Jenderal berlari dengan kuda hebatnya hingga menuju hutan dan berdiri di hadapan pintu masuk kawanan perampok setelah membuat Selir benar-benar melompat dari bukit. Semua telah siap dengan anak panahnya untuk menyerang Jenderal jika akan menghunuskan pedangnya kepada ketua perampok saat menemuinya. Ketua perampok berjalan dengan tegang hingga dia benar-benar ada di hadapan Jenderal.
“Kenapa kau kemari, Jenderal?” tanya ketua perampok dengan dingin. Jantungnya berdebar saat harus menghadapi Jenderal yang sangat kejam. Dia tidak ingin Jenderal menyerangnya walaupun semua anak buahnya sudah siap di setiap sudut hutan dengan anak panah yang akan melesat menuju jantung Jenderal dari tangan mereka.
“Apa maumu?” tanya ketua perampok sekali lagi masih dengan tatapan tajam.
Perlahan Jenderal mendekatinya. Dia menatap tajam ketua perampok. “Aku menginginkan anakku. Dia pasti berada di sini, dan aku berhak mengambilnya,” ucap Jenderal pe
Ayu tidak menyangka akan melihat Ibu Suri di kamar Adipati. Dia saat itu ingin menemui Adipati dan memperlihatkan dokumen yang sudah direncanakan olehnya dan Gana tentang kejahatan korupsi istana dan Bapak Ayu adalah tersangka utama. Ibu Suri bersama pelayan setianya yang saat itu sangat hafal dengan segala obat bius dan racun yang biasa digunakan untuk membunuh raja ataupun pejabat istana. Dan dia yang membuat racun untuk raja saat itu hingga terbunuh atas perintah Ibu Suri saat raja setelah menikmati selir. Pelayan memberikan bubuk racun di dalam minuman anggur yang dikirimkan ke kamar raja. Dengan seketika raja tewas bersama dengan selir yang saat itu bersamanya.Ibu Suri masuk ke dalam kamar Adipati, sangat terkejut melihat anaknya terlelap tanpa sadar dan melihat bekas anggur di dalam mulutnya. Pelayan sedikit mengambilnya dan mencium segera anggur itu. Pelayan menjelaskan kepada Ibu Suri bahwa Adipati diberikan jenis obat bius ringan yang bisa membuatnya tertidur hingga
Sriasih masih saja tersenyum puas dengan dirinya sendiri akan balas dendam yang sangat ingin dia lakukan kepada Ayu. Dia ingin sekali menjadi ratu dan berkuasa. Namun, karena itu sangat susah dia lakukan, Sriasih hanya akan membuat Ayu jatuh.“Menjadi penguasa sangat sulit. Hal pertama yang akan aku lakukan hanya jharus membuatmu jatuh. Setelah itu, aku akan masuk ke dalam hati Adipati,” batinnya dengan tersenyum percaya diri.Wati yang saat itu akan masuk ke dalam kamar Sriasih untuk menyerahkan kain yang Ayu belikan untuknya, tidak sengaja mendengar apa yang Sriasih katakan. Wati tersenyum mendengarnya. Wati yang hanya menginginkan kekayaan, selalu bermuka dua dengan siapapun asal dia mendapatkan harta dan menguntungkan buatnya. Wati berencana akan mengatakan apa yang dia dengar kepada Ayu agar mendapatkan hadiah.“Berbicara sendiri. Apa kau sudah tidak waras?” tanya Wati membuat Sriasih melotot.“Wati, apa yang kau lakukan
Rose menggelengkan kepalanya dengan cepat. Dia semakin menatap Ayu dengan tajam. “Ratu Ayu, tolonglah, kau mau kemana?” tanyanya dengan resah. Ayu hanya menatapnya dan berkali-kali menarik nafas. Dia juga merasa kebingungan akan tujuannya.“Aku masih memikirkannya Rose. Tidak mungkin aku akan menghilang begitu saja. Itu bisa membuat Adipati menjadi sangat marah, dan ratusan nyawa akan terancam mendapatkan kemarahannya,” jelas Ayu dengan suara tegangnya.“Lalu, bagaimana kita menghindar untuk malam ini?” tanya Rose sekali lagi.“Kita membutuhkan Jenderal. Di mana dia?”“Jenderal mengejar selir untuk membunuhnya,” kata Rose membuat Ayu bergetar dan terkejut.“Tidak mungkin!”“Aku pastikan selir selamat, Ayu,” ucapan Rose sedikit melegakan hati Ayu.“Tapi, aku sangat membutuhkan Jenderal. Dia adalah kunci dari keselamatanku. Carilah dia!” tita
Jenderal dengan sengaja masuk ke dalam kamar Adipati. Ayu hanya menatapnya. Jenderal berjalan mendekatinya. Ayu semakin diam bergetar. Dia sangat resah jika nantinya Adipati akan masuk dengan tiba-tiba dan menjadi masalah besar.“Apa kau tidak takut jika Adipati akan memasuki ruangan ini?” tanya Ayu resah. Namun, Jenderal masih saja berjalan mendekatinya. Dia membelai rambut Ayu yang sangat basah.“Aku sangat merindukanmu,” ucapnya pelan. Ayu masih diam tidak menjawabnya.“Aku akan menolongmu terlepas dari pasukan rahasia itu. Aku yang akan membawamu pergi,” kata Jenderal semakin membuat Ayu menahan hatinya.“Jenderal, aku tidak bisa menerima cintamu. Akan ada saatnya nanti kita akan melakukannya. Namun, bukan untuk saat ini,” jelas Ayu semakin membuat Jenderal tidak hentinya membelai rambutnya hingga menuju pundak Ayu. Kini dia mengangkat wajah cantik Ayu dengan jarinya hingga bisa dengan jelas dia lihat.
Pedang dengan cepat patih keluarkan untuk menghadang pasukan berjubah hitam yang menghadang mereka. Salah satu dari mereka yang akan menyerang Patih, dengan cepat terhalang pedang iblis yang juga datang tiba-tiba.“Kalian salah sasaran,” kata Jenderal menarik salah satu orang pasukan yang akan menyerang Ayu. Jenderal memegang kepalanya dan siap untuk memenggal. Pasukan Jubah Hitam masih diam menatapnya. Jenderal semakin mengeratkan pedang iblis ke lehernya yang sudah hampir terbelah.“Kami berjuang sampai mati. Jika kau memang mau membunuhnya, lakukan!” Kuda hitam gagah milik kepala pasukan berlahan mendekati Jenderal yang masih menawan salah satu anak buahnya.“Kami pasukan mati, dan tidak akan mengorbankan nyawa demi satu nyawa. Bunuhlah jika kau mau,” katanya sekali lagi.“Srek!”Tanpa berpikir lagi, Jenderal memenggal dengan cepat. Semua pasukan Jubah Hitam tanpa ekspresi hanya menatapnya.
“Selamat datang, Ratu,” ucap Rose mendapat anggukan Ayu.“Bawa aku kembali menuju kamar!”“Baik!”Saat Ayu akan melangkah, Adipati dengan tegak berdiri tidak jauh dari posisinya. Ayu diam mengangkat wajahnya. Nafasnya dia hembuskan dengan keras. Perlahan kakinya melangkah dan menghampiri Adipati yang membelai lembut wajahnya. Pandangan sendu Adipati membuat Ayu hanya diam menatap.Tanpa berbicara, Adipati menggendong Ayu yang membuatnya terkejut. Dia berjalan menelusuri lorong hingga masuk kembali ke dalam kamarnya. Dari kejauhan, Jenderal masih menatap dengan amarahnya. Dia tidak percaya jika Adipati sangat ingin menyingkirkannya hanya karena rasa cemburu.“Kau mengalami rasa sakit?” Wati tiba-tiba berada di belakangnya. Jenderal masih diam tidak menatapnya.“Ingat posisimu, Jenderal. Ratu bukan milikmu,” kata Wati yang tidak dijawab Jenderal sama sekali. Jenderal hanya meliriknya
Ayu masih saja tersenyum. Dia mengamati semua makanan yang tersedia dengan sangat mewah di hadapannya. Rose mengernyit dan menatap Ayu yang masih tersenyum melihat Ibu Suri sangat panik dengan apa yang dikatakannya.“Apa kau bisa mempertanggung jawabkan semua perkataanmu?” tegas Ibu Suri semakin tegang dan bergetar. Dia tidak menyangka jika Adipati anak kandungnya sendiri menginginkan kematiannya. Ibu Suri semakin tidak kuasa menahan amarah yang dia tahan.“Aku membacanya sendiri. Jika kau tidak percaya, tanyakan langsung kepada Adipati,” kata Ayu mengambil satu buah anggur dan akan memasukkan ke dalam mulutnya. Ibu Suri menatapnya diam.“Tapi, aku mengatakan ini tidak untuk membuatmu marah dengan anakmu. Mungkin dia melakukan itu karena ibunya ingin membunuh istri yang dicintainya. Jadi, dia mungkin sedang mengalami emosi sesaat. Kau tidak perlu kawatir. Surat itu masih ada di tangan yang aman. Namun, jika pasukan rahasia itu masih
Jenderal mendekati Ayu dan mendekapnya. Ayu tidak bisa menolak karena tubuh Jenderal yang sangat kuat. Ayu hanya diam pasrah berada di dalam dekapan tubuh kekar Jenderal, hingga tanpa mereka sadari Adipati berjalan dengan amarah.“Dia milikku, Jenderal!” teriak Adipati sambil berjalan dan menghunuskan pedangnya dengan sangat tinggi terarah ke tubuh Jenderal.“Tang!”Adipati tanpa berkata menggerakkan pedangnya dan berkali-kali menyerang Jenderal yang dengan sigap menangkisnya. Ayu berdiri di tengah mereka dengan bergetar. Rose menarik Ayu agar bisa terhindar dari kemarahan kedua penguasa itu.“Hentikan!” teriak Ayu yang sama sekali tidak mendapat respon dari kedua penguasa yang masih saling menatap tajam.“Tang!”Mereka masih beradu pedang dengan sengit. Ayu menggeleng dan sangat kesal melihatnya. “Rose, biarkan saja mereka bertarung dan mati. Aku tidak peduli!” bentak Ayu berjalan