6. SEMANGKUK KELAPA PARUT UNTUK LAUK NASI
Bertemu tetangga julid
Penulis:Lusia Sudarti
Part 6
***
Anak-anakku pun ikut belanja, membeli bahan pangan untuk 2 minggu kedepan.
Mereka saling bercanda dan tertawa. 'Yaa Allah, betapa bahagianya hatiku.
Melihat mereka, terima kasih atas ni'mat Mu Yaa Allah," lirihku dalam hati.
Di jalan kami berpapasan dengan tetangga julid.
"Eeh mau belanja nih? Dapat utangan dari mana?" sinisnya ia melihat plastik belanjaanku.
"Paling-paling juga dapat maling," sahut Marni yang tak kalah lemes mulutnya, orang sok kaya.
Pamer gelang besar yang melingkar di tangannya.
"Eh Mbak-Mbak genit yang terhormat! Nggak usah deh ngurusi rumah tangga orang! Urus aja rumah tangga kalian. Sudah baikkah rumah tangga kalian sendiri?" balasku tak kalah pedas.
"Yah walau pun aku ngutang! Toh nggak ngutang ke kamu! Walau pun Aku maling, emang duit kalian yang ku maling? Nggak kan?" sambungku dengan santai.
"Halah nggak usah sok lah! Baru juga bisa belanja segitu, sudah sombong," sahutnya ketus.
"Helloo, yang sombong itu siapa? Kalian yang cari gara-gara sama aku! Faham sampe di sini? Apa mestiku bungkam mulut kalian yang nggak punya sopan santun hah!" suaraku naik 1 oktaf.
Dan mereka terlihat gugup, lalu kabur menjauh saat melihatku menaruh belanjaan.
"Eehh mau kemana kalian? Jangan kabur!" teriakku dengan lantang
Mereka setengah berlari. Aku bener-bener di buat kesal oleh ulah mereka.
Anak-anakku hanya bengong melihatku begitu marah. Tapi kemudian mereka tertawa terpingkal-pingkal melihat Mak-Mak rempong tadi lari ketakutan.
"Ma, lihatlah mereka, kenapa mereka lari?" ucap si sulung sambil menunjuk kearah mereka yang pergi menghindari kami.
"Biarlah Nak, mereka takut kali dihajar Mama," jawabku tertawa.
"Iya-ya Ma, kenapa mereka selalu berkata yang tidak-tidak tentang kita," tanya Indra.
"Biarin aja, terserah mereka mau bilang apa, yang penting kita tidak," jelasku lagi.
"Ayo cepetan jalannya, keburu panas," ajakku.
"Iya Ma," kata mereka bareng, lalu mereka bercanda ria.
"Alhamdulillah, akhirnya sampe juga, lumayan capek ya jalan kaki," kataku.
"Adek nggak kok Ma," kata si kecil Nayla, ia tersenyum.
"Adekkan pinter!" pujiku sembari kupeluk dan kucium kedua pipinya.
"Cup cup," ia menciumku juga.
"Sayaang Mama," katanya.
"Eemm sayaang adek!" kucubit dagunya dan ia tertawa.
Kami bergegas pulang.
🍁🍁🍁🍁🍂🍂
"Mama masak apa?" tanya suamiku, ia memeluk dari belakang. Disaat aku sedang sibuk memasak.
"Ihh Papa ngagetin aja sih!" teriakku sambil berbalik berhadapan.
Lalu kami saling berpandangan.
Ada kilatan cinta yang tulus dikedua netranya.
Dikecup lembut pucuk kepalaku.
"Terima kasih Mama selalu ada buat Papa dan anak-anak, dalam kondisi apa pun," katanya, ia memelukku dengan penuh kasih.
Aku dipeluknya dengan erat, dibelai dengan penuh kasih sayang.
"Iya Pa, sama-sama," jawabku.
"Mama sudah belum masaknya, adek lapel!" teriak Nayla mengagetkan kami.
Lalu kami pun saling pandang dan tersenyum. melepaskan pelukan karena malu.
"Mama sama Papa pacalan telus sih!" sungutnya manja seraya melangkah mendekati kami.
Aku dan suami sama-sama melihatnya, lalu suami tertawa lepas melihat tingkahnya yang menggemaskan.
"Adek laper ya?" goda suamiku.
"Iya adek lapel," jawabnya masih cemberut.
"Ya udah Mama terusin dulu masaknya ya?" sahutku.
"Adek sama Papa dulu," ucapku lagi.
Ia mengangguk dan di gendong suami melangkah kedalam mereka bercanda.
Aku meneruskan memasak. Goreng ikan asin, dadar telur, bikin sambel terasi dan merebus daun singkong juga sayur sop ceker untuk mereka.
Setelah siap.
"Taraaa," kataku.
"Waah sudah selesai semua," ucap Nayla girang.
"Ayo semua cuci tangan, terus makan," perintahku.
Semua berkumpul untuk makan siang.
"Adek mau sop ceker?" tanyaku.
"Mau Ma, Mamas juga Ma.
Rani juga mau," kata mereka.
"Iya sabar, ini juga buat kalian kok," kataku
"Eemm enaak ya Ma, Masakan Mama," kata si bungsu Nayla.
"Masakan Mama itu selalu juara Dek," sela Papa.
"Kan Mama masaknya dengan cinta," sambungnya lagi, membuatku salah tingkah.
Aku tersenyum mendengar obrolan mereka.
"Papa mau juga sopnya?" tanyaku.
"Nggak Ma, Papa pake sambel sama ikan asin aja," jawabnya.
"Telor nya mau?" tanyaku lagi.
"Iya mau," sahutnya.
Setelah mereka mengisi piring dengan sayur. Aku pun mengambil untukku.
Lalu kami makan dengan lahap. Mereka begitu bahagia bisa makan hanya dengan sop ceker dan telur dadar.
Yang selama ini hanya ada dalam angan dan harapan. Tapi hari ini mereka bisa menikmatinya.
Tak lupa kuucapkan syukur atas rizqi yang diberikan oleh sang pencipta. Untuk mereka yang selama ini hanya makan dengan kelapa parut dan kadang hanya dengan masako atau nasi putih aja.
Ada perih yang menelusup di relung hati. Melihat mereka semua begitu mengerti dengan keadaan.
Ada bahagia membersit saat melihat mereka tertawa.
"Mah, kok ngelamun sih?" tanya Suami sembari mengibaskan tangan didepan wajahku.
"E-enggak kok," elakku, tersadar dari lamunan.
"Itu nasi kok di aduk-aduk aja, terus ditanya anak-anak Mama diam aja," jelasnya.
"Oh iya kah Pa?" tanyaku sambil celingukan mencari mereka yang sudah selesai makan, bahkan piring mereka pun sudah dibersihkan.
"Maaf Pa, Mama hanya merasa sedih melihat mereka yang selalu menerima apa pun keadaan kita." ujarku menunduk dan tak terasa butir-butir air mata jatuh ke pangkuan.
"Sabar Ma. Justru itu kekuatan kita untuk bertahan dan terus berusaha.
Dan kita harus banyak bersyukur karena di balik penderitaan kita di berikan anugrah anak-anak yang baik dan penurut," ujarnya memberi semangat.
"Iya Pa," jawabku pelan.
"Ya sudah Ma, habisin dulu makannya. Nanti tambah dingin dan nggak enak lho, sini Papa suap ya?" bujuknya.
"Ahh enggak ah Mama makan sendiri aja. Nanti malah pindah ke perut Papa, lagi nasinya," candaku.
"Hahaha, Mama bisa aja," ia mencubit hidungku, lalu melangkah ke teras samping menemani anak-anak bermain.
***
Sore harinya...
"Oh iya Pa, tadi Mama belanja untuk kebutuhan dapur selama satu minggu.
Dan sisa uang Mama simpan kalo ada keperluan mendadak," jelasku saat kami beristirahat duduk diteras samping menemani Nayla bermain.
"Iya Ma, nggak apa, kalo masih cukup, Mama beli apa yang Mama mau. Untuk anak-anak juga," jawabnya.
"Adek mau beli mainan dong Pa? Boleh?" rengek Nayla.
"Iya boleh, tapii, jangan banyak ya? Nanti kalo dapat rizqi lagi, kita beli lagi ya sayang?" bujuk suamiku sambil tersenyum.
"Hollee adek beli telpon ya?" girang dan bahagia sekali dia.
"Iya sayang boleh," jawabku.
"Rani beli buku sama pulpen Ma."
"Indra juga Ma," kata mereka.
"Iya sayang, tapi sedikit-sedikit dulu," sahut suami.
"Iya Ma, Pa!" jawab mereka. Lalu mereka bermain lagi.
"Pa, tadi Mama berantem sama Tante Dewi dan Tante Marni lho," adu Rani kepada Papanya, disela-sela bermainnya.
"Oh ya? Benarkah? Iya Ma?" desaknya sembari menatapku.
"Iya Pa, tadi bikin malu di jalan. Yang sombong lah, lah uang dapat ngutanglah dan yang paling bikin jengkel, katanya uang dapat maling. Ya jelas kalo Mama marah," jawabku kesal.
"Oh gitu! Emang mereka kelewatan kok. Mama sudah bener," hiburnya.
Bersambung
60. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Tahun Penuh Kebahagiaan Penulis: Lusia Sudarti Part 60 (part terakhir) "Terima kasih untuk cintamu, untuk Papa Sayang!" Suamiku mengecup pucuk kepalaku, nampak sekali Suamiku begitu bahagia dari caranya menatapku ..."Terimakasih juga atas cinta yang Papa berikan buat Mama Pa! Mama begitu bahagia bisa menjadi bagian dari hidup Papa." "Tetaplah disamping Papa Ma ..." "Sudah larut, tidurlah Pa, sini Mama usap kepala Papa," aku menepuk kedua pahaku, memintanya untuk merebahkan kepalanya di pangkuanku. 'Malam belum terlalu larut saat aku bermimpi, hingga Suamiku membangunkan aku, kini ia terlelap begitu damai dalam pangkuanku! Tuhan ... aku bersyukur atas jodoh yang Engkau tetapkan untukku, yang menemani hidupku di dunia ini, amiinn ..." 🌺🌺🌺🌺🌺🌺Aku memang tidak cantik, tetapi tidak pula jelek, wajahku manis semanis madu. Wkwkwk. Tahun ini adalah tahun penuh kebahagiaan buat keluarga kami.Selama memasuki bulan diawal tahun ini, hid
59. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Bermimpi Penulis : Lusia Sudarti Part 59Tak berapa lama, dari jauh terlihat sorot lampu yang menyinari area lokasi dan menerangi mobil dimana aku seorang diri di dalamnya. Sebetulnya di belakang mobil, masih banyak mobil yang antri seperti kami."Ma ..." Tok! Tok! Tok! Aku segera membuka pintu mobil, Suamiku tersenyum manis kepadaku yang duduk dijok stir. "Enggak ada apa-apa kan Ma ...?" tanya-nya sembari naik kedalam mobil. "Iya Pa, tapi tetap aja takut hehehe!" aku terkekeh sembari beralih tempat duduk. "Enggak akan ada yang menggigit, paling juga ada yang mau menculik!" Seloroh Suamiku sambil membuka plastik dan mengeluarkan dua bungkus nasi. "Ini Ma nasinya!" ia menyerahkan satu bungkus nasi dan aku meraihnya.Aku rasanya tak sabar untuk menyantap nasi yang aromanya begitu menggoda indera penciuman. Setelah mencuci tangan dan membaca doa makan, aku dan Suamiku segera menyantap makanan kami dengan lahap. "Alhamdulilah Ya Alla
58. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Berangkat Kerja Penulis : Lusia Sudarti Part 58"Terus gimana dengan sekolah Ma?" tanya Rani memecah keheningan "Untuk sementara Mama mau cari tukang ojeg," ucapku kemudian. Mereka semua terdiam mendengar ucapanku.Aku merenungi kehidupanku sekarang! Entahlah semoga ini awal yang baik untuk kami. Doa dan harapan yang tak pernah bosan dan putus kupanjatkan. "Ma, sudah sampai nih!" ujar Suamiku sambil menyentuh punggung tanganku. Aku tergagap karena terkejut, ternyata aku melamun, ia tersenyum melihatku yang terlonjak."Makanya gak usah melamun Ma!" canda Rani, ia bersiap turun dari mobil dan menurunkan semua alat-alat perlengkapan yang kami bawa. "Ayo turun Adek ...!" aku segera menuruni tangga mobil dan meraih Nayla untuk kugendong. Kami disambut hangat oleh keluargaku. Tarmi dan Anaknya, Tarmi seorang janda, Suaminya meninggal dunia tiga tahun lalu, karena menderita stroke.Mereka membantu membawa barang-barang yang kami bawa. "Dek
57. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Penulis : Lusia Sudarti Part 57Aduh Mbak, kami belum punya, tetapi jika mau lima ratus dahulu ada nih," ia merogoh uang di saku celananya.Kemudian diberikannya kepadaku. Aku menerima uang dari tangan Bosku itu tanpa semangat! Tetapi aku masih menunjukkan sikap menghargai kepada mereka. Malam ini terasa begitu dingin, kebetulan aku lupa memakai switer, jadi angin malam seolah menusuk kulit hingga tembus tulang sum-sum. "Ayo pulangn Pa." Aku dan Suamiku lemas seketika! Kami sedikit kecewa, bukan sedikit sih ... janji mereka mau melunasi hari ini. Tapi sayangnya mereka masih mengingkarinya. Sedangkan aku dan Suamiku mempunyai janji untuk membayar dulu bunga pinjaman pan4s!Tapi apa boleh buat, yang ada dulu dibayarin, sisanya nanti kalo udah dapat lagi. "Gimana ini Pa, masa iya cuma segini! Kan bingung mau kasih taunya gimana! Sedangkan semua telah menjadi dua juta!" ucapku sedikit kecewa. "Mau gimana lagi Ma, kirim dulu yang ada!" ja
56. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Pergantian Tahun Penulis : Lusia Sudarti Part 56"Heii, Mama gak apa-apa kok, udah jangan menangis, kita berdoa aja semoga kita dapat rizqi untuk membayar semuanya," aku memeluk mereka semua.Tak kupungkiri hatikupun sakit tiada terkira.Tetapi aku harus tegar demi mereka. "Mbak mau ngaji gak?" tanyaku seraya melerai pelukan. "Iya Ma ngaji," jawabnya. "Ya udah makan dulu lalu bersiap-siaplah," titahku kepada mereka berdua.Mereka pun mengangguk dan beranjak masuk. Aku menarik nafas dengan berat dan kuhempaskan perlahan.Aku membuka ponselku kembali dan menonton youtube bersama Nayla.Melihat tingkah lucu si kucing dalam video.Nayla tertawa terbahak-bahak hingga mengundang rasa penasaran kedua Kakaknya yang sedang beres-beres sebelum berangkat ngaji. "Hahaha, lihat Ma lucu sekali kucingnya, bisa beldili juga ngomong," teriak Nayla kembali, akupun tertawa melihatnya. "Mana Dek ...!" ujar Rani juga Indra berlari menuju kearahku dan Nay
55. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nas Selalu Sakit Hati Penulis : Lusia Sudarti Part 55 Tring! Aku terkejut mendengar suara nyaring dari ponselku. "Tolong antarkan sekarang ..." Aku hanya mengusap dada membaca pesan whatsapp dari Mbak Neni. "Mbak, saya belum gajihan, ada uang baru dapat sisa bayaran dari Kak Andi, tetapi gak cukup untuk bayar bunganya, di rumah saya beras pun gak ada, jadi untuk beli beras dan bahan-bahan masak yang lain karena sudah habis semua," segera aku mengirimkan balasan. Pesan balasanku pun telah dibaca dan dilayar ia sedang mengetik.Tring!"Tapi ini sudah berjalan tiga minggu, jadi gimana? Sedang perjanjian kemarin dua minggu bunganya lima ratus ribu jika meminjam satu juta ..." Aku membaca pesan itu dengan hati gundah gulana, bingung, sedih sekali pastinya.'Entah kenapa tak ada sedikitpun iba pada kami yang sedang betul-betul kesusahan.Untuk makan pun sulit," gumamku dalam hati. Sementara itu dalam kegelisahan aku melangkah masuk kedalam ka