Share

Sekretaris Alim Sang Bos Genit
Sekretaris Alim Sang Bos Genit
Author: pramudining

1. Polos

Author: pramudining
last update Last Updated: 2023-01-20 10:18:43

Happy reading

***

"Ternyata penampilanmu tidak sama dengan akhlakmu!" Suara perempuan itu menggelegar memenuhi ruangan berukuran 3x3 meter yang ditempati oleh seorang perempuan berjilbab maroon.

"Maksud Anda apa? Apakah saya punya salah?" jawab perempuan berjilbab dengan ketakutan. Tidak pernah seorang pun yang membentaknya selama ini, bahkan si bos yang terkenal galak sekalipun belum pernah melakukannya.

"Jelas salah. Apa kamu tahu kalau Pak Andrian itu suamiku?" tambah perempuan yang berpakaian seksi.

Perempuan yang sejak tadi diajak bicara itu, hanya diam membisu. Dia berusaha mengingat, siapa sebenarnya wanita yang ada di hadapannya kini. Mengapa sampai menuduhnya bersalah? Tak tahukah wanita itu bahwa dirinya bekerja sebagai sekretaris dari lelaki yang diklaim sebagai suaminya.

Beberapa saat, setelah ingatan sang sekretaris kembali tentang siapa wanita itu. barulah kesadarannya kembali. Perempuan yang bersuara keras itu, dulu, adalah kekasih bosnya.

Beberapa bulan lalu, dia digadang-gadang akan menjadi istri ke dua Andrian, bos di kantornya sekarang. Namun, mereka sudah menikah atau belum si sekretaris tidak mengetahui dengan pasti.

Pertanyaan yang ada di benak sang sekretaris sekarang adalah apa kesalahan yang telah diperbuatnya hingga perempuan itu marah? Selama ini Denada Parmadita Gantari bekerja secara profesional sebagai seorang sekretaris dari Andrian Daylon Valentino.

Beberapa waktu sebelum kejadian saat ini. Tari begitu sang sekretaris biasa dipanggil, mengikuti si bos keluar kota karena pekerjaan.

Gadis berparas ayu itu terlihat kebingungan mencari seseorang. Matanya menatap awas lalu-lalang orang yang berada di tempat ini. Bulu kuduknya berdiri mengingat perkataan sang ibu. Jika, saja dia tidak mengikuti bosnya ke luar kota, mungkin dia tidak akan menginap di tempat yang terkenal negatif bagi sebagian orang.

Jangan masuk ke hotel! Kalau sampai kamu masuk, maka nama baikmu menjadi taruhannya. Itulah nasihat yang pernah disampaikan oleh ibunya Tari.

Kepalanya menggeleng, berusaha mengusir ketakutan. 'Aku, hanya kerja di sini. Memenuhi tugasku sebagai seorang sekretaris. Tidak lebih, jadi nama baikku jelas tidak akan tercemar.' Tari bermonolog dengan hatinya.

Dari kejauhan seorang lelaki berjalan mendekatinya dan mencolek bahu gadis ayu tadi. "Lho, Tar! Kenapa tidak langsung ke kamar yang nomornya sudah saya kirim?"

"A-nu, Pak," jawab Tari gagap.

"Anu, apa? Kebiasaanmu bicara tidak jelas. Ayo ikuti saya! Jangan anu-anu!"

Gadis ayu yang bernama Denada Parmadita Gantari itu semakin gemetaran. Terngiang-ngiang nasihat ibunya. Jika, dia menolak ajakan atasannya saat ini, tentu profesionalitasnya sebagai sekretaris dipertaruhkan. Namun, jika dia mengiyakan permintaan si bos, bisa jadi hal-hal tak terduga akan dialami.

Ya Allah. Aku berlindung kepada-Mu. Ucap Tari dalam hati.

Andrian Daylon Valentino, seorang pengusaha yang terkenal dengan segudang pencapaiannya. Termasuk pencapaian dalam menaklukkan hati perempuan. Semua informasi tentang lelaki yang menjadi bosnya kini sudah banyak diketahui oleh Tari. Namun, dia tidak mempercayai semua itu.

Desas-desus tentang skandal dengan banyak wanita pun telah didengar oleh Tari. Seakan tuli dengan semua kebenaran tentang Andrian, Tari masih saja percaya bahwa bosnya itu orang yang baik. Hal ini dipicu oleh perilaku Andrian yang sama sekali tidak menunjukkan kenakalannya sebagai penakluk kaum hawa.

"Pak, kita ngobrolnya di luar saja, ya," pinta Tari. Andrian menatap tajam padanya.

"Kenapa? Kamu takut dengan saya?"

"Bu-kan begitu, Pak, tapi ...."

"Apa?" Andrian membelalakkan mata disertai suara yang naik satu oktaf. "Kita ini sedang bekerja, bukan bersenang-senang. Saya tahu kamu sudah banyak mendengar hal buruk tentang saya. Cobalah bersikap profesional. Jangan mencampur adukkan masalah pribadi dengan pekerjaan. Saya bukan lelaki bodoh yang tidak tahu tempat."

"Bu-kan begitu, Pak. Saya tidak ...." Tari makin gemetaran, tetapi tetap memberanikan diri mengungkapkan bahwa bukan itu yang menjadi alasan utamanya, meskipun terbata-bata.

"Sudah! Tidak perlu dilanjut! Semakin lama kamu membahas hal lain, maka semakin lama pula kamu berada di dekat saya. Kamu mau seperti itu?" Andrian mendelik. Dia mencoba meyakinkan sekretarisnya. Suara Andrian membuat Tari ketakutan.

"Ba-ik, Pak," jawab Tari.

"Ayo masuk! Jangan bengong saja!" Di kantor, Andrian memang terkenal galak dengan suara yang selalu bernada tinggi. Nyali Tari menciut mendengar perintahnya. "Duduklah di sofa itu!" tunjuknya.

Tari membuka berkas-berkas yang dibawanya tadi, dia mulai memeriksa satu per satu. Di depannya, Andrian menatap Tari tanpa kedip. Baru sekali ini ada seorang perempuan yang takut saat diajak masuk hotel olehnya.

Andrian tersenyum, sekretaris satu ini memang beda dari karyawan lainnya. Secara fisik dia tidak terlalu cantik, tetapi saat memandangnya ada ketenangan menelusup di hati si bos. Keteduhan serta cara Tari menyikapi pergaulan dengan lawan jenis makin membuat lelaki itu betah menatap wajahnya.

"Pak, ini berkasnya sudah selesai. Silakan ditandatangani!" kata Tari. "Pak!" panggilnya lebih keras karena Andrian masih terlihat melamun.

"Iya. Bagaimana, Tar?" Tatapannya masih tertuju pada wajah Tari.

"Berkasnya sudah saya cek. Bapak tinggal tanda tangan saja." Tari menunduk, risih dengan tatapan mata Andrian.

"Oh. Mana?" Sebentar saja Andrian sudah menyelesaikannya. "Tar, kamarmu ada di sebelah kamar saya. Ini card lock untuk membuka pintunya. Semua barang bawaanmu juga sudah ada di sana." Tari mengambil kartu yang dipegang Andrian dengan gemetar.

"Terima kasih, Pak. Saya permisi," ucapnya gemetaran.

"Tunggu!" panggil Andrian, "masih ada yang kurang di berkas ini." Andrian tersenyum licik.

Tari yang sudah akan melangkah keluar mengurungkan niatnya mendengar panggilan sang atasan. Dia melirik jam di pergelangan tangan kanannya yang menunjukkan pukul delapan malam. Biasanya Tari sudah tertidur pada jam itu.

"Bagian mana yang kurang, Pak?" tanya Tari.

Jarak sang sekretaris yang terlalu dekat dengan Andrian, membuat si bos menghirup aroma parfum pada tubuhnya. Sesuatu bergejolak dalam diri lelaki tersebut. Dia memang tipe pria yang mudah terpancing, jika sudah berhubungan dengan perempuan.

"Ini, Tar!" tunjuk Andrian pada sebuah laporan yang angkanya memang sedikit meragukan jika dilihat dari jurnal penyesuaian sebelumnya.

"Pak, ini akan memakan waktu lama untuk saya perbaiki. Bisa tidak kalau besok pagi dikerjakan? Saya janji akan menyelesaikan semuanya."

"Tari ... Tari. Satu atau dua jam lagi 'kan selesai?" Suara Andrian melembut, seperti ada kesan candaan di dalamnya.

"Ya, Pak. Saya akan kerjakan sekarang." Tari melayangkan senyuman tanpa bermaksud apa pun, tetapi reaksi lain terjadi pada Andrian.

Andrian mengumpat dalam hati, bisa-bisanya dia berpikiran jorok pada gadis dengan balutan pakaian tertutup dari ujung rambut sampai ujung kaki bahkan tak ada kesan seksi sama sekali. Semakin lama dia mengamati gerak-gerak Tari, semakin gejolak dalam dirinya mengembara. Bayangan Tari yang memakai pakaian tidur minim menari-nari di pelupuk mata. Andrian duduk dengan gelisah di hadapan Tari.

"Tunggu di sini, Tar! Jangan kembali ke kamarmu sampai saya selesai! Ngerti!"

"Iya, Pak." Tari tak menghiraukan perkataan Andrian. Dia, hanya melirik ke mana langkah lelaki itu dan ternyata si bos berjalan ke kamar mandi. Tari bernapas lega, setidaknya Andrian tidak meninggalkannya sendirian di kamar hotel ini.

Lama gadis berkulit kuning langsat itu menunggu bosnya keluar, tetapi sampai puluhan menit Andrian tak kunjung menyelesaikan hajatnya di kamar mandi. Berkali-kali Tari menguap, berusaha menahan rasa kantuk. Tugas yang diberikan si bos sudah selesai lebih cepat dari perkiraannya tadi. Perlahan dia mengubah posisi duduk, mulai merebahkan kepala pada sandaran sofa. Tanpa dia sadari matanya terpejam.

Setelah hampir satu jam Andrian berada di kamar mandi, dia keluar dengan senyum semringah. Wajah Tari yang tertidur dengan polos tertangkap netranya.

Andrian mendekati sekretaris ayu itu, ingin rasanya dia sedikit bermain-main dengan bibir merah alami yang terkatup rapat. Sepertinya, seluruh bagian tubuh Tari tak pernah terjamah oleh lelaki. Hasrat si bos untuk mencumbui gadis itu kembali datang.

Andrian menggelengkan kepala saat menyadari pikirannya sungguh bejat pada Tari. Namun, tangan kanannya seperti ada yang menggerakkan, mulai menyusuri wajah sang sekretaris kemudian perlahan menyentuh lembut penuh perasaan. Tidak bermaksud apa pun, hanya merasakan kelembutan kulit saja.

Tari menggeliat, tetapi matanya masih terpejam. Andrian segera menghentikan sentuhannya, tak ingin gadis itu bangun gara-gara perlakuannya. Andrian mengambil kain tebal di ranjang, lalu menyelimuti pada si gadis. Dia masih menatap lekat sekretarisnya dari tempat duduk di pinggir ranjang.

Terbersit rasa kasian jika sampai pagi posisi tidur Tari seperti itu. Ketika dia bangun, badan sekretarisnya akan sakit semua. Tanpa berpikir panjang, Andrian membopong Tari dengan pelan. Tidurnya terlalu nyenyak hingga saat lelaki itu mengangkat, gadis itu masih tetap memejamkan mata.

Membetulkan selimut yang dipakaikan pada Tari tadi. Andrian masih betah memandangi wajah teduh sang sekretaris sampai tanpa sadar matanya ikut terpejam.

Sinar mentari pagi menelusup dari celah gorden, mengenai wajah Tari. Dia mulai menggeliat, menghindari hangat dan silaunya sinar yang menerpa. Netranya masih terlalu berat untuk dibuka, tetapi sentuhan tangan seseorang pada lengannya memaksa gadis itu untuk segera membuka.

"Astagfirullah," ucap Tari. Dia memejamkan mata kembali saat melihat Andrian, hanya melilitkan handuk untuk menutupi tubuhnya. Si bos berdiri tepat di hadapannya dengan senyum bahagia.

"Gak usah kaget. Memangnya kamu belum pernah lihat lelaki bertelanjang dada?" Andrian berkata dengan santai, lalu berjalan ke kamar mandi.

Tari meraba tubuhnya sendiri, seperti memastikan sesuatu. "Jangan sampai aku melakukannya dengan Pak Andri," gumamnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Shafii Salleh
mantap terbaik
goodnovel comment avatar
Wahyudi
mantap untuk kerja luang
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sekretaris Alim Sang Bos Genit   121. Indah Tanpa Dendam

    Happy Reading*****Sebelum menjawab salam dari perempuan di hadapannya, Tari meneliti tampilan orang tersebut dari atas ke bawah. Rentang waktu setahun telah mengubah perempuan itu menjadi jauh lebih baik. Pakaian yang semuanya tertutup serta tutur kata lembut saat menyapa. Mencerminkan adanya perubahan dalam dirinya."Waalaikumsalam. Apa kabar, Bu?" sapa Tari berusaha menghormati perempuan itu."Jangan panggil aku ibu. Saya bukan suami atasan kamu lagi," ucap perempuan itu yang tak lain adalah Lita. Tari sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi pada Lita hingga merubahnya seperti sekarang. Walau jelas tahu bahwa perempuan itu sudah tidak bersama Andrian, tetapi Tari tetap berusaha menghormatinya. Terlepas dari segala ancaman dan teror yang pernah dilakukan, istri Andrian sudah memaafkan semua kesalahan itu.Baru akan menjawab perkataan Lita, dari arah belakang Andrian memanggil nama Tari. "Sayang, belanjanya sudah selesai belum." Lita dengan cepat menundukkan pandangan dari l

  • Sekretaris Alim Sang Bos Genit   120. Terkejut

    Happy Reading*****Ingin rasanya Tari menghilang saat ini juga. Bagaimana bisa dia sebrutal itu. Sungguh, si perempuan tidak menyadari aksinya sudah meninggalkan begitu banyak jejak pada suaminya.Andrian yang tahu jika istrinya terkejut dengan hasil perbuatannya sendiri, hanya bisa mengulas senyum. Hatinya berbunga-bunga, ternyata Tari juga bisa seganas tadi. Sebelum sang istri menjawab perkataan putranya, lelaki itu berbisik."Kamu hebat, Sayang. Mas ketagihan dengan yang tadi." Lalu, lelaki itu membuka selimutnya dan menjejakkan kaki ke lantai.Tari menghela napas panjang. Benar-benar jahil suaminya itu. Tidak tahukah Andrian jika dirinya malu setengah mati dengan kebrutalan itu. Melihat begitu banyak jejak di bagian tubuh sang suami yang lain, Tari menggelengkan kepala. Dia kemudian fokus pada Akmal sebelum si kecil bertanya macam-macam."Iya, Sayang. Nanti, Mama pasti obati bekas gigitan serangga di leher Ayah," jawab Tari pada akhirnya.Perempuan itu merutuki dirinya sendiri ya

  • Sekretaris Alim Sang Bos Genit   119. Digigit Serangga

    Happy Reading*****Sesampainya di kamar, Tari membuka pintu dengan tergesa. Takut juga jika sang suami sampai salah paham dengan perkataannya tadi. "Mas, jangan salah paham, dong," ucapnya.Sekarang, Andrian sedang mengganti pakaiannya dengan kaos serta celana pendek. Dia melirik sang istri sebentar. "Gimana nggak salah paham. Kamu membandingkan lelaki lain di depan suamimu. Aku itu cemburuan, Sayang. Bukankah kamu sudah tahu sejak dulu?" Sang suami melanjutkan aktifitasnya melipat sarung dan menggantung baju koko, tiba-tiba saja suasana hati Andrian berubah jelek."Membandingkan gimana, Mas?" Sepertinya, Tari memang salah memilih kata. Padahal maksudnya tadi bukan membandingkan Andrian dengan Pamungkas. "Kalau nggak membandingkan terus apa? Bukankah kamu mengatakan kasus kami berbeda. Maksudmu pasti si Pamungkas pasti jauh lebih baik dari Mas, kan?" Andrian duduk di tepi ranjang dan memajukan bibir. Setelah menjadi suami Tari, lelaki itu makin manja saja. Tidak ingat sama umur.Sek

  • Sekretaris Alim Sang Bos Genit   118. Sedikit Cemburu

    Happy Reading *****Andrian tidak pernah bosan dengan ibadah menyenangkan bersama sang istri. Sekali lagi, mereka melakukannya dan setelahnya tertidur hingga suara azan Zuhur membangunkan. Tari melenguh dan meregangkan tangan. Kemudian menatap lelaki di sebelahnya yang masih menutup mata."Mas, bangun. Sudah Zuhur," kata Tari pelan disertai guncangan pelan pada lengan Andrian."Hmm," jawab Andrian, tetapi matanya masih tertutup. "Boleh nggak kalau Mas salatnya di rumah saja?""Tidak boleh. Memangnya Mas Andri mau disebut salihah?" kata Tari cepat.Seketika Andrian membuka mata dan menatap sang istri. "Kok bisa salihah, Yang?"Memutar bola mata dan tersenyum, Tari berkata, "Ya, kan. Seorang perempuan itu lebih baik salat di rumah. Nah, jika seorang lelaki tidak salat di masjid tanpa uzur yang jelas, kan, namanya salihah." "Ih, jadi kamu ngatain Mas, ya?" Andrian gemas sendiri melihat wajah sang istri. Dia menggelitik pinggang perempuan itu sampai minta ampun setelahnya."Sudah ... su

  • Sekretaris Alim Sang Bos Genit   117. Cinta Itu

    Happy Reading*****Tari menengok pada suaminya. Indera Andrian sudah dipenuhi kabur gairah. Tak akan bisa lagi perempuan itu beralasan lain apalagi anak-anak tidak berada di kamar lagi. "Mas mau sarapan apa? Biar aku siapkan dulu," katanya berusaha lepas dari pelukan Andrian yang makin erat dan menggebu."Sarapan kamu boleh, Sayang?" Andrian semakin berani. Mulai menciumi leher dan juga pundak sang istri."Jangan dulu, masih ada anak-anak di rumah. Jika mereka tiba-tiba ketuk pintu kayak kemarin, malah tidak nyaman. Lebih baik, biarkan aku masak supaya cepat sarapan dan meminta bantuan Bapak sama Ibu untuk menjaga anak-anak," kata Tari mencoba bernegosiasi. Dia, hanya perlu sedikit waktu untuk melayani suaminya. Menata jantung yang terus saja bertalu."Anak-anak sudah dibawa ngungsi sama Mas Radit. Di rumah ini tinggal kita berdua, Sayang. Mas sudah nggak sabar menantikan hari ini, apalagi melihat wajah cantikmu. Mas semakin nggak kuat menahannya." Andrian mulai melancarkan rayuan ke

  • Sekretaris Alim Sang Bos Genit   116. Harus Berhasil

    Happy Reading*****Siang berlalu dan berganti sore. Sudah tidak ada tamu lagi di rumah Radit. Namun, ketiga buah hati Andrian dan juga ponakannya Tari tidak mau beranjak dari kamar pengantin. Mereka memonopoli perempuan yang baru saja menjadi istri Andrian.Sekarang, keempat anak-anak itu malah tidur di ranjang dengan Tari di tengah. Andrian yang duduk di sofa depan tempat tidur menatap malas pada anak-anak tersebut."Kenapa selalu saja ada gangguan saat aku ingin berduaan dengan istriku. Radit sama Haura memangnya nggak nyariin anaknya? Enak sekali mereka berdua. Bukan mereka yang jadi pengantin, tapi malah mereka yang berduaan," gerutu Andrian.Matanya mengawasi anak-anak dengan sangat iri karena mereka bisa tidur dipeluk oleh Tari. Jengkel dengan keadaan di kamarnya, Andrian keluar tanpa pamit pada sang istri. Turun, di ruang keluarga, terlihat Radit dan juga Ibrahim tengah berbincang, entah membahas apa. Andrian pun berniat untuk bergabung daripada suntuk memikirkan malam pertama

  • Sekretaris Alim Sang Bos Genit   115. Gagal

    Happy Reading*****Ingin rasanya Andrian menghilang saat ini juga. Kenapa obrolan yang harusnya cuma untuknya dan sang istri harus didengar oleh ibu mertua. Jadi, tidak bisa menjalankan misi. "Saya nggak modus, Bu. Tari memang terlihat capek. Kasihan kalau sampai siang harus berdiri sampai sore," alibi Andrian."Tidak mungkin sampai sore. Sebelum Zuhur saja sudah habis. Lebay banget kamu."Ibrahim menatap istri dan menantunya bergantian. "Kalian berdua ini, kok, tidak pernah akur," katanya, "kalau Nak Andri mau istirahat duluan saja sana, tapi jangan lama-lama."Lelaki yang baru saja menjadi suami Tari itu memutar bola mata malas. Mana ada istirahat sendiri. Lebih baik di sini menemani sang istri. Tujuan utama istirahat Andrian adalah untuk melepas kerinduan jika sendirian mana bisa. Seketika, wajah gadis yang sudah dihalalkannya tersenyum. Tari seperti mengerti kekecewaan sang suami. "Lagian, Mas itu kenapa tidak sabaran banget.""Rinduku itu sudah seperti puncak Himalaya, Sayang

  • Sekretaris Alim Sang Bos Genit   114. Sah

    Happy Reading*****Selesai salat berjemaah di masjid, Andrian bersiap-siap. Keluarga Ustaz Muhammad diminta menginap di rumahnya karena lelaki itu memang sudah tak memiliki keluarga di kota tersebut. Semua adiknya tinggal di pulau seberang bahkan si bungsu tinggal di negara sebelah sehingga mereka tidak bisa datang pada pernikahan ketiga Andrian.Anak-anak beserta istri sang Ustaz sedang dirias oleh MUA yang disewa terpisah oleh Andrian dari WO yang digunakan. Lelaki itu sudah siap dengan setelan jas serta kopiah. Dia duduk di ruang keluarga bersama Ustaz Muhammad menunggu yang lain untuk berangkat ke rumah Tari."Sudah siap Pak Andri?" tanya sang Ustaz."Insya Allah, sudah. Lahir batin sudah siap, Taz. Rasanya, pernikahan kali ini sangat menegangkan. Semalam hampir nggak tidur mikirin hari ini," jujur Andrian mengakui semua kegundahan hatinya.Sang ustaz tertawa. "Mungkin karena gadis yang Pak Andri nikahi sangat spesial. Makanya, mikirin terus.""Sepertinya begitu, Taz. Entahlah."

  • Sekretaris Alim Sang Bos Genit   113. Pingitan

    Happy Reading*****Kembali dengan wajah ditekuk-tekuk, suasana hati Andrian memburuk. Pertemuan dengan WO yang dia sewa untuk pesta pernikahannya pun kurang bersemangat seperti hari sebelumnya. Semua karena kejujurannya yang menceritakan kejadian kemarin pada sang pujaan."Atur semua dengan baik, Pak. Saya percaya pada WO yang Bapak pimpin. Lagian tamu yang saya undang juga tidak banyak," kata Andrian pada pemilik organizer."Baik, Pak. Kami sudah menyiapkan dengan baik dan persiapan sudah hampir 50%," ucap sang organizer."Bagus, kita langsung ketemu di tempat acara saja karena mulai besok saya nggak bisa datang ke tempat tersebut.""Jadi, saya harus koordinasi dengan siapa, Pak?""Mungkin saudara kandung calon istri saya. Nanti, saya kirim nomor beliau. Tolong berikan yang terbaik dan turuti permintaan calon istri saya.""Baik, Pak. Saya bisa bergerak dari sekarang jika seperti itu.""Silakan." Andrian meninggalkan restoran cepat saji tempat janjian mereka. Dia kembali ke kantor de

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status