Share

Senja Terakhir di Wu Chan
Senja Terakhir di Wu Chan
Penulis: Wee Dee

bab 1

“Dua puluh lima, dua puluh enam, tujuh, delapan, sem ... eh, mana nomor dua puluh sembilan?” gumam Chou sambil pelan-pelan menyibak kelelawar yang bergelantungan di kurungan. Chou berulang kali mengecek ulang kumpulan kelelawar yang menjadi tanggung jawabnya.

“Ah ... sialan!” Chou segera menarik tangannya dari dalam kurungan. Tangan Chou yang berkali-kali membolak-balikkan tubuh kelelawar-kelelawar yang sedang tidur itu sangat mengganggu mereka. Mungkin karena sejak dilahirkan kelelawar-kelelawar ini sudah ada di laboratorium, mereka tidak lagi takut pada manusia. Mereka juga sudah terbiasa keluar masuk kurungan untuk dijadikan percobaan.

Chou melihat sarung tangannya yang lumayan tebal terkoyak, ada sedikit darah mengalir dari ujung jarinya. Dia tidak begitu memperhatikan kelelawar nomor berapa yang menggigitnya tadi.

“Ada apa? Kenapa tanganmu?” tanya Angel.

I’m ok. Don’t worry.” Chou menutupi rasa sakit di ujung jarinya di depan ‘malaikat’ cantik yang diam-diam sudah memasung hatinya sejak pertama bertemu itu, dengan senyum lebar.

Are you sure? Coba kulihat.” Setengah memaksa Angel berusaha menarik tangan Chou yang disembunyikan di belakang punggungnya. Namun, Chou menepis lembut tangan halus Angel dan menggenggamnya.

“Aku enggak apa-apa, percayalah.”

Tiba-tiba, terdengar suara bel tanda pintu laboratorium terbuka. Keduanya menoleh ke arah pintu kaca yang hanya bisa dibuka menggunakan kartu khusus.

“Hai, pagi-pagi sudah genggam-genggaman tangan! Pacaran jangan di sini, ada CCTV dimana-mana,” canda James pada dua rekannya.

“Tangan Chou terluka, tapi dia tidak membiarkan aku melihat lukanya.”

Angel segera menarik tangannya. Seandainya bukan di dalam laboratorium mungkin dia akan membiarkan tangan hangat pemuda tampan yang jenius itu menggenggam jemarinya berlama-lama. Seandainya Chou tahu gemuruh di dada Angel saat jari mereka saling menggenggam ....

“Terluka kenapa?” James menatap Chou yang sedang membersihkan lukanya dengan alkohol swab.

“Aku tadi melihat si nomor dua puluh sembilan tidak ada di kurungan. Mungkin aku mengganggu teman-temannya yang sedang tidur, salah satu dari mereka menggigitku.” Chou memperlihatkan ujung jarinya yang sobek kecil dan sarung tangan yang juga terkoyak cukup lebar.

“Kurungan nomor berapa?” Wajah James berubah tegang.

“Kurungan D13. Aku heran kemarin masih lengkap tiga puluh ekor. Pagi ini berkurang satu, tapi aku lihat catatan sebelumnya tidak ada riwayat yang mati.”

Chou menyodorkan catatan yang setiap hari harus diisi oleh petugas jaga yang bertanggungjawab sesuai jam kerja.

“Kamu yakin? Sudah kamu cek ulang? Sudah cek kurungan yang lain?” James cemas sekaligus tegang, dia berkali-kali membaca laporan timnya.

“Eh, kamu tidak melihat jariku luka begini? Kamu pikir mengapa aku digigit? Itu karena aku berkali-kali mengecek dan mencari nomor dua puluh sembilan. Tidak mungkin tertukar kurungan. Kalau memang iya, harus ada yang bertanggungjawab.” Chou sedikit tersinggung karena James sebagai ketua tim meragukan kinerjanya.

Sorry, bukan begitu maksudku, aku hanya ...,” James tidak sempat menyelesaikan kalimatnya.

“Ada apa James?” tanya Profesor Lim.

James hanya terdiam dengan wajah tegang. Ada sebersit ketakutan bila dia mengatakan yang sebenarnya, tetapi dia tidak mungkin berbohong. Setiap sudut ruang laboratorium terpasang CCTV yang merekam semua kegiatan selama 24 jam penuh setiap hari.

“Nomor dua puluh sembilan dari kurungan D13 ... menghilang, Prof.”

James menyerahkan berkas laporan dari sif sebelumnya. Sang Profesor menatap tajam mahasiswa andalannya satu persatu. Dahinya berkerut.

“Bagaimana bisa?” Suara Profesor Lim nyaris seperti bisikan. Kalau sudah begitu, artinya ada yang sangat serius terjadi. Para mahasiswanya sudah sangat mengenal kebiasaan Profesor terbaik versi Dewan Komunis China itu.

Kurungan D13, tidak sembarangan petugas boleh mendekatinya. Hanya orang tertentu dan mendapat wewenang khusus yang boleh mengecek keadaan kelelawar-kelelawar yang ada di dalamnya. Hewan-hewan ini memang diperuntukkan untuk percobaan. Bila menggunakan anjing atau kelinci, selain biaya yang mahal, sejumlah organisasi penyayang binatang akan terus menerus mengganggu mereka dengan surat protes yang tidak berhenti mereka kirimkan.

“Siapa terakhir yang mengawasi kurungan D13?” tanya Profesor yang sudah memutih seluruh rambutnya itu.

James segera melihat daftar nama petugas yang mengawasi kurungan D13 selama 24 jam terakhir.

“Chen, Siau Chen Liu. Chou, bisa kau hubungi dia? Siapa tahu dia masih belum pulang.”

Chou segera melakukan perintah James. Dia mengambil telepon genggamnya dari saku seragam lalu menekan nomor telepon Chen.

“Chen, kau di mana? Segera kembali ke laboratorium, Profesor Lim mencarimu.”

Tanpa basa-basi Chou langsung meminta Chen kembali ke laboratorium

“Ada apa?” tanya Chen di ujung telepon.

“Pokoknya kau segera ke laboratorium, urgen!” tegas Chou.

“Ok.”

Setelah mendengar jawaban Chen, Chou segera menutup telepon selularnya. Dia mengangguk pada James, mengisyaratkan tugasnya sudah dia lakukan.

“Sebentar lagi Chen datang, Prof.”

Profesor Lim mengangguk mendengar laporan James.

Angel pura-pura sibuk dengan beberapa gelas piala berisi cairan berwarna kuning. Chou mendekat, membantunya menyusun tabung-tabung reaksi di raknya. Angel merapatkan tubuhnya pada Chou.

“Kenapa semua panik?” tanya Angel lirih.

“Kamu tidak tahu?” Chou balik bertanya.

Angel menggeleng. Dia benar-benar tidak paham mengapa kurungan D13 sangat istimewa. Dia termasuk yang ada di tim proyek ini sejak awal, tetapi tidak semua dia tahu. Hal itu karena ada rumor yang beredar kalau proyek ini adalah salah satu proyek rahasia pemerintah pusat, hanya beberapa orang saja yang diberi akses untuk ‘tahu segalanya’ dan yang pasti mereka memang orang-orang istimewa.

“Kurungan D13, adalah proyek rahasia itu. Semakin sedikit yang kamu tahu akan semakin baik.”

Chou bicara dengan suara sangat pelan, nyaris berbisik. Angel yang mendengarnya tertegun, tubuhnya menegang.

“James, jaga jangan sampai berita hilangnya nomor dua puluh sembilan tersiar keluar. Aku tidak mau orang-orang panik.” Semua terdiam mendengar ucapan Profesor Lim yang tegas dan sangat hati-hati. Raut wajahnya sangat serius dengan sorot mata tajam.

“Baik, Prof,” jawab James tidak kalah tegas.

"Jangan lupa, cek CCTV dua hari terakhir," perintah Profesor Lim sambil berjalan ke luar laboratorium.

"Siap, Prof,” jawab James tegas.

Kemudian dia berpaling ke arah Chou, “Chou bisa kau minta petugas keamanan mengirimkan rekaman CCTV dua hari terakhir khusus ruangan ini? Katakan saja Profesor Lim ingin mengecek hasil tes pada kelelawar kita. Ingat, jangan bicara macam-macam!" pesan James pada Chou yang menjawab dengan anggukan saja.

Sepagi ini, dahi James berkeringat cukup deras. Padahal, sudah hampir musim dingin. Dia benar-benar panik dan tidak bisa berpikir jernih hari ini.

“Tenanglah, James. Kita pasti menemukannya, apa pun caranya.”

Chou memang selalu bisa menutupi perasaannya. Sepanik apa pun keadaan, dia tetap bisa tenang dan tampil bersahaja. Walau sebenarnya dia sempat gemetar ketika pandangannya beradu dengan Profesor Lim tadi.

“Kenapa Chen lama sekali?” teriak James kesal sambil membanting laporan yang berkali-kali dibacanya.

Sementara itu, Angel berdiri di sudut laboratorium dengan tubuh gemetar.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status