Pelan sekali Sendanu membuka pintu kamar itu. Lampu kamarnya mati, artinya pemilik kamar belum bangun. Sendanu menekan saklar dan ruangan itu terang seketika. Tak ada yang spesial di ruangan itu, kecuali seseorang yang sedang tidur meringkuk di bawah selimut.
Sendanu dapat kabar dari asisten rumah tangga kalau mamanya menolak makan. Semua makanan yang dikirim ke kamar dibuang percuma. Bahkan mama sempat mengamuk, begitulah yang asisten rumah tangga katakan.
Tak biasanya mama Sendanu kembali berulah. Pasti ada sesuatu yang membuat beliau mengamuk. Karena Sendanu tahu sendiri dan sangat dekat dengan mamanya. Beliau sebenarnya wanita yang baik, sayang Mahesa terlalu menuntut sehingga keadaan menjadi seperti sekarang.
"Ma, bangun dulu ya. Mama belum makan seharian." Sendanu mengguncang pelan tangan mamanya.
Wanita itu bergeming seakan tak dengar permintaan Sendanu.
"Kalau Mama nggak makan, Sendanu nggak mau nurut sama Papa lagi."
Mama Send
Sendanu segera mengakhiri perdebatan itu dengan keluar dari ruang kerja Mahesa. Dia tak mau adiknya keluar kamar karena mendengar keributan yang terjadi antara dia dan Mahesa.Ada dua orang yang sangat Sendanu khawatirkan saat ia tinggal di apartemen nanti. Mama dan adik perempuannya. Namun Sendanu memilih pergi daripada menetap di rumah yang tidak lagi rumah baginya.Saat ini Sendanu tengah berada di panti. Dia tak tau kenapa memilih ke panti daripada pergi ke apotek.Malam-malam begini, tentunya semua orang di panti sudah tidur, terkecuali Nana yang masih memetik senar gitarnya di jendela kamar. Kamar Nana memang paling depan dan terdapat jendela yang mengarah langsung ke jalan. Di sana biasanya Nana menghabiskan waktu saat di panti.Mendengar petikan gitar disusul suara nyanyian, membuat Sendanu mencari sumber suara. Sendanu menemukan Nana sedang berkutat dengan gitar.Sambil meringis memegangi pipinya yang lebam, Sendanu terus melanjutkan langk
“Lo tau Danang lagi di mana?”Meski sempat kaget saat nama Danang disebut, Nana tetap bersikap biasa di depan Monic. Orang lain tak boleh tau apa yang telah dilakukan Danang terhadap Nana. “Nggak Mon.”“Biasanya juga dia sering bareng lo Na. Gue lagi butuh banget nih.”“Cari aja di sekre.”“Udah, tapi nggak ada. Gue juga udah nyari ke kantin, parkiran, taman, nggak ada semuanya. Lo kan paling deket sama Danang, masa nggak tau sih Na?”Nana menghela napas. Terkenal menjadi orang yang paling dekat dengan Danang ternyata juga tak sepenuhnya menguntungkan bagi Nana. Dia sudah malas mengulik segala sesuatu yang berhubungan dengan Danang. Karena Danang tak sebaik yang Monic pikirkan. Bagi Nana, Danang sangat berbahaya dan punya topeng yang dia gunakan untuk menipu orang lain.“Aku bukan orang yang bisa dua puluh empat jam bareng sama Danang. Kalau dia nggak ada di tempat yang kamu s
Motor yang dipakai Sendanu mengantar Nana tiba-tiba berhenti di jalan yang cukup ramai. Beruntungnya dia mengemudi di pinggir, jadi bisa terhindar dari kendaraan yang lain.“Kenapa Nu?”Sendanu mengecek spidometernya dan ternyata motornya kehabisan bahan bakar. Gengsi bukan main, apalagi ada Nana. Padahal tadi pagi Sendanu sudah menyuruh salah seorang petugas di rumahnya untuk mengisikan bensin. Awas saja nanti, akan Sendanu beri pelajaran karena membuatnya malu di depan Nana.“Lo diem aja di situ.” Sendanu menurunkan standar motor lalu turun dengan Nana tetap berada di atas motor. Kalau Nana turun dan ikut berjalan, nanti semakin rumit, jadi Sendanu biarkan saja dia di atas motor. Sendanu menghilangkan gengsi sejenak.“Lho kok kamu turun aku tetep di atas motor Nu? Aku mau turun juga. Kasihan kamu dorong sendiri.”“Kalau lo turun juga, makin repot yang ada. Paling bener juga lo di atas motor aja.”
Suara mobil menandakan bahwa Mahesa telah sampai di rumah. Sedari tadi sudah ada yang menunggu Mahesa di ruang tamu, yaitu Sendanu. Tentang apa yang Sendanu janjikan kepada Nana mengenai donatur baru di panti itu bukan main-main. Sendanu memang akan meminta Mahesa menjadi donatur panti. Tentunya itu tak gratis, Sendanu tahu betul papanya seperti apa. Saat Mahesa mengetahui Sendanu ada di ruang tamu, saat itu juga Mahesa tahu ada yang ingin Sendanu minta darinya. Karena tak mungkin Sendanu dengan senang hati menunggunya. Memanggil Sendanu untuk datang dengan sukarela sangatlah susah. “Pa, ada yang mau aku bicarakan.” “Kita bicara di ruang kerja Papa.” 
Danang datang lagi ke panti untuk meluruskan semua kejadian tempo itu. Dia sudah bersiap dengan segala macam pengusiran dari orang panti, terutama Nana. Di hari minggu seperti ini seharusnya Nana ada di panti. Jadi ini waktu yang tepat menurut Danang. Sengaja ia datang pagi-pagi sekali. Selain menghindari hansip yang masih tertidur di pos jaga, Danang juga tak ingin memancing perhatian warga sekitar. Bisa saja hal itu terjadi bukan? Saat gerbang panti dibuka, itulah kesempatan Danang untuk masuk. Terlihat bunda sangat kaget dengan kehadiran Danang. “Bun, kasih saya kesempatan untuk menjelaskan.” “Kamu masih nggak kapok Nang ke sini lagi?” 
“Bun, Nana berangkat dulu ya.”“Hati-hati Na!” teriak bunda dari dapur. Sudah telat sekali Nana di kelas pagi hari ini. Namun beruntungnya Monic mengabari kalau dosen baru akan datang tiga puluh menit lagi. Waktu yang cukup untuk melewati kemacetan Jakarta untuk sampai ke kampus. Bus yang biasa ditumpangi Nana belum sampai karena memang tadi sudah terlewat sepuluh menit. Bus datang lagi lima menit kemudian. Untuk memastikan dosen belum datang, Nana menelepon Monic lagi. Dan memang benar belum ada dosen di kelas. Nana menarik napas lega. Setidaknya dia masih bisa mengikuti kuliah. Tak lama kemudian bus yang ditunggu datang juga. Biasanya saat Nana masuk dia akan
Kelas pertama selesai dan ada sekitar dua jam untuk kelas kedua. Tak tersisa waktu cukup banyak untuk Nana kembali ke panti. Ia ikut saja saat Sendanu mengajak ke kantin untuk mengisi perut. Sendanu menaruh tangannya di pundak Nana sehingga mengundang banyak perhatian. Di belakang mereka, ada Monic yang hanya bisa menjadi nyamuk. Sendanu telah mengklaim bahwa Nana, sekarang menjadi miliknya. Itu berarti jika sesuatu sudah menjadi milik Sendanu, tak ada orang lain yang bisa menyentuhnya. Orang yang berani mengusik milik Sendanu hanya punya dua pilihan, menjauh dengan sendirinya atau Sendanu beri pelajaran. Nana juga sebenarnya merasa canggung karena ini pertama kalinya Sendanu sangat dekat dengan dirinya. Sebelum jadian, Sendanu sangat anti terhadap Nana. Bahkan bis
“Ini buat ngobatin luka lo.” Monic menyerahkan sepaket alkohol dan kapas juga obat merah ke depan Danang. Selepas Sendanu membawa Nana pergi, Monic langsung mengejar Danang. Ternyata Danang pergi ke danau bukannya mengobati luka yang ia dapat. Monic heran, pengaruh Nana bergitu besarnya untuk Danang. Seharusnya Danang yang marah ke Sendanu, tapi dia tak melakukan itu dan memilih sendiri di danau kampus yang sepi. “Makasih Mon.” Danang menoleh dan tersenyum. Ia mengambil obat dari Monic tapi tak langsung menggunakannya, melainkan diletakkan di kursi. Monic menghela napasnya dan mengambil obat itu lalu duduk. “Luka nggak akan sembuh sendiri tanpa lo berusaha untuk mengobati Nang.” Ia mulai mengeluarkan kapas dan memberinya alkohol.