ara hanya terus menangis karena tubuhnya mulai merasa lelah.

Tidak lama kemudian, Zelin-mama Ara-datang dan langsung memeluk sang anak yang seketika menangis kencang saat melihat kedatangannya. Kini Zelin tahu, bahwa trauma Ara belum benar-benar sembuh.

"Jadi bagaimana keputusannya Pak?" tanya salah satu warga kepada Kepala desa.

"Nikahkan saja mereka!" sahut salah satu warga diangguki yang lain.

"Saya nggak setuju! Apa kalian nggak bisa lihat gimana kondisi putri saya? Ia masih syok! Dan belum tentu anak saya bersalah!" ucap Zelin tidak setuju.

"Nggak usah menyangkal, Zelin, anakmu memang bersalah! Sama seperti ayahnya dulu yang menghamili anak orang." Sinis salah satu ibu-ibu yang ada di sana.

"Jaga mulutmu!" bentak Zelin mendorong tubuh wanita itu, membuat suasana pun semakin panas.

Melihat Zelin yang disudutkan oleh para warga, dan wanita cantik di sampingnya yang hanya diam dengan wajah yang dipenuhi air mata, Ghazi merasa tak tega. Ia memutar otak mencari jalan keluar. Tetapi kali ini ia benar-benar tidak mempunyai bukti karena di desa ini tidak ada CCTV sama sekali. Jikalau itu ada, Ghazi akan menyembunyikannya karena bisa membahayakan dirinya sendiri.

"Kalau mereka nggak mau menikah, maka bakar saja keduanya!"

Teriakan beserta ekspresi kemarahan dari para warga, membuat panik kembali memenuhi perasaan Ara. Tubuh wanita itu kembali bergetar, sehingga dirinya hanya bisa memeluk ibunya untuk menenangkan diri.

Apa yang ada di otak orang-orang yang tak dikenalnya itu? Menikah? Dia bahkan tak mengenal pria yang masih menyisakan aroma darah di tubuhnya itu! Pertemuan keduanya hanya berdasarkan satu hal, yaitu konsumen yang ingin membeli cilok kepada penjualnya!

Ingin rasanya Ara kabur, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Hanya ibunya yang bisa membelanya. Namun, tepat saat dia ingin mencoba berbicara, sebuah suara bariton terdengar lantang di telinganya.

"Cukup! Saya akan menikahi Ara besok pagi kalau itu mau kalian."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sejuta Rahasia Suami Kaya Raya    68. Liontin Rubah

    Ghazi berjalan cepat masuk ke dalam rumah. Dokumen yang tertukar, mengharuskannya kembali untuk mengambil yang benar."Di mana dokumen itu?"Ghazi terus mencari. Ia memilah-milah tumpukan kertas yang ada di ruang kerjanya dan prang! Sikunya tak sengaja menyenggol foto Ara yang ada di atas meja. Merunduk, Ghazi membersihkan foto tersebut dari serpihan kaca.Ketika sedang memandangi wajah Ara, dada Ghazi tiba-tiba berdenyut sakit. Perasaannya mendadak tak enak dan bayang-bayang sang istri terus muncul dalam benaknya. Ada apa ini?Baru saja ingin mencoba menghubungi Ara untuk menanyakan kabar wanita itu, Willy lebih dulu menelponnya membuat Ghazi mau tak mau segera kembali ke kantor mengesampingkan kekhawatirannya terhadap sang istri.Waktu terus berlalu, pekerjaan Ghazi akhirnya selesai juga. Pria itu baru sampai di rumah sekitar pukul tujuh malam. Ghazi berharap disambut oleh Ara, namun ternyata hanya ada Biru yang menunggu kedatangannya."Mama ke mana sih Pa? Kok mama nggak pulang-pula

  • Sejuta Rahasia Suami Kaya Raya    67. Tumbang

    Hujan rintik-rintik mengiringi acara pemakaman Carol. Semua orang di keluarga Addaith ikut hadir termasuk Zelin dan Roan. Dari sekian banyaknya orang, yang paling terpukul atas kematian Carol adalah Ara. Sedari tadi, wanita itu hanya diam dipelukan Ghazi dengan tatapan kosong. Satu persatu, orang-orang mulai meninggalkan pemakaman menyisahkan Ara dan Ghazi serta Giana yang berdiri tak jauh dari mereka. "Amour, ayo kita pulang." Ara menggeleng. "Saya masih mau di sini, Mas. Kamu pulanglah lebih dulu,"Ghazi diam merasa bimbang. Ia tidak mungkin meninggalkan Ara seorang diri dalam keadaan terpuruk seperti ini, namun meeting penting yang harus Ghazi hadiri juga tidak bisa diabaikan begitu saja."Pergilah Zi, kamu ada meeting kan hari ini? Biar Ara tante yang menemani." ucap Giana tersenyum lembut. Melihat sang istri yang hanya diam, Ghazi pun menganggap kalau wanita itu tidak keberatan kalau dirinya pergi. Sedikit menunduk, Ghazi pun berucap, "Amour, saya pergi dulu sebentar ya? Di si

  • Sejuta Rahasia Suami Kaya Raya    66. Gugurnya sang penjaga

    Ara melangkah ke sana kemari mencari keberadaan Carol yang tak kunjung ia temukan. Sejak pulang dari rumah Zelin sampai menjelang sore, batang hidung wanita itu tidak terlihat di mana pun. "Kamu di mana sih Carol?" keluh Ara mencoba menghubungi wanita itu. Merasa lelah, Ara yang tengah berada di dalam kamar Carol pun mendudukan diri di tepian ranjang milik wanita itu.Seperti biasa, kamar Carol selalu rapi. Ara terus menelisik sampai matanya melihat secarik kertas di antara tumpukan buku, ia pun meraihnya. [Nyonya, Anda adalah wanita terbaik yang pernah saya temui setelah ibu saya. Saya pamit ya, Nyonya?]Ara tertegun membaca sederet kata yang tertuang di dalam surat tersebut. Jadi ... Carol pergi meninggalkannya? Tetapi kenapa? Ara segera bangkit membuka lemari milik wanita itu. Tak menemukan apa pun di dalam sana, Ara mulai dirundung panik. Wanita itu berlari ke luar sembari memanggil-manggil nama Carol. "Amour, apa yang kamu cari?"Ara berjengit ketika suara Ghazi tiba-tiba terd

  • Sejuta Rahasia Suami Kaya Raya    65. Ibuku, Pembunuh?

    "Selamat pagi, Tan." sapa Ara tersenyum ke arah Giana yang sudah duduk di salah satu kursi meja makan. Dengan santai, ia mengecup pipi sang tante membuat wanita itu mendelik tak terima. Menekan rasa kesalnya, Giana memilih berteriak memanggil salah satu pelayan agar membawakan secangkir kopi untuknya. Tetapi bukannya mendapatkan kopi, Giana malah diberi segelas air putih. "Maaf Bu, mengingat umur Anda yang tidak lagi muda, air putih lebih baik untuk kesehatan Anda."Ara nyaris menyemburkan tawanya mendengar perkataan Carol. Entah bagaimana ceritanya wanita itu bisa memegang bagian dapur, yang jelas, Ara cukup terhibur melihat wajah Giana yang kini berubah masam. "Saya tidak memanggil kamu, Carol. Saya memanggil Mira!""Sstt ... jangan marah-marah, Tan. Ini masih pagi loh, Tante mau wajah Tante semakin keriput?" "Kamu," desis Giana hampir melayangkan sendok di tangannya ke arah Ara kalau saja Ghazi tidak berjalan mendekati mereka. "Selamat pagi semua,""Selamat pagi, Mas." sahut A

  • Sejuta Rahasia Suami Kaya Raya    64. Berdamai

    "Ayo jelaskan semuanya sekarang juga, Carol." desak Ara menancapkan sebilah pisau ke sebuah apel sebelum mencincangnya dengan brutal. Kesabarannya mulai menipis menunggu Carol yang sengaja menyibukkan diri.Carol meringis. Menyadari kalau sang nyonya mulai kesal, ia pun mengalah. Bergerak menaruh sapu di tangannya, kemudian beranjak duduk di samping wanita itu."Apa Anda melihat sebuah villa yang berada di sisi barat hutan, Nyonya? Itu adalah villa milik Giana. Saya bertemu dengannya di sana dan kami bertengkar. Tidak terima karena saya memintanya untuk mengakui semua kesalahannya, dia mendorong saya dari lantai atas. Saya jatuh ke sungai dan seperti yang Anda lihat, saya berhasil selamat."Ara tercengang sampai menjatuhkan pisau di tangannya. Cerita Carol, terdengar seperti kisah thriller yang sangat mengerikan. Kalau memang Giana terbukti melakukan itu semua, Ara bersumpah akan menjaga jarak dengan wanita itu. "Tapi kenapa? Kenapa hanya karena masalah sepele seperti itu dia tega me

  • Sejuta Rahasia Suami Kaya Raya    63. Mencari bukti

    "Tetap di sana dan jangan mendekat."Ghazi benar-benar kesal dengan Olivia yang terus menyambanginya. Sejak mendengar dirinya sakit, wanita itu memang selalu mengekorinya seperti anak kucing. Ini semua gara-gara Giana! Wanita tua itu sengaja meminta Olivia untuk menemani Ghazi dengan alasan agar sang ponakan tidak merasa kesepian."Ayolah Zi, aku kan hanya ingin lebih dekat denganmu, masa nggak boleh?" Ghazi meremas pulpen di tangannya. Kenapa Olivia tidak paham juga kalau dirinya tidak mau diganggu? "Dengar Oliv, saya tidak suka melihat kamu di sini. Sebaiknya kamu pergi seka--""Sayang, jangan terlalu kasar pada Olivia. Bukankah beberapa hari ini dia telah merawatmu? Berterimakasihlah padanya dengan bersikap baik." ujar Giana menepuk pelan pundak Ghazi. Wanita itu mengambil duduk tak jauh dari mereka sembari menikmati secangkir teh. "Dengar Zi? Kamu harus bersikap baik padaku. Berhubung hari ini kondisi kamu sudah jauh lebih baik, gimana kalau kita jalan-jalan ke luar?"Ghazi sont

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status