Ibu Suri sangat lemas dan tidak bisa menumpu tubuhnya. Dia mencengkeram dadanya karena rasa cemas yang dia rasakan tidak bisa dia tahan. Air mata berlinang walaupun dia sedikit menahannya. Kini, dia merasakan bagaimana kehilangan seseorang yang dia cintai.
“Siapa yang melakukan?!” bentaknya dengan keras hingga semua barang yang ada di hadapannya terbuang dari tempatnya karena tangannya yang dengan keras dia arahkan untuk meluapkan kebenciannya.
“Prang!”
“Aku masih tidak percaya anakku ternyata yang melakukan ini kepadaku. Apa dia tidak ingat jika aku yang membuatnya untuk menjadi Adipati seperti saat ini!” bentaknya hingga membuat pelayan menundukkan kepalanya tidak berani menatap, bahkan berucap sekalipun.
“Tidak, aku tidak akan membiarkan ini terus terjadi. Aku akan mencari jalan lain untuk menyelesaikannya. Tidak akan aku biarkan ratu sialan itu mempengaruhi anakku,” gumam Ibu Suri kembali berdiri tegak d
Di ruangan selir, Sriasih mendapatkan sesuatu tidak terduga. Semua selir menarik dan menyekap dirinya di kamarnya. Sriasih di seret dan mereka mengikatnya di kursi. Kini selir level atas dan bawah sudah bekerja sama untuk membantu Ayu untuk menyingkirkan Sriasih yang sudah membuat istana resah. Mereka semua memandang tajam Sriasih yang sangat kebingungan dengan apa yang di hadapinya.“Kenapa kalian? Apa kalian lupa siapa aku?” tanya Sriasih bergetar melihat salah satu selir berjalan kearahnya.“Plak!”“Apa ini?”“Diam!”Tamparan keras Sriasih dapatkan, dan membuat wajahnya memerah dengan bekas telapak tangan. Selir melepas rambut Sriasih yang tersanggul rapi hingga terurai berantakan. “Kalian akan mendapatkan hukuman sangat berat atas apa yang kalian lakukan,” kata Sriasih menahan kesakitan pada wajahnya.Salah satu selir memegang pisau kecil dan mengarahkan pada pipi Sriasih. Kedua
Sepanjang hari Ayu berada di ruangan rahasia milik Adipati yang ternyata tidak diketahui siapapun. Dia sudah berjanji tidak akan menemui Jenderal sekalipun, bahkan memperlihatkan sedikit dirinya. Adipati membuka patung di sudut kamarnya dan membukanya. Ayu melotot melihatnya.“Kenapa, kau terkejut?” tanya Adipati melirik Ayu yang diam tegang melihatnya. Ayu masuk melihat ruangan penuh dengan senjata pedang dan panah yang sangat tajam dan tidak pernah dia lihat sebelumnya.“Kau sama sekali tidak akan menyangka ada apa dalam istana ini. Dan, akulah penguasanya.” Adipati menunjukkan kursi di sudut ruangan.“Kau akan di sini dari terbit matahari sampai terbenamnya matahari. Ada jendela yang bisa kau buka dan angin itu akan masuk. Semua makanan bisa kau bawa ke sini. Hanya aku yang bisa membukanya,” kata Adipati mencium Ayu dengan liar. Dia menarik Ayu hingga menuju ke sebuah tembok kayu dan mendorongnya. Kayu itu terbuka, memperli
Jenderal berjalan masuk ke dalam kamarnya dan menuju lorong rahasia. Dia ingin segera melihat kamar Adipati agar bisa melihat Ayu. Dan, tanpa dia tidak duga, Adipati berdiri tegak menatap pintu yang menembus lorong rahasia dengan tersenyum, seakan sangat tahu jika Jenderal pasti akan pergi kesana untuk masuk ke dalam menemui Ayu.“Aku tahu jika kau akan melewati pintu itu saat aku tidak ada, Jenderal. Pengawal, tutup tembok itu dengan semua batu itu dan jangan sampai ada yang terlihat dari sana!”Di dalam lorong rahasia, Jenderal semakin melotot melihatnya. Dia tidak menyangka jika Adipati akan melakukan hal sejauh itu untuk membuatnya tidak melihat Ayu. Semua pengawal melihat beberapa pelayan mencampur pasir dan batu dan membasahinya, lalu menempelkan di tembok. Mereka melakukannya seharian hingga akhirnya tembok itu sangat rapat dan tidak mungkin bisa terbuka lagi.“Aku adalah penguasa, dan aku yang bisa melakukan apapun. Dulu aku sangat bodo
Matahari mulai menampakkan wujudnya kembali. Adipati telah siap untuk melakukan tugasnya menangani rakyat. Dia bersiap dengan beberapa pelayan. Adipati sudah memakai jubah dan mahkotanya. Dia mengarahkan semua pelayan untuk keluar. Adipati mendekati Ayu dan memasukkannya kembali ke dalam ruangan rahasianya.“Sampai kapan kau akan melakukan ini suamiku?” tanya Ayu menatapnya tegang. Adipati mendekatinya dan memegang dagu Ayu dengan senyuman sinisnya.“Sampai aku menghabisi Jenderal kesayanganku itu,” jawab Adipati kembali menikmati bibir Ayu dan menatapnya tajam sejenak. Dia tidak hentinya menikmati bibir Ayu semakin dalam.“Apakah kau selalu melakukan ini sebelum bertugas?” ucap Ayu yang sudah siap menerima milik Adipati.“Aku akan melakukannya, dan itu semua aku bisa lakukan dengan mudah, karena aku adalah penguasa segalanya,” bisik Adipati dan menikmati milik Ayu kembali di dalam ruangan rahasianya.
Di dalam ruangan rahasia milik Adipati, Ayu sangat terkejut dengan kedatangan Jenderal yang sangat tidak disangkanya. Dia hanya berdiri kaku dan tidak berkomentar. Sementara Jenderal berdiri menatapnya tajam. Mereka hanya masih saling menatap dan tidak berkata apapun, apalagi Ayu yang masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat, hingga Jenderal melangkahkan kakinya mendekati Ayu. Perlahan, seperti biasanya dia memegang dagu Ayu dan menatapnya.“Kau ternyata ada di sini. Aku sama sekali tidak menyangkanya. Sepanjang hari aku mencarimu.”Ayu masih diam tidak bisa berkata apapun juga. Dia hanya menatap Jenderal yang sudah berada di hadapannya.Saat itu sebelum Jenderal masuk ke dalam ruangan rahasia Adipati. Dia yang selalu mengikat kudanya di bawah balkon kamar Adipati, melihat Patih menaiki balkon dengan diam-diam. Jenderal menatapnya tajam dan segera berlari menuju pintu kamar Adipati dengan beberapa pengawal setianya yang saat itu juga melihatnya.
Di dalam ruangan rahasia milik Adipati, Jenderal setelah puas memeluk dan berciuman dengan Ayu, dia keluar begitu saja. Ayu masih sangat kesal dia tidak bisa keluar dari ruangan itu, apalagi Jenderal mengatakan jika dia sangat beruntung Ayu berada di dalam, karena dia bisa dengan mudah menemuinya. Ayu hanya diam mendengar semua perkataan Jenderal. Saat dia kembali sendirian di dalam, Ayu berjalan dan memukul pintu dengan semua barang yang berada di dalam, tidak peduli dengan Adipati yang nantinya akan marah jika melihatnya.“Buka!” teriaknya terus memecahkan semua barang, dan melemparkannya ke semua arah.“Prang!”Hingga, “Kriet!”“Rose?”Ayu sangat terkejut melihat kedatangan Rose. “Ayu, Intan dalam bahaya. Aku masuk ke dalam sini dengan keberanianku. Adipati berjalan ke penjara bawah tanah. Ceritanya panjang, nanti aku akan menceritakannya. Namun, sekarang kita harus mencegahnya.”
Di dalam kamarnya, Adipati masih sangat marah dengan apa yang terjadi. Saat dia akan memenggal Patih, dengan cepat Patih terbangun dan menahan pedang Adipati dengan miliknya.“Aku akan membunuhmu!”“Tang!”“Jangan pernah membunuhku, jika kau masih ingin hidup, Adipati!”“Hah!”“Kau terbangun?”Adipati menatap tajam Patih yang mendorong tubuhnya hingga dengan cepat tergeser kebelakang. Patih masih memegang kepalanya yang terasa berat. Namun, Adipati segera meninggalkan penjara dan menghindari Patih agar tidak menyerangnya.“Pengawal, serang dia!” perintahnya dan dia berlari menuju istana kemudian masuk ke dalam kamarnya.“Brak!”Adipati membuang botol minuman emas hingga berceceran di lantai. Dia masih saja merasa kesal mengingat perkataan Ayu jika sebenarnya Jenderal yang memasuki ruangan rahasia miliknya dan itu adalah kenyataan terpahit
Rose tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Ayu barusan. Dia menatapnya tajam. “Apa maksudmu?” tanya Rose.“Aku akan mengakui kepada Jenderal jika ini adalah anaknya. Namun, aku juga akan mengakui kepada Adipati jika ini adalah anaknya. Aku akan membuat mereka saling memiliki anakku hingga kecemburuan mereka membuat mereka akhirnya melakukan apa janji mereka saat itu. Bertarung hingga salah satu dari mereka akan kehilangan nyawa. Dan pastilah Jenderal pemenangnya,” kata Ayu semakin tidak membuat Rose dan Juan mengerti.“Lalu?” tanya Rose semakin menatap dan memegang pundak Ayu.“Jenderal adalah pemenangnya. Tapi, aku akan membiarkan seseorang melesatkan anak panah hingga dia akan tewas seketika. Saat itulah aku akan menjadi penguasa istana ini karena aku mengandung anak Adipati,” jawab Ayu membuat Rose akhirnya mengerti dengan rencananya.“Apakah akan mudah melakukan semua itu?” Juan mendekati