Di zaman manapun, ibukota selalu menjadi trendsetter. Tak hanya di zaman modern, di zaman kuno pun juga sama. Tidak disangka, kebiasaan jalan-jalan malam hari sudah terjadi juga di zaman ini. Di setiap sudut, ada banyak orang berlalu lalang menikmati keramaian. Musim semi di kota Hangzhou terlihat begitu semarak. Lampion berwarna merah digantung di selasar kedai-kedai menambah keindahan malam di sepanjang jalan utama ibukota. Di pinggir-pinggir jalan, lapak-lapak para pedagang digelar menjajakan dagangan mereka. Xin Qian tertarik untuk masuk di salah satu kedai teh yang ada di sana. Tadi dia hanya makan sangat sedikit, perutnya masih terasa begitu lapar.Minum teh sambil menikmati kudapan lezat di kedai teh itu, sepertinya bukan hal buruk. "Tamu yang mulia, silakan." Seorang pelayan bergegas datang menyambut Xin Qian. "Apa yang harus kami siapkan untuk Tuan Muda?" tanyanya begitu Xin Qian duduk dengan nyaman.Gadis itu mengambil tempat duduk yang dekat dengan jendela yang mengha
Pertarungan sengit dua lawan satu antara Xin Qian dan dua pria itu sedikit tidak berimbang. Jika satu lawan satu, Xin Qian masih ada kemungkinan untuk menang. Kemampuan mereka bisa dibilang setara. Jadi, ketika harus menghadapi dua orang sekaligus, Xin Qian harus bekerja keras.Apalagi, gadis yang berdandan pria itu menghadapi dengan tangan kosong, membuat pertarungan semakin tidak berimbang. Xin Qian lebih banyak menghindar, hanya sesekali menyerang. Melesat ke sana ke mari menghindari aura membunuh yang begitu besar dari dua pria itu. Sial.Malam ini Xin Qian benar-benar bernasib sial bertemu dengan seniman bela diri seperti mereka di tempat bobrok ini.Keduanya semakin mendesak gadis itu mundur.Tidak bisa menganggap remeh, Xin Qian bahkan mengeluarkan seluruh kemampuannya. Dia mati-matian menyelamatkan nyawa yang hanya satu-satunya itu. Bagaimana mungkin mereka seenaknya akan mencabut nyawanya. Dia tidak akan pernah rela memberikannya."Kalian bahkan tidak malu mengeroyok orang y
"Xin Qian masih ada urusan. Tuan Pendekar bisa melanjutkan perjalanan kembali.""Kamu tega sekali meninggalkan penolongmu di tempat yang sepi ini?" sindir pria bertopeng tersebut membuat Xin Qian linglung."Maksud Anda?" "Apa kamu bisa memberiku tumpangan sampai di Gunung Fenghuang?" Pria bertopeng perak itu melirik Xin Qian sambil tersenyum miring. "Ah, ini ... apa kuda ini bisa dipakai berdua?" Xin Qian bertanya dengan bodoh. Dia baru saja membelinya, bagaimana jika kuda ini mati karena kelebihan beban?"Aku yang menyelamatkan nyawamu, tapi kamu masih begitu perhitungan. Melihat penolongmu kesusahan, kamu masih tidak berbaik hati. Benar-benar tidak tahu balas budi," keluhnya sambil berjalan mendekat.Xin Qian, "..."'Bukankah kamu tadi bisa terbang? Kenapa tidak melakukannya lagi? Sebenarnya kamu ingin menolong apa ingin menindasku?'"Masih berani menolakku? Apa aku harus berjalan kaki sampai di Gunung Fenghuang?" Xin Qian, "..."'Sudah tahu begitu, kenapa sampai tempat ini tidak
Berita tentang ada harta Karun di Gunung Fenghuang sudah menyebar ke seluruh penjuru Da Liang. Tak heran jika malam ini ada begitu banyak orang yang berkumpul di tempat ini.Ada begitu banyak orang yang datang berkumpul, mana mungkin Tetua Perguruan Gunung Fenghuang tidak datang menyambut. Itu akan merusak reputasi Gunung Fenghuang di dunia persilatan.Kendati dia merasa kesal setengah mati karena harta karunnya terekspos, tetap harus memberi sambutan pada para tamu. Itu adalah tata krama yang tidak bisa dihindari, jika masih ingin hidup berdampingan dengan sekte lain di dunia persilatan.Pria tua berusia sekitar enam puluh tahun itu tersenyum dan berkata dengan suara lembut, "kami mengundang para tamu sekalian untuk masuk di aula utama Gunung Fenghuang." Ketika menyelesaikan kata ini, gerbang batu berbentuk dua kepala naga Perguruan Gunung Fenghuang yang tinggi dan kokoh mulai terbuka. Tenaga dalam macam apa yang bisa membuka gerbang sebesar itu. Hati Xin Qian bergetar. Orang-orang
"Umurku ini masih sangat panjang. Aku harus hidup seribu tahun lagi, mana mungkin bosan hidup. Apalagi, aku sudah menemukanmu. Kita masih harus menikah dan mempunyai sebelas anak. Aku tidak rela jika harus mati sekarang." Ye Tian mulai menggoda Xin Qian.Gadis cantik itu hanya memutar bola mata malas. Ye Tian ini benar-benar tidak bermoral. Dia teringat dengan pria yang tadi siang mencuri ciuman pertamanya di Paviliun Xing He. Seketika Xin Qian merinding saat mengingat Xuan Yuan.Malam ini, dia mengendap-endap keluar dari Istana, jika dia pulang dan ketahuan olehnya. Bukankah dia akan menerima hukuman?Hatinya berdenyut saat membayangkan ancaman pria itu tadi siang. Dia ingat telah membuat kesepakatan dengannya untuk tidak pergi meninggalkannya. "Ada apa? Apa kamu sudah tidak sabar menikah denganku?" goda Ye Tian senang."Omong kosong, suamiku akan membunuhmu jika tahu kamu berniat buruk padaku!" Bibirnya ini benar-benar tidak bisa dipercaya. Bagaimana bisa dia berkata demikian. Seny
Kuda hitam milik Xin Qian melesat bagaikan anak panah meninggalkan Gunung Fenghuang. Seperti kesetanan, gadis cantik itu memacu kudanya melintasi jalanan di sepanjang malam tanpa istirahat sama sekali."Hiyaaa! Hiyyaaa!""Xiao Shan, merepotkanmu untuk terus berlari. Kita tidak boleh terlambat sampai Ibukota!" Wajah cantik Xin Qian terlihat serius. Ye Tian meliriknya dan hanya bisa mendengus."Apa kamu berniat membuat kaki Xiao Shan patah?" keluhnya. Xiao Shan memuat beban dua orang, bukannya memberi toleransi, Xin Qian malah memintanya berlari lebih cepat. Bukankah Xin Qian berniat mencelakai kudanya?Tadinya dia mengira Xin Qian tidak mahir menunggang kuda. Ternyata, kemampuannya tidak bisa dianggap remeh. "Xiao Shan adalah kuda yang kuat. Jika tidak, dia sudah akan mati saat berangkat tadi.""Huh!" Ye Tian mendengus."Seharusnya tidak perlu begitu terburu-buru!" Ye Tian berkata dengan tenang.Xin Qian tidak menanggapi. Dia tetap memacu kudanya dengan cepat. Pria ini mana tahu, kala
"A Yuan, kamu ... kenapa kamu di sini?" Xin Qian tidak tahu harus berkata apa untuk membuat alasan. Pria tampan ini jelas-jelas sangat marah. Melihat wajah dinginnya, seketika bulu kuduk Xin Qian meremang. Rasa bersalah dan takut menghinggapi hatinya. Ini ... sedikit konyol jika dipikirkan. Xin Qian adalah Dewa Kematian di zaman modern. Banyak orang takut padanya, begitu tiba di zaman kuno Xin Qian malah takut dengan orang ini."Sepertinya aku terlalu memanjakanmu, hingga kamu berani bersikap seenaknya sendiri, hmm?" Begitu ungkapan ini jatuh, Xin Qian semakin tak mampu berkata-kata. "Kenapa diam saja? Kamu mau dihukum dengan cara bagaimana? Hukuman yang kejam atau yang sadis?" Xin Qian, "..."'Kenapa tidak ada pilihan hukuman ringan? Kenapa pilihannya hanya kejam dan sadis? Ini sangat tidak adil....' Meski dia merasa tidak puas, tapi Xin Qian tidak berani bersuara. Dominasi pria ini sangat mengerikan."A Yuan, tadi aku tidak bisa tidur, jadi aku ... aku ingin jalan-jalan," cicitn
Hari ini, Pangeran Ketiga Da Liang itu akan mengajak Xin Qian berkeliling Ibukota. Semalam, gadis ini berkata bahwa dirinya bosan. Jadi, hari ini Xuan Yuan akan mengajaknya pergi jalan-jalan.Murong Xuan Yuan ingin menghapus kenangan di dalam benak Xin Qian tentang Ye Tian. Pria brengsek itu harus dipukuli sampai mati, karena berani menggoda wanitanya.Pangeran tampan yang tubuhnya terbungkus dengan jubah hitam bermotif Qilin itu berdiri di sisi Xin Qian dan menatapnya penuh perhatian."A Yuan, aku ... lapar." Xin Qian memasang wajah memelas. Gadis itu baru saja selesai mandi dan berhias, belum sempat mengisi perut yang keroncongan. Pria ini tidak sabaran mau mengajaknya pergi. Apakah dia berniat menyiksa Xin Qian dengan rasa lapar ini?Wajah antusias pria itu seketika berubah lembut. Hari ini dia berniat akan mengajak Xin Qian untuk mencari pria bernama Ye Tian dan membuat perhitungan dengannya. Tidak disangka wanita ini memang tidak bisa menahan sedikit rasa laparnya.Namun, menging