Pintu ruangan dengan kayu jati yang sangat kokoh, di hiasi ukiran khas Jawa di setiap sudutnya, membuat pintu itu sangat indah. Ayu mulai melangkah masuk ketika pengawal membukanya. Adipati berdiri dengan tersenyum, segera mengulurkan tangannya. Dia sedikit menggeleng, mengagumi kecantikan Ayu. Bahkan Ibu Suri dan Intan, sangat terpana tidak berucap. Mereka hanya memandang dari atas sampai bawah di seluruh tubuh Ayu.
“Seperti biasanya, wajahmu bagaikan sinar bulan yang menerangi indahnya dunia.” Pujian Adipati yang membuat Ayu semakin tersenyum. Namun, tidak dengan ibu Suri dan Intan, yang hanya diam meliriknya sinis, mendengar perkataan Adipati.
Ayu duduk tepat di sebelah Adipati. Ibu Suri dan Intan berada di hadapannya. Meja bulat dengan kain merah sebagai penghias, membuatnya tampak sangat indah. Makanan lezat dan buah-buahan, tersaji dengan lengkap. Tidak lupa bunga mawar yang masih segar dengan aromanya yang khas, membuat ruangan semakin sempurna. Karp
"Aku ingin menikahinya, Ibu," kata Adipati masih dengan memandang Ayu yang terkejut hingga dia mengernyit.Lamaran Adipati saat itu juga, membuat seluruh orang yang berada di dalam ruangan serontak menarik nafas seketika. Ibu Suri segera menyikap selendangnya. Dia mengangkat wajahnya, berjalan mendekati Adipati yang masih saja menatap Ayu tiada henti.“Apa-apaan ini? Kau tidak bisa merubah peraturan istana yang sudah berjalan selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Bahkan, ibumu ini menjalani proses yang sangat sulit untuk menjadi ratu di sini. Ibu harus menjalani selama tiga puluh hari lamanya. Ayahmu saat itu menahan hatinya, walaupun ingin sekali menikahi ibumu. Kau tidak akan aku ijinkan menikahi selir Ayu, kecuali dia menjalani peraturan yang seharusnya,” katanya tegas.Perkataan keras, bercampur wajah yang mengkerut akibat kemarahannya, ibu Suri membuat Adipati menatapnya tajam. Itu adalah pertama kalinya Adipati melakukan itu. Selama ini, Adipati
Mahkota dengan sangat indah sudah berada di kepala Ayu. Mahkota yang sama sekali tidak pernah ada selama ini. Mahkota calon ratu yang akan segera menjadi milik Ayu. Mahkota itu menjulang tinggi hingga Ayu merasa berat membawanya. Tapi seakan dia lupakan itu semua. Dia memejamkan ke dua matanya. Ayu menarik nafas perlahan, menghembuskan berirama. Keinginannya untuk mencapai puncak kurang selangkah. Mahkota impian semua selir sudah ada di hadapannya.“Sangat berat, persis dengan beban kehidupan yang akan aku lakukan,” batinnya.Senyuman perlahan mulai dia tunjukkan. Bibirnya melebar perlahan. Nafas yang penuh dengan getaran, dia segera atur dengan baik. Adipati di sebelahnya menatapnya dengan tersenyum tiada henti. Ayu yang sangat cantik, lebih terpancar kecantikannya, dengan mahkota indah bertaburan sembilan puluh sembilan berlian yang mengitarinya.“Kau sangat cantik, ratuku.”Adipati memeluknya dari belakang. Perlahan mengecup leh
Ayu datang , memasuki aula wanita. Sebelumnya, di dalam kamar Adipati, Ayu meminta ijin memakai mahkota dengan alasan agar tidak ada selir yang mengganggunya. Adipati tidak berbicara hanya terus menatap Ayu. Kali ini dia merasakan sesuatu yang sangat aneh di dalam tatapan Ayu. “Kau punya hati untukku?” tanyanya serius. Ke dua matanya menyorot tepat di bola mata Ayu yang diam seketika.“Siapa yang tidak memiliki hati untuk penguasa. Apakah hamba harus membukanya untuk orang lain?” jawaban Ayu yang senantiasa membuat Adipati yakin jika Ayu adalah wanita pujaan yang mencintainya. Dia berdiri dari duduknya. Adipati membuka kotak itu, tempat di mana mahkota khusus tersimpan. Dia dengan sangat hati-hati mengambilnya perlahan. Adipati memesannya khusus saat dia bertemu pejabat istana yang memiliki keahlian membuat mahkota jenis apapun.“Kau boleh memakainya jika memang perlu. Ini hanya mahkota sementara. Aku akan membuatkan mahkota yang sebenarny
Seorang pelayan wanita berada di depan pintu kamar Ayu. Siti mempersilahkannya masuk. Rose dengan cepat segera menghampiri pelayan itu yang masih saja menundukkan kepalanya.“Apa yang mau kau katakan?”Pelayan itu masih saja belum bersuara. Dia seperti bergemetar. Ayu mengernyit menatapnya. Dia akhirnya berdiri dan menghampirinya. “Jangan takut! Aku mau kau berbicara dengan sangat pelan,” kata Ayu sambil memegang pundaknya.Pelayan itu mulai perlahan mengangkat wajahnya yang sangat pucat. “Maafkan aku selir Ayu! Aku sudah lancang menuju kamar selir. Aku hanya tidak mau selir Ayu terkena masalah. Aku melihat wajah selir sangat tulus. Aku sudah berada di sini selama bertahun-tahun, dan aku baru mengetahui jika selir adalah sebenarnya wanita baik. Aku mendengar Wati akan merencanakan hal buruk kepada selir. Dia akan mencegah selir masuk ke kamar Adipati malam ini. Wati akan membuat selir Bunga yang akan bermalam di dalam kamar Adipati.
Ayu tergeletak dengan bersimpuh darah. Jenderal bersamaan dengan Adipati melompat menuju tubuh Ayu yang sudah tergeletak di lantai. Namun, Ayu masih saja tersadar karena hanya lengannya yang terkena.“Siapa yang melakukannya?!” teriakan Adipati sambil menghunus pedangnya tingi-tinggi. Dia melihat sekitar. Jenderal berlari menyusuri hutan yang berada di sekitar. Semua pengawal berpencar mencari pemanah yang sudah melakukan hal buruk kepada Ayu.Adipati kembali menatap Ayu yang merintih kesakitan. Dia melempar pedang yang di bawanya. Adipati mengangkat tubuh Ayu hingga di atas kuda. Wajah Ayu semakin pucat. Bibirnya membiru.“Hiya ….”Dengan hentakan tangan yang kuat, Adipati membuat kuda segera berlari kencang. Wajah Adipati di penuhi amarah melihat Ayu yang akhirnya pingsan dalam pelukannya. Adipati terus mengendarai kudanya dengan tangan satu. Sementara, tangan satunya memegang tubuh Ayu yang sudah tidak berdaya. Dia semaki
Rose masih saja kaku diam di tempat. Air matanya masih saja berlinang. Siti mengalami hal yang sama. Dia mencengkeram kebayanya, menahan amarah. Rose akhirnya berjalan lemas menuju tangga. Dia menghentikan langkahnya saat akan menaikinya. Dia berpegangan pada pagar tangga sambil menundukkan kepalanya menahan tangisannya."Aku sangat menyesal, menyuruhnya," suara Rose dengan lemah.Siti menepuk pundak Rose. “Kita harus kuat. Ayo masuk ke dalam!” ucapnya pelan.Rose kembali mengatur nafasnya. Dia berusaha mengangkat kepalanya. Perlahan, dia menapaki tangga hingga akhirnya sampai di dalam kamarnya. Rose duduk tidak bisa menahan air matanya lagi. Dia menangis tersedu-sedu. Air matanya terus mengalir membasahi wajahnya hingga menetes di lantai. Siti segera mengambil air minum dan menyodorkan kepada Rose yang tidak segera menerimanya.“Seharusnya aku tidak memerintahkannya. Aku merasa sangat bersalah kepadanya.” Rose masih saja tidak men
Jenderal masih saja saling berhadapan dengan Patih. Mereka saling diam menatap. Jenderal hanya bisa menarik nafas sangat menyesal atas keputusan terburu-buru yang dia lakukan untuk pelayan yang sudah dia penggal. Dalam hatinya, dia masih saja tidak percaya jika akan salah sasaran menghukum seseorang yang justru sangat berjasa kepadanya atas kesembuhan Ayu.“Jenderal, kita harus kembali ke kamar Adipati. Masalah ini sudah selesai.” Patih segera mengikuti Jenderal yang akhirnya berjalan mendahuluinya menuju aula Adipati. Dia terus berjalan masih dalam tatapan dinginnya. Patih hanya diam melangkah tidak bersuara. Langkah kakinya sangat cepat hingga Jenderal sampai di kamar Adipati dan segera masuk ke dalam."Ayu," batinnya.Jenderal menghela nafas lega saat melihat Ayu sudah siuman. Adipati tidak hentinya membelai wajah Ayu yang masih di penuhi keringat. Adipati mengambil kain halus yang di bawa pelayan dengan mangkok yang berisi air bersih hangat. Dia
Jenderal segera masuk ke dalam ruangan ibu Suri. Dia berdiri tepat di hadapannya. Ibu Suri merasa sangat tegang menatap Jenderal yang mulai memerah di kedua matanya. Dia sangat tahu jika pasti Jenderal akan tahu perbuatannya.Jenderal mulai mengangkat tangannya. Dia memegang kantong khas miliknya. Bola mata ibu Suri mengikuti arah kantong itu. Dia masih saja diam mengatur nafasnya. Dia sebenarnya bergetar melihat Jenderal. Namun, dia menutupinya. Ibu Suri berusaha tenang menghadapinya.“Kau tahu, jika perbuatanmu menyalahi aturan, Jenderal,” katanya kaku.“Maafkan, hamba hanya akan mengembalikan kantong yang hamba temukan. Kantong ini tepat berada di posisi pemanah yang mengenai selir Ayu. Hamba sangat yakin jika ini adalah milik ibu Suri,” ucap Jenderal tegas namun, sedikit pelan.Jenderal berjalan menuju ke depan meja yang berada di antara dia dengan ibu Suri. Dia meletakkan dengan sedikit melempar kantong milik ibu Suri hingga t