"Sebaiknya kita bicara di dalam saja," ajak Ezar begitu orang sekitar mulai memperhatikan mereka berdua.
Rose menyetujuinya, dia berjalan lebih dulu kemudian diikuti Ezar dari belakang. Sementara di dalam mobil, Reega sejak tadi memperhatikan mereka dengan penasaran. Akan tetapi, dia tidak ingin mengambil pusing karena itu adalah urusan mereka."Jelaskan padaku siapa wanita itu?" Rose sudah tak sabar menunggu penjelasan dari Ezar. Keduanya kini sudah berada di ruang kerja pribadi Rose."Sumpah demi apapun, aku tidak pernah membawa wanita lain ke apartemenku kecuali kau, Rose.""Bullshit! Aku dengar sendiri suara desahan dan eranganmu di dalam kamar," ucap Rose terang-terangan.Ezar mengusap wajahnya. Dia merutuki kebodohannya karena membuat Rose salah paham. Dia tidak tahu pada saat penyakitnya kambuh Rose datang ke apRose mengenakan kacamata hitamnya begitu mereka tiba di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali. Sementara Reega berjalan di sampingnya sembari menarik koper berisi pakaian. Keduanya sengaja memilih penerbangan pagi hari agar memiliki lebih banyak waktu bersantai dan beristirahat setibanya di penginapan.Berbeda dengan Reega yang hanya mengenakan t-shirt putih polos dipadu celana jeans selutut, Rose tampak lebih modis dengan v-neck blouse putih dan straight pants berwarna kuning."Mama bilang sudah menyiapkan mobil untuk kita selama di sini." Rose berujar, menyamakan langkahnya yang sedikit tertinggal dengan Reega."Oke," angguk Reega. "Kau mau berjalan-jalan sebentar atau langsung pergi ke villa?" tanyanya."Langsung ke villa saja, aku butuh istirahat sebentar."Reega mengiyakan, lantas keduanya terus berjalan hingga seseorang datang menghampiri
"Aku sudah memesan makanan yang enak di sini," ucap Reega seraya menutup dan mengambil buku menu yang ada di tangan Rose."Oh, baiklah." Rose menyenderkan tubuhnya di kursi. Ia memandangi pemandangan pantai di depannya. "Indah sekali, bukan?" Rose menoleh pada Reega. Lelaki itu justru tengah sibuk dengan ponselnya. "Di waktu seperti ini, kau masih saja sibuk sendiri.""Ini penting, soal pekerjaan." Reega membalas sindiran Rose.Tak lama kemudian pesanan yang dipesan Reega mulai berdatangan satu per satu. Rose terperanjat karena makanan yang dihidangkan hampir memenuhi meja mereka."Kau memesan sebanyak ini? Kau yakin bisa menghabiskannya?" Rose masih tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya."Kau khawatir semua ini tidak akan habis? Kau tidak lapar? Aku sangat lapar." Reega berkata dengan santai. Ponselnya sudah dia simpan di saku. "Ayo, kita makan.""Aku lapar. Tapi tidak sebanyak ini juga," protes R
Hal pertama yang dilakukan Rose setelah membuka mata adalah beringsut ke tepian tempat tidur dengan wajah kaget luar biasa. Sebab alih-alih tidur memeluk guling, ia justru memeluk Reega yang tidur di sampingnya."Astaga, bisa-bisanya aku berpelukan dengannya seperti teletubbies." Rose menggumam sambil menggelengkan kepalanya. Rose membereskan laptop yang mereka pakai semalam, kemudian bergerak untuk membuka horden kamar."Ck, silau sekali." Reega menggumam dengan suara yang tidak jelas.Rose menoleh ke sumber suara dan menemukan Reega yang kini mengubah posisi dengan mata yang masih tertutup. Rose menjepit rambutnya ke belakang dan menghampiri Reega lantas menarik selimutnya."Bangunlah, sudah siang. Kita akan pergi setelah ini," ujarnya. "Hah, pemalas sekali laki-laki ini."Reega hanya menggumam tanpa berniat membuka matanya. "Lima menit lagiii.""A
"Waaaaahhh, indah sekali," seru Rose sambil merentangan kedua tangannya ke udara ketika mereka tiba di Kebun Raya Bali."Nah, jadi Kebun Raya Bali ini didirikan pada tanggal 15 Juli 1959 dan diresmikan oleh Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo, Direktur Lembaga Pusat Penyelidikan Alam." Bli Krisna menjelaskan secara singkat.Asyik memandangi tumbuhan di sekitar, tiba-tiba saja ponsel Rose berdering. Nama Mama Tyna tertera pada layar dan Rose langsung menjawab panggilan telepon tersebut."Iya, Ma. Ada apa?" tanya Rose langsung tanpa basa-basi."Bagaimana liburan kalian? Menyenangkan?""Kami berdua bersenang-senang di sini. Sekarang kami sedang berada di Kebun Raya Bali.""Alhamdulillah, syukurlah. Oh, ya. Jangan lupa kirimkan foto-foto kalian berdua, ya. Mama ingin menunjukannya pada mertuamu," pinta Mama Tyna.Rose diam sebentar. "I-iya, Ma. Nanti aku kirimkan. Kalau begitu sudah d
Rose berjalan dengan raut masam, sesekali menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajah. Rasa kesalnya bertambah ketika menyadari dia sendirian di sini dan tidak ada satu pun orang yang dikenalnya.Lelah berjalan-jalan, Rose memutuskan untuk mencari rumah makan. Perutnya sudah lapar sejak tadi, ditambah harus berdebat dengan Reega beberapa waktu lalu. Ia menyambangi salah satu rumah makan yang terletak tak jauh dari tempatnya berdiri dan memesan makanan.Ponsel miliknya yang dianggurkan begitu saja di atas meja tiba-tiba berdering, menampilkan nomor asing. Rose mengabaikannya, berpikir bahwa itu mungkin peneror yang sama seperti yang sudah-sudah. Sekali, dua kali, hingga tiga kali. Rose akhirnya mengangkat panggilan tersebut karena risih."Ya, halo, siapa ini?" sambutnya dengan nada yang jauh dari kata ramah."Kau di mana?"Rose mengernyit, menjauhkan ponsel dar
Ini sudah hari kedua Rose mendiamkan Reega, padahal seusai makan siang ini adalah jadwal penerbangan mereka untuk kembali ke Jakarta. Rose belum bisa memaafkan Reega sebelum lelaki itu sadar jika pola pikirnya yang salah."Kau masih ingin terus begini? Sampai kapan?" tanya Reega setelah menyelesaikan makannya.Lagi-lagi Rose hanya diam. Dia lebih memilih menyelesaikan makan siangnya ketimbang menjawab pertanyaan tidak penting dari Reega."Maaf, Tuan, Nona. Kita harus berangkat sekarang sebelum jalanan macet." Bli Krisna datang memberi informasi.Rose mengelap mulutnya dan berjalan lebih dulu sambil menarik kopernya menuju lobi, disusul Bli Krisna dan Reega dari belakang. Bli Krisna langsung memasukkan koper mereka ke dalam bagasi mobil.Sepanjang perjalanan ke bandara tidak ada pembicaraan apa pun karena Reega sibuk dengan ponselnya. Beruntung semua data-data penting sudah dia salin sebelumnya di memory card d
Reega keluar dari kamarnya dengan penampilan yang sudah rapi. Ia menoleh ke kamar Rose yang masih tertutup. Reega berjalan menuju meja makan dan membuka tudung saji tetapi tidak menemukan apa-apa selain lauk sisa semalam yang belum sempat tersentuh.Sementara di kamarnya, Rose sedang menggulung diri di bawah selimut sembari menonton drama kesukaannya. Langkah kaki Reega melewati kamar terdengar jelas di telinga Rose, tetapi perempuan itu memilih mengabaikannya. Dirinya juga sengaja tidak memanaskan lauk semalam karena terlanjur kesal dengan Reega."Rose, aku berangkat ke kantor. Jangan lupa datang siang nanti." Reega berucap dari depan pintu kamar, yang kemudian hanya dibalas dehaman singkat oleh Rose."Ya, kalau aku tidak malas," gumamnya pelan.****"Hai, Rose. Pagi sekali kau datang," sambut Arka begitu Rose membuka pintu toko."Sengaja," balas
"Halo, Ma, ada apa?" Reega mengangkat panggilan telepon dari Mama Lily di tengah perjalanan."Kau dan Rose ada di mana sekarang? Mama ingin mengundang kalian makan malam bersama.""Kami sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, Ma," jawab Reega."Mampirlah ke rumah, ya, Mama sudah memasak banyak untuk merayakan produk barumu yang baru saja launching," pinta Mama Lily penuh harap."Baiklah, kami akan mampir." Reega memutuskan tanpa meminta persetujuan Rose lebih dulu."Mama dan Papa menunggu kedatangan kalian." Usai mengucapkan kalimatnya, Mama Lily menutup panggilannya."Felix, tolong putar balik ke rumah orang tuaku. Kami ada acara di sana," perintah Reega tiba-tiba.Felix mengangguk dan mencari jalan putaran padahal jarak rumah Reega sudah tidak jauh dari perjalanan. Sebab jika Mama Lily sudah meminta Reega pulang ke rumah, pasti ada hal penting yang akan dibicaraka