Share

bab 2

Penulis: Wee Dee
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-05 23:45:20

“Angel, bisa kau keluar sebentar?” mohon James saat Chen masuk ruangan.

Pemuda berkacamata tebal itu mengerutkan dahinya, tanpa sengaja pandangannya bertabrakan dengan Angel. Ada berjuta tanya di balik mata bening itu. Namun, tidak ada yang berani bersuara. Wajah James sangat tegang, Chen berdiri di depannya. Mereka menunggu Chou dan Profesor Lim yang masih memeriksa ruang laboratorium lainnya.

Gedung Wu Chan Institute of Virology, sangat luas. Sebagai laboratorium biosafety level empat pertama yang didirikan di China daratan, tentu semua tahu kualitas mereka bukan abal-abal. Bila sampai ada kejadian hewan percobaan mereka hilang, tentu suatu hal yang sangat mustahil.

Sejak berdiri tahun 1956, sampai mereka mendapat kepercayaan dari luar negeri untuk menjadi salah satu laboratorium rujukan untuk bidang yang tidak biasa ini, tidak pernah ada catatan buruk tentang kinerja mereka. Semua staf adalah lulusan terbaik dari penjuru Negeri Tirai Bambu. Tidak sedikit yang juga mendapat beasiswa dari berbagai universitas terbaik dunia. Salah satunya James. Kawan-kawannya mungkin lupa nama aslinya, sejak dia mengidolakan tokoh James Bond, semua kawan memanggilnya James. Dia sangat terobsesi pada tokoh penuh pesona yang sangat pandai memikat wanita itu.

“Ada apa sebenarnya James?” tanya Chen mulai tidak sabar.

James seperti mengabaikan Chen yang mulai gelisah. Mata temannya itu tidak lepas dari layar komputer di depannya. Chen tidak tahu apa yang James cari sebenarnya. Layar itu hanya menampilkan sederet angka dan aksara yang tidak semua orang paham. Itu adalah salah satu kelebihan James, bisa membaca bahasa komputer. Tidak heran dia selalu menjadi mahasiswa favorit para dosen karena kecerdasanya.

“James ... Hari ini aku ada janji acara untuk memperingati kematian kakekku. Keluargaku sudah menunggu di rumah. Aku harus segera pulang ke Hainan agar tidak terlambat, kalau aku tidak dibutuhkan di sini, boleh aku pulang?” Chen sedikit kesal karena rencananya berantakan.

James menoleh, memandang tajam pemuda yang tingginya tidak lebih dari bahunya itu.

“Telepon keluargamu, katakan kau tidak jadi pulang ke Hainan.” James menatap tajam Chen tanpa berkedip.

“Maksudmu? Sebenarnya ada apa, James? Katakan masalahnya, biar aku cepat menyelesaikan semua dan bisa segera pulang” Chen bertambah kesal karena James tidak segera mengatakan masalah mereka.

Suara pintu otomatis terbuka, Chou masuk sambil membawa rekaman yang James minta.

“Ini dari keamanan, seperti yang kau minta. 48 jam terakhir.” Chou meletakkan CD di meja James.

Chen menatap penuh tanda tanya pada Chou. Teman seangkatan semasa kuliah dulu itu memberi isyarat dengan gelengan kepala agar Chen tidak banyak bicara dulu.

“Angel mana?” Chou menyisir seluruh sudut ruangan dan tidak menemukan gadis pujaannya itu.

“James menyuruhnya keluar,” ujar Chen tanpa basa-basi.

“Kenapa?” tanya Chou sambil mengernyitkan dahinya.

Chen mengangkat bahu sambil berjalan ke arah pintu.

“Chen, jangan pergi dulu. Profesor Lim sebentar lagi datang,” panggil James.

“Aku hanya mau ke toilet! Aku tidak akan kabur!” jawab Chen emosi.

“Ada apa ini?” Tiba-tiba suara penuh wibawa Profesor Lim mengagetkan semua.

“Chen mau pergi, Prof. Saya mencegahnya,” adu James.

“Saya cuma mau ke toilet, Prof,” sanggah Chen.

Profesor yang sudah memasuki usia pensiun itu memandang kedua mahasiswa terbaiknya itu dengan mata menyipit.

“Kamu ke toilet dulu, setelah itu segera kembali kemari. James, sudah periksa rekaman dari pihak keamanan?” tanya Prof. Lim seraya mendekat ke meja kerja mereka.

“Saya belum selesai memeriksanya, Chou baru saja datang membawa rekaman ini,” kata James sambil mengubah posisi layar komputer agar Profesor Lim bisa melihat lebih jelas.

James, Chou, dan Profesor Lim memperhatikan dengan saksama layar komputer yang menayangkan rekaman dua hari yang lalu sampai tadi malam. Tiba-tiba, mereka saling pandang. Wajah Chou pucat.

James berjalan mondar-mandir sambil tak henti berkata,”Oh, My God ... Oh, My God ....”

Profesor Lim menghela napasnya, “Panggil dia kemari, James. Dia bagian dari timmu, kan?” perintah Profesor Lim pelan, tetapi tegas.

Tidak berapa lama, Chen masuk ke ruangan. Memandang Chou yang terduduk lemas dengan wajah pucat dan terlihat sangat gelisah.

“Ada apa?” tanya Chen pada Chou.

Chou hanya menggeleng lemah.

“Mana James?” tanya Chen agak berbisik.

“Mencari Angel,” jawab Chou singkat.

Sepuluh menit berlalu, tiba-tiba James masuk ruangan dengan panik.

“Chou, kau tahu rumah keluarga Angel?” tanya James.

“Angel kenapa?” tanya Chou dan Chen hampir serempak.

“Dia menghilang ...,” kata James dengan bibir bergetar.

Chou bangkit dan menatap tajam James. Dia tidak percaya kalau Angel menghilang tanpa jejak.

“Kau sudah mencarinya ke semua tempat? Taman samping? Balkon di atas ruang meeting? Taman kecil dekat tempat parkir motor? Atau ... atau ... kedai sarapan di depan? Kantin? Kau sudah cek semuanya?” suara Chou bergetar dengan tubuh gemetar juga.

“Chou, tenangkan dirimu. Kita tidak usah panik. James hubungi keamanan. Katakan agar mereka memperketat pemeriksaan di pintu keluar masuk. Chen, kamu pergi ke lantai atas, periksa semua lab dan tanya kepada semua teman Angel di sini. Chou, kalau kau sudah tenang, segera cek kedai tempat kalian biasa makan. Siapa tahu kekasihmu itu lapar dan pergi membeli makanan.” Profesor Lim bicara pelan dan tegas.

Chou hanya bisa terdiam dan agak terkejut ketika profesornya itu mengatakan ‘kekasihmu’. Dia tidak menyangka hubungannya dengan Angel sudah diketahui dosennya itu.

“Chen, apa yang kau tunggu?” Profesor Lim menatap Chen yang terlihat gelisah.

“Maaf, Prof, hari ini saya harus segera berangkat ke Hainan. Ada acara keluarga yang tidak bisa saya lewatkan. Lagi pula saya sudah mengajukan cuti sejak bulan lalu.” Wajah Chen terlihat memelas.

Profesor Lim menatapnya beberapa saat, “Mana nomor telepon keluargamu? Biar aku yang bicara kepada mereka kalau kau hari ini tidak bisa pulang dan cutimu dibatalkan.”

Chen menelan ludahnya sendiri. Dia mengerti dan paham maksud Profesor Lim. Tanpa menunggu lagi, dia segera ke luar ruangan dan menuju lantai atas.

“Chou, apa pun yang terjadi, ini bukan kesalahanmu. Jangan salahkan dirimu sendiri.” Profesor Lim menepuk bahu Chou pelan untuk memberi semangat kepadanya.

Chou tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Dia segera ke luar ruangan, menuju tangga ke lantai bawah. Dari pintu samping, dia menuju taman dekat tempat parkir. Di sana biasanya mereka makan siang sambil bersantai sejenak dari kepenatan rutinitas. Ada pohon beringin yang rindang dan pohon perdu yang agak tinggi, hingga membuat tempat itu sangat sejuk dan nyaman di siang hari. Apalagi musim panas, mereka sangat suka berada di sana.

“Semoga Angel ada di sana,” gumam Chou.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 25

    “Bagaimana mungkin?” tanya Angel hampir tidak percaya.“Itulah yang membuat kami memutuskan mengirim kalian ke Beijing. Penelitian kalian bisa dibilang paling berhasil di antara tim-tim yang lain,” ujar Tuan Guan sambil membuka file yang lain dari komputernya.“Tim-tim yang lain? Sebenarnya ada berapa tim yang terlibat dengan penelitian corona virus ini, Prof?” tanya Chou hati-hati.“Kalian tidak mengira akan banyak tim yang terlibat, kan? Ini proyek besar. Hasil dari penelitian ini akan membuat kita semua dikenal dan dikenang. Mengangkat nama besar negara kita dan menjadikan bangsa ini dihargai, bahkan ditakuti dunia. Apa menurut kalian proyek ini hanya tentang karier kalian di WIV?” Tuan Guan mengakhiri kalimatnya seraya memperlihatkan layar komputer pada empat pemuda yang masih terkejut dengan semua info yang baru mereka terima.Di layar komputer terlihat rekaman dari proses penyilangan coronavirus SARS d

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 24

    Tepat pukul 08.00, kedua senior yang mereka tunggu datang. Lengkap dengan dua box berisi data lengkap penelitian selama hampir tiga tahun. Box plastik yang lumayan besar itu diletakkan di sebuah meja beroda yang di dorong oleh Dao. Tim James mengernyitkan dahinya melihat pemandangan ganjil itu. Seorang ketua tim yang terkenal sangat arogan melakukan pekerjaan yang receh. Bagaimana mungkin itu terjadi pada seorang ketua tim yang otoriter dan keras kepala.“Terima kasih Dao, kau boleh pergi.” Profesor Zangli berdiri di depan pintu dan tangannya sengaja menahan tubuh Dao yang hendak masuk ke laboratorium.“Tugasmu sudah selesai, kau boleh kembali ke laboratoriummu. Oh, iya, jangan lupa, nanti sore timmu akan bertemu dengan Profesor Kim di ruang rapat utama. Ingatkan teman-temanmu.” Tuan Guan mendekat dan segera menutup pintu laboratorium sebelum Dao menjawab.Di balik pintu kaca, Dao menatap tajam pada James yang melambaikan tangan sambil te

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 23

    Pagi hari, di Wu Chan. Distrik Jiangxia, bermandikan sinar matahari pagi yang hangat. Empat orang anak muda menyusuri tepi sungai Yangtze sambil berbincang santai. Jalanan masih sepi, maklum waktu masih menunjukkan pukul 06.00. Namun, karena ini adalah akhir musim semi, matahari sudah mulai bersinar terang menyambut awal musim panas. Sungai Yangtze atau sungai Panjang adalah sungai terpanjang di daratan China dan Asia, serta menjadi yang terpanjang ketiga di dunia. Sungai yang membelah kota Wu Chan dan membaginya ke dalam beberapa distrik itu menjadi pembatas kebudayaan kuno China di selatan, sedang batas di utara adalah sungai Kuning. Distrik Jiangxia sendiri terletak di sebelah timur atau kanan sungai Yangtze. Distrik yang paling sedikit jumlah penduduknya. Alam pedesaan yang masih asri lebih mendominasi distrik ini. Makanya, salah satu daya tarik wisata Jiangxia adalah alamnya yang masih asri. “Chou, semalam kau yakin itu Wangli yang meneleponmu?” James me

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 22

    Siapa yang tidak iri, mendengar rekanan satu proyek-walau bukan satu tim-mendapat undangan ke tempat paling bergengsi di daratan China. Bahkan, keberadaan Chinese Academy of Sciences sudah diakui dunia sebagai salah satu yang terbaik di Asia. CAS berkantor pusat di distrik Xijheng, Beijing. Berada langsung dibawah Dewan Negara Republik Rakyat China. Artinya semua yang melibatkan CAS berada di bawah kendali langsung dewan tertinggi partai berkuasa di China. CAS memiliki 100 institut cabang, dua universitas bergengsi, dan beberapa perusahaan komersial. Salah satu perusahaan komersial yang terbesar dan sudah diakui dunia kualitasnya adalah Lenovo. Shanghai Institute of Material Medica hanya salah satu cabang dari seratus institute yang tersebar di seluruh pelosok China. Salah satu bagian dari CAS yang menjadi basis penelitian tentang virus dan penyakit yang pernah menjadi pandemi dunia adalah Wuhan Institute of Virology. CAS bekerjasama dengan The Word Academy of Sciences untuk menghasi

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 21

    James tampak berlari kecil menuruni tangga sesaat setelah Chou meneleponnya. Beruntung urusannya sudah selesai dengan Profesor Kim saat gawainya berbunyi. Pintu kaca laboratorium yang hanya bisa dibuka dengan chip yang tertanam di kartu identitas tiap-tiap pekerja itu terbuka setelah James menempelkan kartu ID-nya di detektor yang terpasang di kanan pintu. “James ... bagaimana kabarmu, anak muda?” Profesor Lim muncul dengan wajah ceria dan senyum lebar. “Ba-baik, Prof. Saya baik-baik saja, terima kasih sudah bertanya.” James justru agak gugup melihat profesor senior di WIV saat masih sangat pagi. Sedari tadi dia gelisah, takut kasus hari itu akan dibuka kembali. Doanya sejak keluar dari ruang Profesor Kim hanya satu, semoga tidak ada lagi yang ingat tentang kelelawar nomor 29 itu. “Bagus, temanmu si dokter hewan itu belum datang?” Profesor Lim menanyakan Chen yang belum tampak batang hidungnya. James, Chou, dan Angel saling pandang. Chou segera berinisiatif menelepon Chen lagi. Be

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 20

    Bab 20Gedung Wu Chan Institute of Virology, lantai dua.“Chou, mengapa perasaanku tidak enak kalau ingat kelelawar itu. Apa menurutmu hewan itu benar-benar sudah mati?” tanya Angel.Chou masih terus menatap layar komputer di depannya. Sesekali jarinya menekan keyboard untuk mencari file yang dia inginkan.“Chou ...,” panggil Angel.“Apalagi? Semua sudah beres. Jangan terlalu khawatir. Tidak akan ada masalah, percayalah. Kamu tenang saja, ada aku dan James serta Chen yang akan membereskan semua bila terjadi hal yang tidak diinginkan.”Gadis itu menatap lelaki yang selalu melindunginya dari segala kesulitan. Angel merasa seperti mempunyai malaikat penjaga sejak mengenal Chou. Empat tahun dia sudah mengenal lelaki yang dua tahun belakangan resmi menjadi pacarnya itu. Kedekatan mereka pun karena terlibat dalam satu proyek untuk bahan skripsi mereka. Angel sempat terkejut saat dia menjadi satu ti

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 19

    Bab 19“Yuma, papamu mana?” tanya tetangga depan rumah mereka.“Ada di dalam, Paman. Dia sedang menyiapkan kelelawar dan ular tangkapannya untuk dibawa ke Huanan,” kata si bocah dengan rambut hanya sejumput di bagian depan saja itu sambil mengambil tali yang diminta papanya.“Banyakkah tangkapan papamu?” tanya si Paman penasaran.“Lumayan, Paman. Aku tadi juga menangkap seekor kelelawar,” kata Yuma dengan bangga.“Benarkah? Hebat kau!” puji tetangga mereka sambil melangkah masuk rumah.“A Xiu, besok jadi pergi ke Huanan?”“Entahlah! Tangkapanku belum banyak, tetapi kalau terlalu lama disimpan di sini, aku takut mereka mati. Kalau mati harganya bisa turun,” jelas A Xiu sambil mengikat beberapa karung berisi binatang melata.“Apa kita harus ke hutan dulu? Tapi sekarang penjagaan sangat ketat, k

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 18

    Bab 18 Mey Ling terkesiap, tubuhnya limbung ke belakang dan hampir jatuh. Sebuah tangan kokoh menopang tubuhnya agar tidak ambruk. “Hati-hati, Nona,” kata lelaki dengan seragam khas penjaga pintu masuk mal. Dia menyeringai, sambil mencengkeram lengan Mey Ling. Gadis itu baru tersadar siapa yang tiba-tiba muncul itu. Penjaga pintu keluar mal itu semakin kuat mencengkeram lengan Mey Ling yang berusaha melepaskan diri. “Apa maumu?” bentak Mey Ling. “Berikan I-padmu! Atau kau ingin menjadi seperti temanmu itu?” ancam lelaki asing itu sambil melirik tempat sampah. Mey Ling berusaha tetap tenang. Dia menyadari berbohong adalah hal sia-sia karena mereka pasti sudah tahu semua. Lelaki dengan rambut klimis dan rapi, jelas Mey Ling pun tahu siapa mereka. Sebenarnya sebagai kurir yang biasa membawakan pesanan klien bosnya, dia sudah terbiasa menghadapi bahaya yang mengancam nyawanya. Kematian bukan hal yang mengeju

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 17

    Satu notifikasi masuk ke telepon genggam Harrison.“Ok, sudah masuk,” kata Harrison sambil mengacungkan ibu jarinya.Lelaki tanpa nama itu segera berdiri, mengambil gawai, kacamata, dan satu kotak wadah kacamata yang barusan dia pakai saat melihat I-pad Mey Ling.“Kapan kalian akan mentransfer datanya?” tanyanya gugup dengan wajah masih pucat. Sangat jelas terlihat dia belum bisa menghilangkan keterkejutannya saat melihat layar I-pad tadi.“Sebelum Anda sampai di hotel, data itu sudah selesai kami transfer,” sahut Mey Ling sambil memamerkan senyum manisnya.“Ba-baiklah, aku pergi dulu.”Lelaki berwajah asia tenggara itu bergegas meninggalkan kedai Pizzaexpress. Terlihat dia sangat terburu-buru. Beberapa kali tubuhnya yang agak tambun itu bertabrakan dengan orang lain. Mey Ling mengerutkan dahinya. Matanya terus mengawasi lelaki itu sampai hilang di kerumunan orang yang lalu

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status