Ruby mendengus kesal dengan ucapan perempuan paruh baya tersebut. Apa perempuan itu pikir kalau Ruby kekurangan uang sampai harus menggunakan cara selicik itu untuk mendapatkannya? Sungguh tidak masuk akal. “Kalau kemampuanmu mumpuni dan kamu bisa menguasai semuanya, mari ikut saya agar saya bisa menilainya.” Ruby sama sekali tidak menyinggung ucapan perempuan paruh baya tersebut dan memilih untuk membahas inti dari pembicaraan tersebut. Menatap gadis remaja berusia 17 tahunan itu dengan tegas. “Bakat yang kamu punya akan membuatmu bertahan di dunia entertainment. Kalau kamu mengikuti talent dari Infinity, maka kamu akan tahu mereka bahkan bisa bertahan sampai mereka memutuskan untuk mundur dari hingar bingar dunia televisi. Anda tahu maksud saya.” “Mbak Ruby, tentu saja ini bukan seperti itu. Saya hanya ingin memuluskan jalan putri saya di depan dan sisanya dia pasti akan melakukannya dengan baik.” Perempuan paruh baya itu tampak benar-benar memohon. Tatapannya penuh dengan keingi
Untuk pertama kalinya dalam hidup, seorang Orion Bamantara kehabisan bensin. Masih dalam keadaan tubuh kotor belum mandi, perut lapar, dan mereka harus berjalan untuk mencari bahan bakar untuk kendaraan beroda empat tersebut. Ini sangat memalukan bagi Orion. Dia bahkan harus menutupi wajahnya menggunakan masker. “Kamu harusnya tadi di mobil saja dan tunggu saya.” Orion bersuara memecah kebekuan di antara dirinya dan Ruby. “Nggak mungkin lah saya biarin Mas Orion jalan sendirian. Di daerah sini itu susah cari bensin. Kita masih harus jalan kaki sepuluh sampai lima menit lagi,” jawab Ruby. Padahal, mereka sudah berjalan sepuluh menit yang lalu. Orion berhenti. Dia menoleh ke arah Ruby. “Saya lapar,” katanya dengan wajah lelah. Ruby melihat sekeliling dan ada sebuah kursi di bawah pohon. “Kita makan di sana. Tapi, Mas yakin?” Orion melihat ada sebuah toko kecil. “Kamu tunggu di sini dulu. Saya ke toko itu.” Orion sedikit berlari dan masuk ke dalam toko tersebut. Tak lama dia keluar
“Kamu sudah punya pacar?” tanya Orion kepada Ruby setelah dia melihat orang yang datang menemui Ruby adalah seorang lelaki tampan. Dia tak mendengarkan apa yang mereka obrolkan, tapi dari gerak-gerik tubuh lelaki itu, Elang bisa melihat bagaimana lelaki itu memiliki ketertarikan dengan Ruby. “Nggak punya,” jawab Ruby dengan singkat. “Lalu lelaki itu?” tanya Orion lagi. “Teman lama.” “Sepertinya dia cinta sama kamu.” Langkah kaki Ruby terhenti tepat di depan ruangan casting. Berbalik untuk menatap Orion sebelum menjawab ucapan lelaki itu. “Terima kasih sudah memberikan informasi. Saya masuk dulu.” Ruby masuk ke dalam ruangan sebelum menutup pintunya dengan rapat. Dia tak akan memedulikan siapa pun yang bertanya tentang masalah pribadinya. Ruby menunduk sambil menatap tabletnya sebelum pintu ruangan tersebut kembali terbuka. Lima calon aktris itu muncul dan dia siap untuk menguji. Tidak disangka, Orion ikut di belakang mereka dan duduk di samping Ruby. Kening Ruby mengernyit, teta
Ruby memiliki pengalaman hidup yang panjang sejak dia masih sangat muda. Terlahir dari keluarga kaya dengan banyak profesi di dalamnya, membuatnya dipandang sebelah mata ketika dia ingin mengambil kuliah film. Bukan hanya sang ayah yang menentang secara terang-terangan, tetapi juga semua keluarganya. Mereka meremehkan Ruby.Ketika sekarang dia bisa menunjukkan kemampuannya dan sama sekali tidak tergantung dengan keluarganya, mereka justru ingin membuat Ruby kembali ke rumah. Tentu saja Ruby tidak akan menerima semudah itu. Dia dulu bukan siapa-siapa ketika ikut bergabung dalam pembuatan film menjadi pesuruh. Bentakan adalah makanan sehari-hari. Membentuk kepribadiannya sekarang yang keras dan dingin.“Kami benar-benar minta maaf, Ruby.” Lelaki itu kembali bersuara. “Kami memang salah.”“Nggak ada yang salah dan nggak ada yang benar. Hanya saja, tolong jangan ganggu aku dengan permintaan seperti ini. Aku sibuk dan pekerjaanku yang banyak, aku nggak punya waktu untuk memikirkan hal yang
Orion sesekali menoleh pada Ruby yang tengah tertidur di sampingnya. Wajah perempuan itu terlihat begitu lelah dan pucat. Pipi bekas tamparan dan bibirnya yang sedikit sobek itu membuat hati Orion nyeri. Perempuan itu benar-benar definisi perempuan yang mandiri cenderung bodoh. Entah hal apa yang membuat perempuan Ruby menjadi perempuan keras kepala seperti itu. Lalu, lelaki tadi itu, Orion yakin ada hubungan special di antara mereka. Bisa jadi lelaki tadi adalah kakaknya. Orion bisa mendengar kata pulang yang dikatakan oleh Daniel saat masih berada di rumah sakit. Masalah seperti apa yang membuat Ruby harus pergi meninggalkan rumah. Sungguh, Orion dibuat penasaran dengan kehidupan Ruby. “By, bangun. Udah sampai.” Orion membangunkan Ruby yang masih terlelap tidur. Gadis itu membuka matanya dengan cepat. Memijat pelipisnya ketika rasa sakit itu menyerangnya. “Terima kasih, Mas. Saya masuk dulu.” Ruby membuka pintu mobil dengan pelan dan sedikit berpegangan pada badan mobil. Orion t
Orion menatap punggung Daniel dengan tatapan datar. Mengantarkan kakak Ruby itu sampai mobil lelaki itu menghilang dari pandangannya. Orion duduk di undakan teras lalu mengeluarkan rokok dari saku celananya. Mengambil satu batang lalu menyalakannya. Menyesapnya dengan pelan sambil menatap depan. Ini sudah hampir siang dan tidak biasanya Orion tidak masuk kerja seperti sekarang. Lelaki itu tampak berpikir tentang hubungan Ruby dan Daniel. Dia sejujurnya penasaran dengan apa yang terjadi, sayangnya Ruby tidak akan mengatakan apa pun tentang masalah keluarganya. Terlebih lagi itu kepada Orion yang tidak memiliki hubungan apa pun dengannya. Orion melemparkan puntung rokok ke dalam tempat sampah tak jauh dari tempatnya duduk sebelum ingin kembali ke dalam. Tanpa disangka, Ruby berdiri di ambang pintu sambil menatap Orion dalam. “Kenapa? Kamu ingin sesuatu?” tanya Orion mendekat pada Ruby. “Sampai kapan Mas akan di sini?” tanya Ruby tanpa berpikir sedikitpun. Orion masuk begitu saja ke
“Kamu masih saja keras kepala, Ruby.” Ayah Ruby tampak tidak senang dengan ucapan putrinya itu kepadanya. Ruby seolah mengusir dirinya secara terang-terangan. Niatnya datang ke rumah itu adalah untuk mengajak kembali putrinya untuk pulang, tetapi Ruby justru terlihat tidak berminat dengan itu. “Sejak dulu Papa selalu saja menganggap aku nggak becus. Aku capek dengan itu, Pa. Tolong, aku sekarang ingin menjalani hidupku dengan damai tanpa ada tuntutan dari siapa pun. Aku sudah berusaha untuk sampai di titik ini, jadi jangan lagi berkomentar buruk tentang pekerjaanku.” Ruby tak bisa menutup matanya mengingat kedatangan orang tuanya beberapa jam yang lalu. Sejujurnya dia rindu dengan mereka. Dia juga ingin ditanyai tentang hal-hal remeh tentang pekerjaannya. Dengan begitu dia bisa menceritakan bagaimana dia mengatasi pekerjaannya yang begitu banyak. Sayangnya, orang tuanya tidak pernah berubah. Mereka masih sama dan menganggap berada di dunia hiburan bukanlah pekerjaan yang perlu diba
“Saya nggak mau!” tolak Ruby dengan tegas, “dikira saya nggak punya pekerjaan apa.” Perempuan itu lantas hampir berbalik untuk pergi ketika Orion menahannya. “Ini perintah, Ruby.” Kukuh Orion tak mau mengalah. “Perintah yang tidak penting bisa ditolak. Dan perintah Mas Orion sama sekali tidak penting, jadi saya bisa menolaknya.” Orion menarik tangan Ruby dan memaksa perempuan itu berjalan menuju mobilnya. Mana bisa Ruby menolaknya, sedangkan dia sudah menyiapkan semuanya. Tentu saja dia merasa tidak adil untuk ‘kerja kerasnya’ jika tidak dihargai. Maka dari itu, mau tak mau Ruby harus ikut dengannya. Entah dia merasa rela atau tidak. “Mas, saya nggak mau.” Berontak Ruby saat dia sudah berada di dalam mobil. “Diam!” Orion segera mengendarai mobilnya dengan cepat agar bisa segera sampai tempat tujuan. Ruby benar-benar tidak tahu harus melakukan apa dengan sifat keras kepala yang ditunjukkan oleh Orion kepadanya. Kesal bercampur dengan emosi itu benar-benar menguasai kepala Ruby. D