SEBUAH KEJUJURAN
"Sebenarnya aku takut, tetapi rasa rinduku padamu mengalahkan semua itu," ucap Rio lirih.Meskipun Rio mengucapkannya lirih Gendhis dengan jelas mendengarkannya. Mereka hanya berdua di dalam mobil. Di tambah suasana malam yang cukup sunyi."Apa aku tak salah dengar Mas?" tanya Gendhis.Rio tak menjawab. Dia melanjutkan makannya sampai nasi dalam pincuk itu habis. Lalu mengambil sebotol air mineral miliknya."Istriku tak akan pernah tau, dia tidak pernah keluar rumah apalagi jam segini! Kamu belum pernah ketemu dia kan ya?” tanya Rio.Gendhis mengangguk perlahan. Memang Gendhis belum pernah melihat istri Rio secara langsung, hanya saja dari cerita yang Gendhis dengar, istri Rio sangat sholehah memakai cadar tentu berbeda jauh dengan dirinya yang sholehot dan gemar memakai baju mini.“Nanti kalau waktunya ku kenalkan dengan istriku...” ujar Rio.Gendhis mengangguk dan melanjutkan menikmati makan malamnya. Mereka berdua terdiam beberapa saat itu."Tuhan aku tak tahu apa maksud laki-laki disampingku ini, jika dia menggodaku jangan sampai aku terjerumus ke pelukan lelaki beristri! Cukup sudah Samuel yang berbeda agama, jangan Engkau persulit lagi pilihanku bersama pria beristri," doa Gendhis dalam hati.Rio menatap Gendhis sambil tersenyum.“Boleh aku jujur?” tanya Rio.Gendhis mengangguk.“Jika aku mengenalmu jauh sebelum menikah, ku pastikan yang menjadi istriku kamu...” kata Rio.Pernyataan itu sanggup membuat Gendhis tertawa terpingkal- pingkal sampai meneteskan air mata. Menganggap hal yang lucu, bagaimana bisa orang se- alim Rio, sholeh, dan terkenal pendiam mengatakan hal tersebut pada sosok Gendhis. Sudahlah pecicilan, hobi dugem, pakai baju seksi. Mereka sangat berbeda, bagaikan langit dan bumi. Sebab itulah Gendhis tertawa."Kenapa kau tertawa? Aku serius," ucap Rio.Gendhis mengusap sisa air matanya yang merembes dari sudut karena terlalu banyak tertawa.“Kenapa bisa kau berkata seperti itu Mas? Wong sampean ndak kenal aku mendalam! Ini aku peringatkan ya! Jangan sama aku, habis nanti uangmu!” ejek Gendhis.Rio menggeser duduknya. Dia sekarang memandang Gendhis. Mendapat perlakuan seperti itu membuat jantung Gendhis berdetak. Dia tak berani menatap balik Rio.“Dua tahun ini aku mengamatimu, semua tentangmu bahkan pasanganmu! Kau tak sadar bukan?" tanya Rio."Memang kalian pasangan yang unik! Tapi belum terlambat bukan kalau aku menginginkanmu?” sambung Rio.Gendhis sekarang berbalik menatap arah Rio. Dia dengan berani menatap mata Rio. Entah mengapa hatinya terluka mendengar Rio mengatakan hal itu.Baginya selama ini pantang bila mendapatkan atau di dekati oleh lelaki beristri. Sebagai sesama perempuan Gendhis juga memiliki hati yang tak ingin di duakan.“Mas dengarkan aku baik- baik ya!" tegas Gendhis."Ini bukan perkara terlambat atau belum, tetapi di sini beda konteks! Kamu adalah lelaki yang telah memiliki seorang istri di luar sana, sedangkan aku sendiri belum menikah! Lak enak di kamu gaenak di aku dong kalau kamu menginginkan itu sekarang, aneh!” lanjut Gendhis.“Bukankah di islam diperbolehakan poligami, di mana masalahnya?” tanya Rio.Sungguh Gendhis kali ini tak bisa mengontrol emosi.“Memang di islam diperbolehkan berpoligami, tetapi bagi yang sanggup dan mau melakukannya! Kalau gak sanggup? Mending mundur! Jangan pernah berpikir untuk melakukannya deh Mas! Syaratnya berat! Lagian jalan ke surga masih banyak! Mending pilih jalan yang lain deh kalo aku, poligami itu bahagia di atas penderitaan wanita lain! Tuhan siapa yang mau merasakan hal seperti itu! Aku mah ogah! Ya kali kayak di dunia ini hanya tersisa satu lelaki saja!" gerutu Gendhis.Rio hanya tersenyum melihat wanita di hadapannya marah- marah. Di mata Rio wanita ini sangat spesial. Entah apa alasannya, tetapi dia mencintai wanita ini lewat pandangan pertama mereka.“Tapi aku akan membuat kau mencintaiku dengan caraku” ucap Rio lirih."Coba saja! Maka akan ku pastikan kau tak akan bisa!" jawab Gendhis sewot."Mengapa kau terlihat menggemashkan dan cantik saat marah- marah seperti ini?" tanya Rio."Kau mabuk ya?' tanya Gendhis.Rio hanya tertawa mendengarkan ucapan Gendhis."Mas Rio ingat ya! Walaupun Mas Rio ini atasanku, punya banyak harta, tetapi aku tak begitu berminat menjadi istri kedua! Menjadi yang pertama saja belum tentu diutamakan apalagi menjadi yang kedua bukannya bahagia malah sakit dan terluka!" kata Gendhis.Rio tersenyum tak menanggapi semua perkataan Gendhis."Kau mau aku bercerita tentang hidupku?" tanya Rio."Terserah asal tak membahas menjadi istri kedua atau poligami!" jawab Gendhis.Rio mulai menceritakan rumah tangganya, anak, ibunya yang sakit dan semua hal yang Gendhis ingin tahu tentang Rio selama ini. Semua yang Gendhis tanyakan di tanggapinya dengan serius. Sesekali mereka tertawa bersama."Mas aku tak menyangka sosok Mas Rio ternyata berbeda!" ucap Gendhis."Kenapa?" tanya Rio."Ya aku dulu menganggap Mas Rio itu dingin, diam, dan tertutup tetapi malam ini pandangan dan penilaianku pada Mas berubah! Ternyata Mas Rio bisa ceria dan cerewet juga bila hanya berdua," seloroh Gendhis."Aku memang tak gampang menunjukkan sisi sebenarnya diriku, bahkan dengan istriku pun aku tak seperti ini," kata Rio."Sekarang bolehkan aku yang bertanya?" sambung Rio."Tanyakanlah aku tak keberatan akan menjawabnya!" perintah Gendhis.Rio mulai menanyakan tentang hidup Gendhis. Mereka bertukar cerita sampai larut malam, tiba-tiba hp Rio berbunyi. Dia memberikan isyarat diam dengan telunjuk di bibir."Siapakah yang menelpon Rio?" tanya Gendhis dalam hati.‘Iya mi, aku lagi dirumah ibu tadi, ini mau pulang! Ibu sehat kok cuma beli obat aja tadi.’ kaa Rio.Telpon kemudian ditutup.“Istriku telpon, tumben aku belum pulang! Udah malem juga ternyata sekarang, menghabiskan waktu denganmu membuat semua terasa cepat," ujar Rio."Kamu pulang di rumah ibumu apa rumah sendiri?” tanya Rio.“Ke rumah Mama Mas, kalo dari sini lebih deket! Besok kali ke rumah sendiri sekalian berangkat kerja,” Kata Gendhis.Suasana menjadi canggung."Aku bayar dulu ya, baru kita pulang," ajak Rio.Gendhis mengangguk, Rio kemudian turun membayar makanan yang mereka pesan tadi. Mobil melaju kembali ke kos Rosi. Gendhis turun dari mobil, Rio mengikutinya turun dari mobilnya sendiri. Dia membantu membuka pintu mobil Gendhis dan menutupnya.“Kamu hati-hati ya, jangan mampir- mampir! Jangan dugem, bensin masih kan?” tanya Rio.Gendhis menyalakan mobilnya dan menunjukkan spidometer bensin mobil masih banyak. Kemudian Rio mengelus rambut gendhis dan menyodorkan tangannya.“Salim dulu...” perintah Rio.Gendhis menuruti, berjabat tangan dengan Rio. Mobil melaju perlahan meninggalkan Rio dengan sejuta pertanyaan di benak Gendhis. Sesampainya di rumah ibunya, Gendhis membuka pintu rumah dengan kunci cadangan sambil mengucap salam perlahan.Gendhis takut membangunkan tidur orang rumah. Lekas dia mengganti pakaian, memakai skincare malam dan bersiap untuk tidur. Tiba-tiba panggilan VC masuk, dari Rio lagi."Apa aku harus mengangkatnya?" tanya Gendhis dalam hati.Apakah yang harus di lakukan Gendhis?BERSAMBUNGIZINKAN AKU POLIGAMI"Tidak Mas, Sifa hanya ingin me time sendiri. Sifa ingin memanjakan diri sekedar pergi ke salon memotong rambut dan melakukan spa Syariah. Apakah boleh, Mas?" tanya Sifa."Kau akan pergi dengan siapa?" selidik Rio."Perginya biar diantarkan oleh santri Abah yang wanita, Mas. Toh mobil Umi ada di rumah kok, Mas," kata Sifa."Kebetulan tadi Abah pergi menggunakan mobilnya sendiri dengan Mulki. jadi ada satu mobil yang menganggur di rumah. Bagaimana, Mas?" tanya Sifa."Baiklah jika seperti itu, Dek. Yang penting Humairah aman ya?" ucap Rio mencoba memastikan."Tenang saja, Mas. Kau tak usah takut, insya Allah anak kita aman. Humaira akan dijaga oleh Umi sehingga Sifa benar-benar nyaman dan aman serta tenang saat meninggalkannya," jawab Sifa."Baiklah kalau begitu, Dek. Kau butuh uang berapa? Akan Mas transfer saja ya," ujar Rio."Tak usah, Mas. Kebetulan jatah bulanan yang Mas berikan masih ada kok. Itu saja insya Allah sudah cukup," jawab Sifa agar tak membuat suami
IDE GILA SIFA!"Ya sudah kita akan langsung saja bertemu dengan Rio tanpa kau harus pulang dulu. Setelah semua jelas, baru kau nanti mengatakan semua kepada Mbakmu, agar Mbakmu tak salah paham dan kecewa. Sekarang Mbakmu sebenarnya ada di posisi dilema, Le," jelas Abah Furqon."Astagfirulloh. Kenapa lagi, Bah?" tanya Mulki."Dia ingin percaya kepadamu sebenarnya, Le. Tetapi apa yang dilihat dengan mata kepalanya itu justru bertentangan dengan semua kepercayaananya. Melihat kau dan Rio duduk bersama wanita itu, bahkan wanita itu duduk di hadapanmu. Wajar kan kalau Mbakyu mu kecewa," jawab Abah Furqon."Bah, tolong kali ini jangan Abah berpikir bahwa Mulki turut andil dan ikut campur terlalu dalam masalah keluarga Mbak Sifa, tolong jangan, Bah. Tolong jangan berpikir itu lagi, karena jika Abah masih berpikir seperti itu sampai selamanya Mbak Sifa nasibnya akan seperti ini, Mbak Sifa akan mencintai sendiri dan itu sakit, Bah," ujar Mulki dengan menghela nafasnya panjang."Biarlah, Bah. B
BISMILLAH LANGKAH AWAL!Dengan penuh takzim, Simbok mengantarakan pesanan Abah Furqon. Mereka pun menikmati nasi pecel itu dan tak membahas masalah ini lagi. Sejak dulu memang pantangan bagi Mulki dan Abahnya untuk berbicara ketika makan. Meskipun hal sepenting apapun setelah selesai makan dan menghirup kopinya, baru mereka berbicara lagi."Lalu harus bagaiman, Abah?" tanya Abah Furqon."Menurut Mulki sekarang kita harus memanggil Mas Rio lagi, Bah. Bagaimana lagi? Semua sudah kadung terlanjur terjadi. Mbak Sifa pun juga sudah tahu masalah ini, jadi jangan sampai hal ini makin membuat Mbak Sifa berpikir macam- macam, Bah. Kita harus menyelesaikan masalah ini hari ini juga, Bah. Kita tak bisa menundanya makin lama, Bah. Mulki tak ingin dan tak mau kehilangan kepercayaannya juga, kita harus segera menyelesaikan masalah ini, Bah. Sungguh," tegas Mulki."Selain itu ada satu hal lain yang menghantui pikian Mulki, Bah. Karena satu sisi pun kita harus memikirkan kondisi wanita itu dan anakn
TENTANG PERNIKAHAN SIRI"Dia tak ingin menikahi wanita itu, Bah. Namun dia juga tak ingin dianggap sebagai pecundang mengkhianati anak itu padahal Mas Rio juga mengakui bahwa dia adalah darah dagingnya hanya saja dia tak ingin namanya tercantum di akta. Tapi Bah...""Kenapa?" tanya Abah Furqon."Mas Rio ingin tetap menafkahinya. Bagaimana menurut Abah?" tanya balik Mulki.Abah Furqon menghela nafasnya panjang. Saat seperti ini lah sebenarnya dia sang anak bisa bertukar pikiran, saling mengupgrade ilmu agama masing- masing. Kali ini abah Furqon ingin mengangkat topik pernikahan siri dan perzinahan."Pertama Abah ingin menyoroti ucapanmu, Le. Tetang pernikahan yang dilakukan secara rahaasia atau lebih akrab disebut nikah siri adalah pernikahan yang tidak dicatat di kantor KUA. Nikah siri, dikatakan sah menurut agama tapi tidak sah menurut Negara karena seperti yang sudah dijelaskan tadi, tidak tercatat di KUA. Benar katamu, nikah siri memang memiliki banyak kekurangan. Namun di beberap
RENCANA DAN STRATEGI PARA LELAKI!"Bahkan sepertinya foto itu diambil kemarin siang saat kita bersama toh? Abah sedang mengisi kajian dan mata kuliah, sedangkan kau berpamitan berdiskusi tentang dakwah masa kini. Lalu kenapa kok tiba- tiba kau ada di cafe itu? Bagaimana ceritanya?" tanya Abah Furqon.Mulki menghela nafas panjang sekaali. Dia harus menceritakan sedetails mungkin sekarang pada Abahnya. Karena dia yakin hanya Abahnya yang bisa menyelesaikan masalah ini."Bah, sungguh ini sebenarnya tidak sengaja, itu bukan pertemuan yang di bentuk lantas sengaja, bukan seperti itu, Bah. Semua di luar kendali Mulki, saat itu memang Mulki ada berpamitan kepada Abah saat Abah mengisi ceramah. Mulki akan berpamitan dan akan berdiskusi bersama teman-teman dari beberapa universitas perwakilan salah satu organisasi agama yang memang sengaja membahas dakwah modern. Mereka meminta tolong Mulki sebagai pengisinya untuk kelas akhwat dan akhirnya Mulki pun setuju- setuju saja saat itu," jawab Mulki
DUDUK DI BAWAH POHON BERINGIN"Abah pergilah ke ke mushola dulu. Kita akan mendengarkan versi dari Mulki," perintah Umi Laila lagi."Iya, Umi. Assalamualaikum," pamit Abah Furqon."Kau lebih percaya adikmu kan sekarang?" tanya Umi Laila. Sifa pun menganggukkan kepalanya."Ya sudah kalau aku percaya dengan adikmu sekarang, kau tak usah berpikir macam-macam," kata Umi Laila."Kau jangan takut sekarang, Nduk. Pasrahkan semuanya pada Gusti Allah. Kau jangan berpikir hal-hal yang aneh. Itu akan mempengaruhi kualitas Asi mu sekarang itu, Nduk. Sudah tak perlu kau pikir lelaki yang seperti itu lagi. Benar dia suamimu kau harus baik kepadanya, berpikirlah seperti tak ada masalah yang sekarang itu dan harus diutamakan adalah anakmu. Nasib dan kualitas asimu harus bagus demi masa depan anakmu yang lebih baik. Biarlah, biar semua nanti akan di balas oleh gusti Allah saja. Kau tak perlu ikut campur, biar semua di catat olehnya," sambung Umi Laila."Karena kau tahu kan sebaik-baiknya sutradara itu