“Kamu nggak perlu beliin aku baju Nang, di panti masih banyak.”
Danang membungkukkan tubuhnya untuk melihat Nana yang berada di dalam mobil. “Apa kata Bunda kalau kamu pulang kondisinya kotor kayak gini? Bunda pasti khawatir.”
“Tapi ini mahal, uang aku mana cukup buat ganti.”
“Jangan diganti Na. Buat kamu, anggap aja sebagai hadiah karena mau jadi temen aku.”
Nana tertawa membuat Danang heran. “Seharusnya aku yang bilang gitu, makasih udah mau jadi temenku Nang.”
“Sama-sama Nana.” Danang tersenyum tulus. Jangankan baju, apa pun akan Danang berikan untuk Nana. Melihat Nana bahagia rasanya sangat menyenangkan untuk Danang.
“Nah kalau kamu senyum terus kan jadi enak lihatnya.”
“Emang selama ini aku nggak enak dilihat Nang?”
“Nggak gitu juga, tapi kalau senyum lebih manis.”
“Dasar! Cari pacar sana biar ada yang bisa digombalin.”
“Nanti aja, jangan sekarang Na.”
“Kenapa kalau sekarang?”
“Masih ada kamu.”
“Lah terus kalau ada aku kenapa?”
“Bisa aku jailin, kalau punya pacar sekarang nggak asik lagi.”
“Buaya!”
♥♥♥♥♥
Nana harus terjebak di kampus sampai malam hari karena banyak sekali yang harus ia lakukan, salah satunya mengerjakan tugas di perpustakaan. Nana harus memanfaatkan fasilitas kampus satu itu karena di panti taka da wifi. Nana tidak ingin membebani bunda hanya untuk kepentingannya sendiri.
Beberapa kali Nana sudah ditegur petugas perpustakaan kalau perpustakaan akan segera ditutup.
Kali ini petugas perpustakaan datang lagi, dia melihat Nana yang memasukkan barang-barang ke tas pengunjung.
“Sudah selesai Mbak?”
“Ah iya, maaf ya Bu harus nunggu saya. Tadi masih ada beberapa tugas.”
“Ya gak papa. Mau saya bantu sampai di luar?”
“Nggak Bu, saya bisa sendiri. Selamat malam, maaf sekali lagi Bu.”
Petugas perpustakaan tersenyum ramah. Dia sudah hafal Nana karena gadis itu memang sering berkunjung.
Perpustakaan segera dimatikan karena semua pengunjung sudah keluar. Nana menuju ke halte, katanya Danang akan menjemput di sana.
Sembari menunggu Danang datang, Nana memutar musik dan menyumpalkan earphone ke telinga. Setidaknya ia tidak kesepian.
Nana hanya memutar musiknya acak. Beberapa lagu sudah berganti tapi Danang belum juga datang. Biasanya Danang selalu tepat waktu.
“Jangan-jangan Danang ….” Nana segera menghubungi ponsel Danang. Namun ia mendengar nada dering panggilan itu di depannya. “Danang itu kamu?”
Orang tak dikenal itu langsung membekap Nana hingga tak sadarkan diri. Kloroform menuhi indera penciuman Nana. Ponselnya terjatuh dan mati.
Dengan tergesa Nana dibawa beserta barang-barangnya ke dalam mobil. Kawasan kampus sangat sepi saat malam, kecil kemungkin untuk mereka tau ada orang yang sebenarnya telah diculik.
♥♥♥♥♥
Matahari sudah muncul saat Nana terbangun dari tidur paksa. Kepalanya sangat pusing efek kloroform. Nana memegangi kepalanya karena rasa pusing yang sangat hebat.
Nana ingat tadi malam ia dibungkam dan berakhir tak sadarkan diri. Entah di mana, Nana tak tau. Yang pasti tempat ini banyak debu karena Nana sudah bersin berkali-kali, Nana alergi debu.
Nana lega dia tidak diikat, hanya disekap di tempat yang banyak debu.
Danang.
Nama itu terlintas di kepala Nana. “Aku harus telepon Danang.” Akhirnya setelah mencari cukup lama, Nana menemukan ponselnya di dalam tas yang diletakkan di sampingnya persis.
Nada sambung mulai terdengar. Juga nada dering panggilan mulai terdengar. Nana terdiam, Danang datang menyelamatkannya?
“Danang kamu di sini?”
Tak ada sahutan tapi dering itu masih terdengar. “Kamu datang nolong aku kan Nang?”
Meski sudah ada pikiran aneh-aneh di kepala Nana, dia berusaha menepis semuanya.
“Bukan menolong, tapi aku yang menculik kamu.”
“Jangan becanda Nang. Ayo kita pergi sebelum orang itu datang.”
“Orang siapa Na? Sadar! Yang bawa kamu ke sini aku, Danang!”
“Nggak Nang, kamu nggak akan jahat. Kamu baik, pasti ini semua mimpi.” Nana memukul-mukul pipinya sendiri.
“Dasar bodoh! Kamu sungguh bodoh Na karena percaya dengan mudah. Segala kebaikan yang aku berikan, semuanya tidak gratis.”
“Maksud kamu Nang? Aku nggak ngerti sama sekali. Kamu bukan Danang yang aku kenal!”
“Danang yang kamu kenal adalah Danang yang saat ini berdiri di depan kamu Naziwa Tandika! Inilah kenyataannya, di dunia ini nggak ada yang gratis.”
Nana tak bisa menahan air matanya untuk keluar. Ia menangis tersedu-sedu, Danang sangat berbeda dari yang Nana kenal. Namun itulah kenyataan, kadang menyakitkan tapi memang harus diterima.
“Selama ini kamu pura-pura Nang? Komunitas Senyawa juga?”
“Lebih baik kamu memikirkan nasib kamu sekarang daripada menghawatirkan orang lain. Sebentar lagi akan ada orang yang datang ke sini untuk membawa kamu. Terima saja, nikmati detik-detik kamu bebas seperti sekarang.”
“Kamu nggak punya hak atas aku!”
“Oh ya? Percuma, karena nggak aka nada yang menolong kamu Nana. Kamu sudah tamat.”
“Pasti ada, pasti!”
“Ya, sebenarnya ada. Tapi mana mungkin kamu meminta tolong ke orang itu kalau dia adalah Sendanu?”
Nana terdiam. Meminta tolong ke Sendanu sama saja mengumpankan diri ke singa. Sama berbahaya.
“Karena itu tidak mungkin, maka selamat datang di duniamu yang baru.”
Suara sepatu terdengar, artinya Danang keluar dari ruangan.
Nana tak menyangka Danang tega dan parahnya hanya berpura-pura demi menjual dirinya. Nana kira semua perhatian Danang nyata. Bahkan Danang memanggil Nana bodoh. Padahal sebelumnya, Danang lah yang berkata ke Nana kalau Nana tak boleh menganggap dirinya bodoh. Nyatanya semua kebaikan Danang untuk Nana hanyalah kepura-puraan.
Nana tak mau benar-benar dijual, dia harus kabur. Nana berdiri mesti tak akan ke mana. Dia hanya mencoba mencari jalan keluar walau kelihatannya itu mustahil dengan keterbatasan yang dia miliki.
Berkali-kali Nana berusaha memukul pintu dengan tangannya, tapi tetap tak terbuka. Hal itu justru melukai tangannya.
Pintu terbuka lagi, kali ini seseorang masuk dan membungkam Nana. Dia pingsan lagi dan seseorang membawanya keluar.
“Brengsek!” Seseorang itu yang hanya bisa memandang dari kamera yang diletakkan di ruangan dan mengumpat.
♥♥♥♥♥
Bunda berlari ke kamar Nana, memanggil anak gadisnya untuk ke ruang tamu sebentar, ada yang ingin menemui, katanya.
Nana yang baru saja selesai mandi langsung gelagapan, dia bahkan belum mengeringkan rambutnya.
Kalau bunda menyuruh cepat, berarti itu memang penting.
Nana tiba di ruang tamu dengan seribu pertanyaan. Di sana ada seorang lelaki dan seorang remaja yang Nana tebak usianya sama seperti dirinya.
Mereka berbicara panjang lebar mengenai nasib panti. Kabar baiknya, mereka akan menjadi donatur untuk panti agar panti tak ditutup.
Semuanya senang, termasuk Nana.
Lelaki yang lebih tua mengulurkan tangannya ke Nana yang dari tadi belum dia sapa.
“Saya Rama dan ini anak saya Danang. Saya tau semua info tentang panti dari Danang, yak an Nang?”
Remaja di sebelah orang bernama Rama juga mengulurkan tangan. “Danang, teman satu sekolah kamu. Kelas 10 IPS 1.”
Barulah saat itu Nana sadar kalau remaja yang menjabat tangannya adalah sang Ketua OSIS yang terkenal itu. Sungguh Nana tak menyangka Danang dan orang tuanya mau menjadi donatur yang baru untuk panti.
Saat itulah kedekatan Nana dan Danang mulai terjalin. Mereka sering ke panti bersama. Kadang Danang juga mengajak Nana untuk membelikan peralatan tulis untuk anak-anak panti. Danang sangat baik, loyal dan melakukan apa saja asal Nana senang.
Bahkan setelah mengalami kecelakaan itu, Danang masih mau berteman dengan Nana.
Untuk kedua kalinya Nana terbangun dengan kepala pusing dan bau kloroform yang masih tertinggal di hidungnya. Nana sangat lemas, entah berapa jam pingsan.
“Minum ini dulu Nak.”
“Bunda?”
Yang dipanggil langsung memeluk Nana. “Iya ini Bunda sayang. Sekarang kamu di panti, jangan takut lagi ya. Kamu aman.”
“Bunda … Nana diculik … Danang … Bunda dia jahat.” Nana menangis tersedu-sedu dipelukan bunda.
“Hust, Bunda ngerti. Kamu tenangin diri dulu ya baru cerita kalau udah siap.”
“Dia jahat Bun.”
“Jangan memaksakan diri Na, kamu baru saja bangun setelah pingsan 6 jam. Untung ada Sendanu yang menyelamatkan kamu. Dia menceritakan semuanya ke Bunda.” “Sendanu di mana sekarang Bun?” “Dia sudah pulang setelah mengantar kamu.” Nana bangkit tapi ditarik bunda untuk duduk lagi. “Mau ke mana?” “Nana harus minta bantuan Sendanu. Hanya Sendanu yang bisa melindungi Nana. Danang mengancam Nana.” “Sekarang sudah malam sayang. Besok Sendanu bilang akan ke sini lagi. Tunggu besok ya?”
“Sering berantem juga?”“Bukan. Lebih tepatnya dipukul.” “Sama siapa? Kenapa nggak dilawan?” “Buat apa dilawan, percuma.” “Udah pernah nyoba?” Sendanu menggeleng. “Belum pernah.” “Nah, mana bisa bilang percuma kalau belum dicoba. Kamu juga harus membela diri Nu. Tadi aja bisa.” Sendanu memang bisa membela diri, apalagi bertarung. Sebagai orang yang hobi karate, Sendanu sudah termasuk mahir.&
Angin sore yang sepoi-sepoi menjadi favorit dua remaja yang kini sedang kasmaran. Keduanya sangat suka melihat matahari terbenam sembari naik motor mengelilingi Jakarta. Meski kadang terjebak macet, keduanya tak merasa itu sebuah masalah. Justru semakin banyak orbolan yang tercipta.Remaja sebaya mereka mungkin iri melihat kedekatan Sendanu dengan Dara. Keduanya adalah pasangan yang cocok untuk dijadikan nominasi queen and king di malam promnight nanti."Nu, kamu nggak laper?" Dara sedikit mengeraskan suaranya."Nggak juga. Kamu mau makan dulu Dar?""Boleh deh. Sekalian nunggu mobil beres di bengkel.""Mau makan di mana?" Sendanu melirik Dara lewat spion. Terlihat Dara berpikir sebentar."Pecel lele di simpang jalan deket sekolah. Enak banget tuh, apalagi sore-sore gini."Sendanu terkekeh, Dara sangat lucu dengan ekspresi membayangkan makanan. "Siap laksanakan Bos."Akhirnya mereka bisa keluar dari kemacetan. Itu juga berkat Se
Di sinilah Nana sekarang, di danau kampus yang cukup sepi dan tenang. Dari semua tempat di kampus, danau satu-satunya yang bisa membuat Nana nyaman. Tak ada yang akan mencari Nana si sini atau mengganggunya. Yah, kecuali jika ada penunggu danau.Dada Nana masih sesak karena menangis cukup lama. Seumur hidupnya, meskipun Nana butuh sesuatu, lebih baik dia berusaha menabung daripada mencuri yang bukan haknya. Prinsip itu selalu Nana jaga. Dan perkataan anak-anak club musik menyakiti hati Nana."Ternyata lo di sini."Nana menoleh ke arah kiri asal suara itu. Dia juga merasakan pergerakan di sebelahnya."Gue denger dari anak-anak kalau lo debat sama club musik, bener?""Bener Nu." Nana memalingkan wajahnya ke depan."Sorry ya, gue lupa bilang ke mereka kalau gitarnya emang rusak. Semua senarnya dipotong Adik gue."Apa yang dikatakan Sendanu memang benar. Gitar itu memang dirusak adik kandungnya di rumah. Namun salah Send
"Nggak, ada hal lain yang perlu kamu tau. Suara itu suaraku yang direkam secara paksa. Sendanu menyuruh beberapa orang untuk menghajar aku dan dia nggak akan berhenti sebelum aku mau melakukakan yang dia inginkan. Semua kata-kata itu dibuat oleh Sendanu Na, bukan aku."Sungguh Nana tak mengerti Danang akan mengarang cerita seperti itu. Sebenci itukah Danang dengan Sendanu?"Cerita kamu bagus juga. Kalau ikut lomba mungkin bisa menang."Apa yang Nana katakan membuat Danang frustrasi. Dengan cara apalagi dia meyakinkan Nana?"Aku mencoba berkata jujur Na. Terserah kamu mau percaya yang mana. Selalu ingat bahwa Sendanu tidak pernah tulus melakukan semuanya. Dia punya alasan, dan jika kamu tau Na, alasan itu sungguh menyakitkan."Danang memilih pergi dari sana. Meskipun apa yang Danang katakan belum bisa Nana percayai, dia akan selalu ada di saat Nana butuh."Ya, aku percaya Sendanu telah berubah."Perkataan itu sampai di telinga Danang.
Pelan sekali Sendanu membuka pintu kamar itu. Lampu kamarnya mati, artinya pemilik kamar belum bangun. Sendanu menekan saklar dan ruangan itu terang seketika. Tak ada yang spesial di ruangan itu, kecuali seseorang yang sedang tidur meringkuk di bawah selimut.Sendanu dapat kabar dari asisten rumah tangga kalau mamanya menolak makan. Semua makanan yang dikirim ke kamar dibuang percuma. Bahkan mama sempat mengamuk, begitulah yang asisten rumah tangga katakan.Tak biasanya mama Sendanu kembali berulah. Pasti ada sesuatu yang membuat beliau mengamuk. Karena Sendanu tahu sendiri dan sangat dekat dengan mamanya. Beliau sebenarnya wanita yang baik, sayang Mahesa terlalu menuntut sehingga keadaan menjadi seperti sekarang."Ma, bangun dulu ya. Mama belum makan seharian." Sendanu mengguncang pelan tangan mamanya.Wanita itu bergeming seakan tak dengar permintaan Sendanu."Kalau Mama nggak makan, Sendanu nggak mau nurut sama Papa lagi."Mama Send
Sendanu segera mengakhiri perdebatan itu dengan keluar dari ruang kerja Mahesa. Dia tak mau adiknya keluar kamar karena mendengar keributan yang terjadi antara dia dan Mahesa.Ada dua orang yang sangat Sendanu khawatirkan saat ia tinggal di apartemen nanti. Mama dan adik perempuannya. Namun Sendanu memilih pergi daripada menetap di rumah yang tidak lagi rumah baginya.Saat ini Sendanu tengah berada di panti. Dia tak tau kenapa memilih ke panti daripada pergi ke apotek.Malam-malam begini, tentunya semua orang di panti sudah tidur, terkecuali Nana yang masih memetik senar gitarnya di jendela kamar. Kamar Nana memang paling depan dan terdapat jendela yang mengarah langsung ke jalan. Di sana biasanya Nana menghabiskan waktu saat di panti.Mendengar petikan gitar disusul suara nyanyian, membuat Sendanu mencari sumber suara. Sendanu menemukan Nana sedang berkutat dengan gitar.Sambil meringis memegangi pipinya yang lebam, Sendanu terus melanjutkan langk
“Lo tau Danang lagi di mana?”Meski sempat kaget saat nama Danang disebut, Nana tetap bersikap biasa di depan Monic. Orang lain tak boleh tau apa yang telah dilakukan Danang terhadap Nana. “Nggak Mon.”“Biasanya juga dia sering bareng lo Na. Gue lagi butuh banget nih.”“Cari aja di sekre.”“Udah, tapi nggak ada. Gue juga udah nyari ke kantin, parkiran, taman, nggak ada semuanya. Lo kan paling deket sama Danang, masa nggak tau sih Na?”Nana menghela napas. Terkenal menjadi orang yang paling dekat dengan Danang ternyata juga tak sepenuhnya menguntungkan bagi Nana. Dia sudah malas mengulik segala sesuatu yang berhubungan dengan Danang. Karena Danang tak sebaik yang Monic pikirkan. Bagi Nana, Danang sangat berbahaya dan punya topeng yang dia gunakan untuk menipu orang lain.“Aku bukan orang yang bisa dua puluh empat jam bareng sama Danang. Kalau dia nggak ada di tempat yang kamu s