Mendapati kekasihnya menikah diam-diam di belakangnya, Pijar merasakan patah hati yang begitu luar biasa. Hubungan yang tadinya baik-baik saja itu berakhir mengenaskan. Di saat luka hatinya masih basah, Pijar justru bertemu dengan Elang Bamantara. Mereka dipertemukan oleh keadaan yang tidak tepat. Ada sebuah rahasia di antara keduanya yang belum terselesaikan. Pertemuan itu membuat Elang merasa diuntungkan. Sedangkan bagi Pijar, pertemuannya dengan Elang adalah sebuah petaka. Sayangnya, Pijar tak bisa menghindar dan mengharuskannya berada di sisi Elang Bamantara. ***
Lihat lebih banyak“Apa kamu bilang?” Pijar melototkan matanya maksimal. “Kamu apa? Minta izin sama Ayah mau nikahin aku?” “Hem.” Elang mengangguk penuh dengan percaya diri. “Aku udah cerita tentang kita kepada mereka dan sekarang tergantung sama kamu. Kalau kamu mau nikah cepet, mereka juga akan izinkan.” Pijar tidak bisa berkata-kata. Elang ini benar-benar titisan iblis berambut hitam. Sebelum ini dia tak pernah mengatakan kepada siapa pun tentang orang tuanya, di mana alamat rumah mereka, atau hal-hal lain yang menyangkut privasi orang tuanya. Jika Noah tahu rumah orang tuanya, itu tentu hal wajar karena orang tua Noah adalah teman ayahnya. Namun, dari mana Elang tahu juga?Untuk beberapa saat, Pijar hanya termenung dan menatap Elang dengan tatapan kosong. Kenapa begitu cepatnya lelaki itu bertindak. Kenapa ayahnya tidak mengatakan apa pun kepadanya? Lalu, kapan Elang datang ke rumah orang tuanya? Elang beranjak ketika mendengar ketukan pintu. Pesanan makanan sudah datang. Ada dua paperbag bertuli
“Anda harus menyelesaikan masalah Anda dengan suami Anda karena Pijar tidak salah dalam hal ini.” Jika Elang sudah mengeluarkan titahnya, maka tidak ada yang bisa menghentikannya. Astrid pergi dari gedung Sigma dengan raut kesal bercampur malu. Tentu saja dia tak akan merasa puas sebelum bisa membalas Pijar. Perempuan mana yang akan diam saja ketika suaminya masih mencintai mantan kekasihnya. Di tempat lain, Elang menarik Pijar keluar dari kerumunan dan masuk ke dalam lift. Leo yang masih berada di sana, memberikan kode kepada semua karyawannya agar mereka bubar dan melanjutkan apa pun yang mereka tuju dari awal. Jam makan siang sedikit terganggu karena ada tontonan gratis. “Aku bisa mengatasi dia sendiri.” Pijar melepaskan rangkulan Elang yang ada di pundaknya ketika mereka sudah ada di ruangnya. “Nggak perlu mengatakan kalau aku calon istrimu!” Perempuan itu menatap Elang dengan kesal karena Elang mengatakan sesuatu yang tidak-tidak. “Aku tahu kamu bisa mengatasi masalah kecil s
Di gedung Sigma, seorang perempuan tengah menunggu Pijar di lobby kantor. Ekspresi wajah perempuan itu tidak bersahabat. Alih-alih duduk di sofa, dia memilih mondar-mandir menunggu kedatangan Pijar. Entah apa yang akan dilakukan oleh perempuan itu, sepertinya itu bukan hal yang baik. “Selamat siang. Ibu mencari saya?” Pijar datang dan membuat perempuan itu menoleh. “Ya, saya mencari Anda,” jawabnya ketus dan tidak bersahabat. Lalu, tanpa diduga sebelumnya, perempuan itu melayangkan tamparan keras di pipi Pijar membuat Pijar terperanjat. Demi Tuhan, dia bahkan tidak mengenal siapa perempuan itu. Dia bahkan tak tahu siapa nama perempuan itu, tetapi tiba-tiba dia mendapatkan tamparan tanpa sebab. Pijar tentu saja terdiam untuk beberapa saat ketika dia mengelus pipinya yang terasa panas. “Dasar perempuan murahan! Apa yang sedang kamu lakukan dengan suamiku?” Suara perempuan itu penuh dengan geramanan. Dia menuduh Pijar atas sesuatu yang tidak dia ketahui sebelumnya. “Ibu ini sebenarn
“Jadi, apa hal penting apa yang membuat Pak Elang datang ke rumah kami?” Ayah Pijar kembali bertanya ketika obrolan mereka sudah pada inti yang harus disampaikan. Pertanyaan tentang keberadaan Adam beberapa saat lalu sudah terjawab dan itu membuat Elang harus mengumpulkan keberaniannya kembali untuk masuk dalam inti percakapan. Beruntung ayah Pijar sudah memulainya lebih dulu. “Ini tentang saya dan Pijar, Pak.” Tidak perlu lagi berbasa-basi dan berbicara berputar-putar ke sana-kemari untuk menyampaikan maksud kedatangannya. Elang bisa melihat bagaimana ekspresi terkejut yang ditunjukkan oleh ayah Pijar tersebut. Lelaki itu tampak penasaran. “Pijar dan Pak Elang?” tanyanya balik dengan suara sedikit terkejut. “Benar, Pak.” Elang kini menyamankan duduknya sebelum dia melanjutkan ucapannya. “Saya dan Pijar sebenarnya dulu adalah sepasang kekasih.” “Apa?” Reaksi terkejut itu tentu saja bukan hal yang aneh bagi Elang. Bahkan ketika orang tuanya dulu mengetahui itu pun mereka terlihat
“Bapak yakin akan bertamu malam begini, Pak?” Adam melontarkan pertanyaan ketika mereka sudah berada di depan rumah orang tua Pijar. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan terlihat pintu sudah tertutup rapat. Ternyata rumah orang tua Pijar bukan di perumahan, tetapi di sebuah perkampungan yang tertata apik. “Kamu sudah pesan kamar di penginapan?” tanya Elang. “Sudah, Pak.” “Kalau begitu kita ke penginapan terlebih dulu. Kita kembali lagi besok pagi.”Elang juga tahu diri jika dia tidak bisa mengetuk pintu rumah orang tua Pijar di jam seperti ini. Maka mau tak mau dia harus menundanya untuk esok pagi. Sesampainya di penginapan, Elang mendesah panjang. Itu benar-benar penginapan yang tidak terlalu besar. “Sepertinya aku perlu membangun hotel di sini. Bagaimana mungkin tidak ada hotel di tempat ini,” gumamnya seorang diri seolah dia memiliki peluang untuk membangun bisnis di sana. “Kasurnya juga bukan yang premium.” Elang kali ini benar-benar banyak komentar. Padahal keti
“Sudah sejauh apa hubunganmu dengan Noah?” Elang tidak bisa menahan diri untuk tidak menanyakan hal itu kepada Pijar. Bukan hanya itu, dia juga belum tahu apakah Pijar sudah bertemu dengan orang tua Noah atau belum. Maka, dia segera bertanya, “Lalu, kamu sudah bertemu dengan orang tua Noah?” Setelah makan malam yang sangat kaku itu selesai beberapa saat lalu, Elang tidak melepaskan Pijar untuk pulang dengan Noah. Dia segera menggandeng perempuan itu dan bersedia untuk mengantarkannya. Noah pada awalnya tidak terima, tetapi Pijar akhirnya memilih untuk ikut dengan Elang. “Kami sudah bertemu dan ada banyak pembicaraan tentu saja,” jawab Pijar santai. “Membicarakan tentang apa? Pernikahan kalian?” Elang melirik Pijar tak senang. “Ya, begitulah!” Sontak saja rem mendadak itu membuat kepala Pijar hampir menghantam dashboard. Rahang Elang mengetat. Dia menatap Pijar dengan kilatan amarah yang tidak terbendung, bahkan dia tak bertanya tentang kondisi Pijar saat ini. Beruntung mereka su
“Mas, tolong ambilin itu buku gue!” Pijar sedikit menjerit ketika wajahnya terlihat gugup. Sebentar lagi kelas akan segera dimulai dan dia harus mengalami insiden kecil sehingga semua isi tasnya berhamburan keluar. “Lo panggil gue apa?” tanya Elang saat berdiri menjulang di depan Pijar yang tengah memunguti barang-barangnya yang berserakan. “Mas?” Wajahnya begitu tidak terima dengan panggilan yang disematkan kepadanya. “Astaga, tolong itu buku gue.” Pijar tidak mengindahkan ucapan Elang dan memilih menunjuk buku akuntansi yang tergeletak tak jauh dari tempat Pijar. Alih-alih membantu Pijar, Elang justru hanya menatap Pijar tanpa menolong sama sekali. Dia sepertinya merasa heran dengan bawaan Pijar. Mengeluarkan unek-uneknya, dia lantas bertanya, “Lo itu mau kuliah atau mau pindah tidur di kampus? Segala boneka di bawa-bawa.” Pijar mendengus keras ketika beranjak dan melotot menatap Elang. “Banyak tanya! Dimintai tolong nggak becus.” Dia marah karena Elang sejak tadi hanya terus d
“Kamu sengaja menghindariku?” Pijar terjingkat kaget ketika melihat Elang ada di depannya. Pijar baru saja mandi ketika pintu rumahnya diketuk dan Elang berdiri di depan pintunya. Lelaki itu tampak marah menatap Pijar. “Aku nggak menghindar,” jawab Pijar masih berada di ambang pintu, “ada apa kamu malam-malam datang ke sini?” Wajah lelah Pijar tidak bisa dibohongi. Matanya sudah terlihat sayu karena kantuk. Suaranya juga terdengar lemah.Melihat itu, segala macam emosi yang menumpuk di hati Elang pun terasa musnah begitu saja. Lelaki itu lantas bertanya, “Udah makan?” tanyanya penuh perhatian. “Ya, aku udah makan tadi.” Nyatanya ucapan Pijar itu tak sinkron dengan perutnya yang berbunyi karena lapar. Pijar selalu malas makan jika sudah malam dan lelah. Perempuan itu memejamkan matanya karena merasa frustasi dengan dirinya sendiri. Di saat seperti ini kenapa perutnya tidak bisa diajak bekerja sama. Elang menyeringai. “Mau makan di rumah atau kita keluar sekarang.” Sikap Elang itu
“Kalau kamu terus berteriak, saya pastikan kamu tidak akan selamat!” Sebelum keluar dari mobil, peringatan itu diberikan oleh Elang kepada Manda agar perempuan itu tidak terus berteriak. Manda sudah seperti kehilangan kekuatannya untuk memohon ketika dia ditarik oleh Elang keluar dari mobil. Dia dibawa ke sebuah hotel yang pernah Manda gunakan untuk menjebak Elang. “Lang, kalau kamu mau aku berlutut di depanmu, aku akan melakukannya. Tapi, tolong jangan lakukan ini kepadaku.” “Diam!” Elang terus menarik Manda untuk masuk ke dalam salah satu kamar. Dan itu juga kamar yang sama saat kejadian menjijikkan itu terjadi. Elang melepaskan Manda dan mendorong perempuan itu ke depan seorang lelaki paruh baya yang tengah duduk di sofa dengan gaya angkuh. “Aa … nggak! Aku nggak mau. Lepaskan!” Manda berteriak ketika lelaki itu memeluk pinggangnya dengan erat dengan senyum penuh kelicikan. Adam yang hanya menjalankan perintah itu hanya diam karena tidak mengerti apa pun. Dia hanya ditugaskan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.