Share

Bab 62. Teman Masa Kecil

Penulis: Miarosa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-04 22:47:13

Pagi itu Harika berjalan cepat menuju pantry untuk mengambil kopi, mencoba menetralisir emosinya setelah konfrontasi dengan Adeline. Namun langkahnya terhenti saat melihat wajah yang begitu familiar sedang berdiri di depan mesin kopi.

"Erwin?" gumamnya lirih nyaris tak percaya.

Pria itu menoleh. Mata cokelatnya membulat begitu melihat Harika. "Harika? Astaga, ini beneran kamu?"

Harika menutup mulutnya dengan tangan. "Ya Tuhan, Erwin?!"

Erwin langsung tertawa lepas, suaranya masih sama seperti dulu, nyaring dan penuh semangat. "Gila! Aku kira kamu pindah ke luar negeri atau udah menikah sama anak sultan!"

"Yah, sayangnya enggak cuma pindah dari dapur kontrakan ke pantry kantor," canda Harika.

Mereka tertawa berdua, membuat beberapa rekan kerja yang lewat melirik penasaran.

"Aku pegawai baru di tim riset," jelas Erwin. "Baru dua hari dan aku sama sekali nggak nyangka kamu yang bakal kutemui pertama!"

"Ya ampun, ini bener-bener kejutan," kata Harika masih dengan senyum lebar. "Nanti maka
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 67. Anak Lelaki Di Tepi Danau

    Akhir pekan tiba dan Harika tahu satu-satunya cara agar pikirannya berhenti dihantui adalah menuntaskan misteri ini sendiri. Ia memesan tiket kereta pagi ke Bandung tanpa memberitahu siapa pun di kantor, bahkan Alister.Perjalanan terasa panjang meski hanya beberapa menit. Sepanjang jalan, Harika memandangi hujan yang turun perlahan di luar jendela kereta seperti kenangan yang kembali turun satu per satu.Setibanya di Bandung, udara lebih dingin dan segar dari Jakarta. Ia naik taksi menuju rumah orang tuanya di kawasan Dago Atas, tempat yang selalu terasa aman, tapi kali ini, ada ketegangan yang menyelinap dalam setiap langkah menuju pintu rumah.Ibunya, Ratih, membuka pintu. Wajahnya terkejut melihat Harika berdiri di ambang."Ka-kamu nggak bilang mau pulang," gumam Ratih.“Kalau aku bilang, Mama pasti akan bilang jangan," jawab Harika datar. "Aku butuh penjelasan. Sekarang."Ratih diam. Dari balik ruang tamu, Ayahnya, Yudhistira, muncul. "Harika?" suaranya pelan."Aku cari tahu tent

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 66. Villa Cempaka

    Malam telah jatuh sempurna di langit Jakarta. Hujan rintik masih mengetuk jendela kamar Harika saat ia menatap langit-langit dalam gelap. Selimut sudah membungkus tubuhnya, tapi pikirannya masih liar, tak bisa tenang. Pelupuk matanya akhirnya berat. Ia menyerah pada kantuk dan masuk ke dalam mimpi yang seolah membuka pintu ke masa lalu yang terkubur.Dalam mimpinya, Harika berdiri di tengah pekarangan sebuah villa tua. Langit di atasnya kelabu, aroma tanah basah memenuhi udara. Papan nama tua yang tergantung di gerbang besi terbaca samar:“Villa Cempaka.”Ia kecil. Rambutnya dikepang dua. Pakaian lusuh dan kakinya telanjang di tanah basah. Ada suara anak laki-laki berteriak dan tiba-tiba rasa sakit menghantam pipinya.Harika kecil jatuh ke tanah. Seorang anak laki-laki, mungkin dua atau tiga tahun lebih tua darinya menatapnya dengan mata membara. Ia berteriak, penuh amarah, dan memukul lagi."Aku benci kamu!"Harika meringkuk, mencoba menutupi wajahnya, tapi pukulan datang lagi, lalu…

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 65. R.A

    Perkataan Adeline seperti racun manis yang menyusup pelan-pelan ke pikiran Harika. Kata-katanya mengendap, membekas, memancing keraguan yang sebelumnya tak pernah muncul. Ia duduk terpaku di kursinya, menatap layar laptop yang tak lagi bisa dibaca, jemarinya berhenti mengetik. Suara-suara di kantor terdengar seperti gema jauh yang tak bisa ia pahami. "Nostalgia itu jebakan manis untuk luka lama." Padahal Erwin tak pernah membuat luka. Pikiran itu membuat dadanya bergetar. Ia memijat pelipis. "Jangan termakan omongan Adeline, jangan termakan," gumamnya pelan, tapi ragu. Sementara itu di ruangannya, Alister berdiri mematung di depan jendela, memandangi bayangan Harika dari balik kaca. Ia melihat Harika tak lagi ceria seperti tadi pagi. Tidak ada senyum. Tidak ada gumaman lagu seperti biasanya. Ia tahu itu pertanda buruk dan entah kenapa rasa kesal terhadap Erwin merambat menjadi sesuatu yang lebih tajam, kecemasan. Alister tahu Erwin bukan pria biasa. Terlalu sopan. Terlalu ‘tepa

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 64. Jebakan Nostalgia

    Kehadiran Erwin di kantor makin sering terlihat berdekatan dengan Harika. Awalnya sekadar menitip dokumen atau bertukar sapa di pantry, tapi lama-lama mereka makan siang bareng hampir setiap hari. Mereka bahkan mulai pulang bareng, menunggu di lobi sambil main tebak-tebakan konyol seperti dua anak SMP yang baru jadian dan Alister mengalami neraka dalam versi pribadi.Di ruangannya yang selalu steril dan sunyi, Alister mendadak sering menjatuhkan pulpen. Sesuatu yang tak pernah terjadi sejak zaman dia lulus kuliah. Fokusnya kacau, grafik laba bulan ini nyaris ia baca terbalik, dan untuk pertama kalinya, ia typo dalam email presentasi dan menulis."Tim riset dan sekretaris kami yang harmonis."HARMONIS?!Ia ingin mencoret dirinya sendiri.Pagi itu, Harika datang dengan rambut yang sedikit basah dan senyum yang lebih cerah dari biasanya."Pagi, Pak!" sapanya sambil meletakkan laporan harian. "Saya tadi kejebak hujan pas jalan ke halte. Untung ada yang minjemin payung."Alister mendongak.

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 63. Prefeksionis vs Chaos

    Pintu kaca terbuka. Erwin masuk dengan berkas di tangannya dan senyum lebar. "Harika, ini dokumen dari tim riset untuk direview bagianmu." Ia berhenti sejenak saat melihat Alister berdiri terlalu dekat.Tatapan keduanya bersinggungan.Tegang, tapi Erwin tetap ramah meski sedikit bingung. Harika cepat-cepat menjembatani. "Oh iya! Pak Alister, ini Erwin, teman masa kecil saya dan sekarang dia kerja di tim riset." Erwin mengulurkan tangan. "Senang bertemu dengan Anda, Pak! Alister merespons dengan jabat tangan singkat, namun matanya tetap meneliti wajah Erwin seperti mencoba mengingat sesuatu. "Kita pernah ketemu sebelumnya?" tanya Alister tiba-tiba, matanya menyipit. Erwin tampak berpikir. "Kayaknya belum, Pak. Baru dua hari saya mulai kerja di sini." Alister mengangguk pelan, tapi jelas masih tidak yakin. "Mungkin saya salah orang." "Kalau begitu saya permisi dulu," ucap Erwin, melirik Harika sebentar sebelum pergi. Begitu pintu tertutup, Alister bersedekap lagi, menatap Harika

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 62. Teman Masa Kecil

    Pagi itu Harika berjalan cepat menuju pantry untuk mengambil kopi, mencoba menetralisir emosinya setelah konfrontasi dengan Adeline. Namun langkahnya terhenti saat melihat wajah yang begitu familiar sedang berdiri di depan mesin kopi."Erwin?" gumamnya lirih nyaris tak percaya.Pria itu menoleh. Mata cokelatnya membulat begitu melihat Harika. "Harika? Astaga, ini beneran kamu?"Harika menutup mulutnya dengan tangan. "Ya Tuhan, Erwin?!"Erwin langsung tertawa lepas, suaranya masih sama seperti dulu, nyaring dan penuh semangat. "Gila! Aku kira kamu pindah ke luar negeri atau udah menikah sama anak sultan!""Yah, sayangnya enggak cuma pindah dari dapur kontrakan ke pantry kantor," canda Harika.Mereka tertawa berdua, membuat beberapa rekan kerja yang lewat melirik penasaran."Aku pegawai baru di tim riset," jelas Erwin. "Baru dua hari dan aku sama sekali nggak nyangka kamu yang bakal kutemui pertama!""Ya ampun, ini bener-bener kejutan," kata Harika masih dengan senyum lebar. "Nanti maka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status