Lady keluar dari kamar karena ingin ke kamar mandi. Di kamar yang ia tempati sekarang tidak ada, sedangkan Lady ingin buang air.Lady meringis lagi karena merasa kesakitan saat buang air kecil meskipun ia sudah berhati-hati. Entah akan sampai kapan rasa perih itu menderanya.Ale masih belum pulang hingga sesore ini. Merasa bosan karena terus di kamar, Lady memutuskan duduk di ruang tengah sambil menonton televisi. Ia memeriksa handphonenya kalau saja ada notifikasi baru. Tadi Nia bilang kalau situasi toko sudah aman dan terkendali. Para pencari berita sudah pulang setelah dengan susah payah Nia menghadapinya.Menikahi publik figur seperti Rain tidak gampang. Dan Lady sudah membuktikannya. Itu baru menjadi istri yang pernikahannya ditutupi, apalagi jika pernikahan mereka diketahui orang banyak.Perhatian Lady lantas terbagi ketika aroma parfum laki-laki yang maskulin terhirup oleh hidungnya. Ale yang pulang. Laki-laki itu melempar senyum padanya.“Sorry, Dy, aku nggak bunyiin bel, taku
Sudah selarut ini tapi Ale dan Lady masih berada di ruang tengah menonton televisi. Karena kebanyakan tidur tadi siang akhirnya malam ini Lady tidak bisa memejamkan mata sepicing pun.”Dy, orang rumah nggak kamu kabari?”Ale yang bertanya membuat Lady menoleh padanya. “Orang rumah yang mana, Le?”“Tante Kanayya.”Lady diam saja. Apa ia perlu memberitahu perempuan itu?“Kamu tuh lagi ada masalah sama anaknya, bukan ibunya. Jadi aku pikir lebih baik kamu kabari. Kamu nggak perlu kasih tahu sedang ada di mana sekarang. Tapi seenggaknya Tante Kanayya tahu kalau kamu baik-baik aja,” kata Ale memberi masukan.Lady termenung. Ia memikirkan perkataan Ale. Seharian ini ia tidak berkomunikasi sama sekali dengan mertuanya. Apalagi dengan suaminya.”Maaf ya, Dy, bukan maksudku mengatur kamu, aku cuma kasih saran. Aku khawatir kalau kamu diam tanpa kabar bakal bikin semua orang jadi panik.” Suara laki-laki itu terdengar lagi.“Iya, makasih sarannya. Tapi aku nggak enak nelfon udah tengah malam beg
Kanayya keluar dari kamar dengan membawa ponsel di tangannya. Ia langsung menuju ruang makan. Tidak menemukan anak laki-lakinya di tempat itu membuatnya bertanya pada Alana, “Na, Rain tidur lagi?””Nggak tahu, Kak,” jawab Alana. “Mau aku cek ke kamarnya?”“Nggak usah, biar aku aja.”Kanayya kemudian melangkah cepat menuju kamar Rain. Di saat tangannya terulur untuk mengetuk pintu ketika itulah pintu dibuka dari dalam. Rain muncul dengan rambut setengah basah. Meskipun sudah mandi namun matanya masih merah, menandakan jika tidurnya masih belum puas.“Rain, Bunda baru cek handphone. Ada chat dari Lady. Katanya kemarin nginep di rumah temennya, ngerjain tugas sekalian belajar bareng karena minggu depan mau ujian.” Kanayya menjelaskan pada Rain sesuai dengan apa yang dibacanya di ponsel tadi.“Tuh kan, Nda, yang dikaba
Lady tiba di rumah sore itu lebih awal dari biasanya. Mobil Kanayya yang terparkir dengan rapi memberitahu pada Lady bahwa mertuanya itu sudah pulang. Dengan hati-hati Lady membuka pintu dan melangkahkan kakinya dengan pelan memasuki rumah. Ia tidak menemukan siapa-siapa di sana selain dirinya sendiri. Mungkin Bunda sedang di kamar, pikirnya. Membuka pintu kamarnya sendiri, Lady menemukan ruangan tersebut dalam keadaan berantakan. Selimut yang tidak dilipat hingga menjuntai ke lantai, gorden yang belum dibuka serta baju kotor yang menumpuk di lantai. Lady hanya bisa geleng-geleng kepala menyaksikan semuanya. Lady mengganti pakaiannya dengan baju harian. Hal selanjutnya yang ia lakukan adalah merapikan ranjang. Niat itu urung terlaksana ketika fokus perhatiannya tertuju pada sesuatu. Ada bercak berwarna merah cenderung coklat yang telah mengering di tengah-tengah kasur. Sprei berwarna biru muda yang menga
Eh, apa dia bilang? Apa Lady tidak salah dengar?“Maksud kamu apa?” Tubuh Lady tersurut ke belakang. Rain semakin maju dan kian mendesak, membuatnya tersudut.“Gue lagi nanya sama lo, apa lo cuma sayang sama Bunda doang? Sama gue gimana?”Lady tersenyum geli di relung hati. Sungguh tidak mengerti pada laki-laki egois di hadapannya. Rain ini bipolar, berkepribadian ganda atau gimana sih?”Nggak, aku nggak sayang sama kamu, aku hanya sayang sama Bunda. Nggak usah geer, aku ngelakuinnya hanya demi Bunda, bukan karena aku sayang sama kamu.” Lady menjawab lugas tanpa takut sama sekali.Air muka Rain berubah. Sudut hatinya mencelos yang ia juga tidak tahu kenapa. Mungkin karena kejujuran perempuan di hadapannya atau mungkin karena ia mulai menyimpan rasa dan ternyata Lady tidak merasakan hal yang sama.“Permisi, aku mau mandi.” Lady menerobos keluar dari Rain yang sejak tadi mengunci dengan menyandarkan tubuhnya ke dinding.Lady sudah meluncur ke kamar mandi sedang Rain terduduk sendiri mer
Konferensi pers tersebut diakhiri dengan sesi foto-foto. Bagi Rain bukan lagi hal yang luar bisa. Berbeda dengan Lady. Baginya ini adalah pengalaman pertama. Ia merasa canggung dan risi saat kilatan lampu kamera menerpa wajahnya tanpa henti sedari tadi.“Senyum yang lebar.” Rain berbisik karena awalnya Lady berekspresi datar.Perempuan itu cepat-cepat mengganti rona muka dan memamerkan senyum paling manis.Di saat itu Lady langsung teringat kedua orang tuanya yang sudah berpulang. Jika masih hidup keduanya pasti bangga mengetahui anaknya bersuamikan publik figur sebagaimana yang dikatakan beberapa orang temannya.‘Kamu beruntung banget, Dy, bisa nikah sama Rain. Di saat cewek-cewek mimpiin dia, Rain malah milih kamu.”Lady hanya tersenyum hampa. Orang-orang tidak akan pernah tahu bagaimana perasaannya dan apa yang sebenarnya terjadi.Berakhirnya acara itu membuat Lady menghela napas lega. Bersyukur akhirnya terbebas dari situasi yang tidak disukainya.”Kamu cantik malam ini, Juliet sa
Rain masih menenggelamkan muka di ceruk leher Lady. Sementara tangannya tidak bergeser sesenti pun dari tubuh perempuan itu, berjam-jam lamanya. Seakan tubuh Lady adalah tempat ternyaman baginya.Lady menepis tangan Rain pelan-pelan. Ia juga menggeser kepala laki-laki itu agar menjauh darinya. Semalaman Rain tidur sambil mendekap Lady. Posisi tubuhnya tidak berubah hingga pagi.Memiringkan kepalanya, Lady menatap Rain yang masih tidur dengan pulas. Rain sama sekali tidak terusik saat tadi Lady menggeser tubuhnya.Saat nyawanya mulai terkumpul bersama dengan ingatannya, Lady merenung. Memikirkan semua perkataan Rain kemarin malam. Sikap dan kata-kata laki-laki itu begitu manis. Tapi sayangnya karena Rain sudah terlalu sering mempermainkannya membuat Lady sudah tidak bisa lagi membedakan kapan Rain serius dan kapan bergurau dengannya. Jadi ia anggap saja kalau kemarin Rain hanya sedang mempermainkannya.Lady memandang Rain lebih lekat. Setiap detail dari bagian wajah laki-laki itu ia re
Lady duduk di sebelah Ale memerhatikan Rain yang sedang unjuk kemampuan. Tanpa ia sadari, Lady mengagumi Rain di dalam hati. Rain tidak hanya keren dalam kostum balapnya. Lelaki itu juga piawai saat mengedari lintasan di sirkuit.”Rain keren ya?”Lady menoleh ke sebelah, mendapati Ale yang sedang berbicara padanya.“Iya.” Mau tidak mau Lady harus mengakui. Meski selalu berbenturan dengan laki-laki itu, namun Lady masih bisa memisahkan antara urusan hati dan lainnya.“Dari kecil Rain sudah bercita-cita jadi pembalap.” Ale menyambung kalimat dan mulai bercerita tanpa diminta. “Dulu Tante Kanayya nggak setuju dan mati-matian menolak karena trauma. Tapi akhirnya Rain membuktikan kalau nggak main-main.”Lady manggut-manggut.“Bulan depan Rain bakal ikut F3, dan dia satu-satunya dari Indonesia.”“Hebat,” cetus Lady tanpa sadar.Ale tersenyum mendengarnya. “Suami kamu.”“Eh, iya.” Lady jadi salah tingkah. Setiap kali mendengar kata ‘suami kamu’ mengingatkannya bahwa Rain adalah miliknya, pun
Ale dan Zee baru saja meninggalkan Nirwana Mall. Mobil yang Ale kendarai bergerak pelan di jalan raya.“Kita ke rumah Rain dulu ya, Zee?””Nggak jadi ke toko Lady?”“Jadi, tapi Rain juga mau ikut ke sana.”“Boleh, kan kamu yang nyetir.” Zee coba bercanda dan pria kharismatik di sebelahnya langsung menebar senyum maut.”Kamu tadi kenapa bisa ada di Nirwana?” Ale tanya begitu karena haram hukumnya buat keluarga Jacob menginjakkan kaki di area milik keluarga Lee.”Kebetulan lewat dan mau ke ATM, ya udah, aku langsung berhenti.””Alesan.”“Kok alesan?”“Pasti lagi nyariin aku. Sengaja kan biar bisa ketemuan?”Zee tak kuasa menahan tawa menanggapi kenarsisan pria di sebelahnya.Ale memandang pada Zee dan tersenyum penuh makna. “Cantik banget.”“Apanya yang cantik?””Bajunya.”Refleks Zee menurunkan pandangan mengamati busananya sendiri. Saat ini ia mengenakan kemeja putih lengan panjang dan bagian ujung baju diselipkan ke dalam rok span berwarna beige yang panjangnya hanya sebatas lutut. Z
Melihat Rain senang dan sebahagia ini Lady juga ikut semringah. Ini baru rencana tapi Rain sudah sebahagia itu, apalagi jika nanti mereka benar-benar memiliki anak.“Lad, kayak yang Bunda bilang ke kamu kita kudu usaha, kita harus bakar kalori tiap hari, dari sekarang kita harus atur jadwalnya, Lad, kalau perlu tiga kali sehari kayak minum obat,” ucap Rain bersemangat.”Itu sih modus kamu aja kalii…” Lady tertawa sembari mencubit kecil lengan sang suami.“Modus untuk kebaikan apa salahnya?” Rain berkilah dan membalas cubitan Lady di tangannya dengan kecupan di pipi perempuan itu”Dasar kamu tuh ya, paling pinter kalau cari alasan.”Rain menarik Lady ke dekapannya saat istrinya itu berniat untuk pergi. ”Mau ke mana, Lad?”“Ya ke toko dong, mau ke mana lagi memangnya?”“Nggak bisa kamu di rumah aja? Temenin aku, Lad…” Rain memeluk Lady, berbisik di telinganya lalu menggigitnya pelan yang membuat Lady jadi meremang.“Aku kan harus kerja, Rain…,” kata Lady menolak.“Kamu kan owner, ngapai
Surat perjanjian kesepakatan itu akhirnya ditandatangani oleh kedua belah pihak. Keluarga Jacob akhirnya menyetujui meskipun awalnya keberatan dengan beberapa poin perjanjian yang dirasa memberatkan mereka. Namun, Wisnu serta Reno sebagai kuasa hukum berhasil mengatasinya.Rain dan ketiga perempuan tersayangnya pulang setelah semua tuntas. Namun sebelum itu Wisnu sempat berbisik padanya menanyakan Camry yang Rain janjikan. Pria itu sepertinya khawatir jika kliennya sampai ingkar."Pak Wisnu tenang saja, besok Bapak bisa ambil mobilnya. Kalau sekarang saya capek, Pak." Begitu jawaban Rain tadi. Syukurlah sang pengacara mau mengerti dan tidak mendesak.Mereka pulang ke rumah dengan kepala yang jauh lebih ringan. Satu masalah sudah terselesaikan. Rain harap setelah ini tidak ada masalah lain yang memberati kepalanya."Lad, kayaknya aku butuh distraksi." Rain memeluk Lady yang sedang mengganti baju dari belakang. Mereka baru saja tiba di rumah dan sekarang sedang berada di kamar.Lady mem
Mereka masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu dengan didampingi kuasa hukum masing-masing.“Maaf, kalau kami terlambat,” kata Wisnu membuka percakapan.“Tidak sama sekali.” Reno yang menjawab. Keduanya sama-sama melempar senyum hangat.Wisnu kemudian menyapa keluarga Jacob satu per satu. “Gimana kabarnya, Pak Jacob? Sehat?”Jacob menganggukkan kepala sambil tersenyum berwibawa.“Bu Jasmine sehat juga kan? Arisan lancar, Bu?”“Lancar, Pak. Bisa kita mulai sekarang?” Perempuan itu sudah kehabisan kesabarannya.“Tentu saja bisa, Bu. Tapi sebelum dimulai dan saya membacakan isi kesepakatan, sebaiknya Sydney juga hadir di sini.”“Sebentar.” Jasmine lalu beranjak dari sana untuk kemudian memanggil anaknya di kamar.Selagi menunggu, Wisnu dan Reno saling mendekat dan berbicara dengan suara separuh berbisik mengenai kesepakatan mereka.Selang beberapa menit kemudian Jasmine kembali muncul beserta Sydney serta perawat pribadi. Sementara yang lain duduk di sofa, Sydney duduk sendiri di ku
Sudah berbatang-batang rokok Rain isap. Puntungnya juga hampir menggunung memenuhi asbak. Sementara Wisnu sedang berbicara dengan Kanayya di dalam rumah.Rain menggeleng-gelengkan kepalanya nyaris putus asa kala menyadari saat ini sedang berhadapan dengan siapa. Mau tidak mau Rain mulai menyadari kebenaran perkataan Wisnu bahwa untuk menghadapi orang seperti Jacob dibutuhkan intrik yang cerdik.‘Tuhan… bantuin gue dong…’ Ia berteriak di dalam hati. Di saat itu Rain baru menyadari bahwa mungkin seseorang bisa membantunya. Ale. Jika selama ini sahabatnya itu selalu ada untuknya maka kali ini pasti Ale bisa menolong.”Nyet, bantuin gue,” ucap Rain ketika panggilan terhubung dengan Ale melalui saluran telepon.“Gue harus bantu apa? Kalau gue bisa pasti akan gue lakuin.” Ale menjawab dari seberang sana.“Gue udah bikin perjanjian sama bokapnya Sydney, tapi masa iya sih semua poinnya merugikan gue.” Rain kemudian menceritakan secara detail apa saja isi kesepakatan itu termasuk menyebutkan
“Gimana, Mas Rain? Apa sudah cukup jelas? Apa masih ada yang ingin ditanyakan?” tanya Reno, pengacara keluarga Jacob setelah sekian menit Rain masih termangu.“Saya nggak bisa tandatangani surat ini sekarang, Pak.” Rain menjawab sembari memandang lurus ke arah sang kuasa hukum.Seluruh keluarga Sydney terkejut mendengar penolakan Rain.“Kenapa? Apa ada yang kurang jelas? Saya bisa terangkan kalau Mas Rain masih kurang mengerti.”“Saya mengerti apa maksud dan tujuannya. Tapi saya nggak setuju pada beberapa poin di dalam surat perjanjian ini.” Rain menyatakan keberatan.“Bagian mana yang Mas Rain tidak setuju? Mungkin kita bisa bicarakan sama-sama.” Reno terus berusaha membujuk Rain. Sebagai kuasa hukum tentunya pria itu piawai bersilat lidah dan andal bernegosiasi.”Hampir semua bagian saya tidak setuju, terutama poin nomor dua, lima dan enam. Untuk apa konferensi pers? Apa kalian ingin membuat saya malu? Kalian ingin orang-orang jadi tahu, begitu tujuan kalian?”“Mas Rain, tolong jang
Jasmine sontak memandang pada Rain dengan tatapan curiga. Untuk apa laki-laki itu hanya meminta berdua saja dengan anaknya di dalam ruangan? Jangan-jangan Rain akan mencelakakan Sydney. Pikiran buruk perempuan itu semakin liar berputar di kepalanya."Kenapa kami harus keluar? Kamu mau apa?" Jasmine memandang miring pada Rain."Saya mau bicara dengan anak Tante.""Tapi kenapa harus berdua? Memangnya apa yang mau dibicarakan?""Tentang solusi masalah ini. Apa Tante nggak ngerti juga? Nanti kalau saya sudah selesai bicara dengan Sydney, Tante dan semuanya boleh masuk. Tapi sekarang tolong kasih saya waktu untuk bicara berdua." Suara tegas Rain kembali membahana.Kemudian Jasmine memandang pada suaminya meminta pertimbangan. Lelaki itu mengerti dan lekas angkat suara. "Kalau kamu memang mau membicarakan solusinya kenapa hanya berdua? Kenapa kami tidak boleh berada di sini?""Om tenang saja, saya hanya minta waktu sebentar. Saya nggak akan mencelakai Sydney kalau memang hal itu yang ada d
Sukar dijabarkan dengan kata-kata bagaimana terkejutnya Kanayya setelah mendengarkan penuturan Jacob padanya. Pikirannya masih sibuk mencerna beberapa menit setelah panggilan dari laki-laki itu berakhir. Hingga kemudian ia tersadar lantas bergerak keluar dari kamarnya.“Rain, ini Bunda!” Kanayya berseru seraya memanggil nama sang putra. Ia merasakan getaran dari suaranya sendiri.Selang beberapa detik setelahnya daun pintu pun terbuka bersama dengan sosok Lady yang kini berdiri tegak di hadapannya.”Iya, Nda?””Rain mana, Dy?” kejar Kanayya cepat.”Lagi pasang baju, baru siap mandi.”“Kalau sudah selesai langsung temui Bunda.”“Baik, Nda.”Kanayya meninggalkan kamar anaknya sedangkan Lady menutup pintu dan menghampiri Rain yang sedang berpakaian.“Rain, tadi Bunda yang manggil, kalau udah selesai langsung temui.” Lady memberitahu sesuai dengan apa yang didengarnya dari Kanayya tadi.“Bunda mau ngomong apa, Lad?”“Aku juga nggak tahu, tapi dari yang aku lihat di mukanya Bunda kayak yan
Dentingan notifikasi handphone Rain menginterupsi Rain dan Lady yang sedang bermesraan. Mereka baru saja tiba di rumah sekitar beberapa menit yang lalu dan menghabiskan waktu di kamar.“Siapa lagi sih?” gumam Rain kesal.Lady membantu Rain menjangkau ponsel dan memberikan pada sang suami.Mendapati pesan dari Sydney, Rain berdecih jengkel. “Mau apa lagi sih dia?”Rain kemudian menekuri ponselnya selama beberapa saat. Membaca pesan yang dikirimkan Sydney padanya. Sempat terdiam namun kemudian tertawa ringan. “Ada-ada aja,” gumamnya pelan.“Ada apa, Rain? Siapa yang chat?” tanya Lady di sebelahnya. Rain memberikan gawainya pada Lady agar sang istri bisa membacanya sendiri.Menerima ponsel yang disodorkan Rain, Lady terdiam cukup lama. Sebagai sesama wanita hatinya jelas tergugah. Ia sangat mengerti apa yang dirasakan Sydney. Kasihan, pikirnya.Apa yang Lady pikirkan lantas ia sampaikan pada sang suami. “Rain, kasihan dia.”“Lad, itu hanya modus, aku harap kamu jangan sampai luluh. Dia