Share

bab 2

“Angel, bisa kau keluar sebentar?” mohon James saat Chen masuk ruangan.

Pemuda berkacamata tebal itu mengerutkan dahinya, tanpa sengaja pandangannya bertabrakan dengan Angel. Ada berjuta tanya di balik mata bening itu. Namun, tidak ada yang berani bersuara. Wajah James sangat tegang, Chen berdiri di depannya. Mereka menunggu Chou dan Profesor Lim yang masih memeriksa ruang laboratorium lainnya.

Gedung Wu Chan Institute of Virology, sangat luas. Sebagai laboratorium biosafety level empat pertama yang didirikan di China daratan, tentu semua tahu kualitas mereka bukan abal-abal. Bila sampai ada kejadian hewan percobaan mereka hilang, tentu suatu hal yang sangat mustahil.

Sejak berdiri tahun 1956, sampai mereka mendapat kepercayaan dari luar negeri untuk menjadi salah satu laboratorium rujukan untuk bidang yang tidak biasa ini, tidak pernah ada catatan buruk tentang kinerja mereka. Semua staf adalah lulusan terbaik dari penjuru Negeri Tirai Bambu. Tidak sedikit yang juga mendapat beasiswa dari berbagai universitas terbaik dunia. Salah satunya James. Kawan-kawannya mungkin lupa nama aslinya, sejak dia mengidolakan tokoh James Bond, semua kawan memanggilnya James. Dia sangat terobsesi pada tokoh penuh pesona yang sangat pandai memikat wanita itu.

“Ada apa sebenarnya James?” tanya Chen mulai tidak sabar.

James seperti mengabaikan Chen yang mulai gelisah. Mata temannya itu tidak lepas dari layar komputer di depannya. Chen tidak tahu apa yang James cari sebenarnya. Layar itu hanya menampilkan sederet angka dan aksara yang tidak semua orang paham. Itu adalah salah satu kelebihan James, bisa membaca bahasa komputer. Tidak heran dia selalu menjadi mahasiswa favorit para dosen karena kecerdasanya.

“James ... Hari ini aku ada janji acara untuk memperingati kematian kakekku. Keluargaku sudah menunggu di rumah. Aku harus segera pulang ke Hainan agar tidak terlambat, kalau aku tidak dibutuhkan di sini, boleh aku pulang?” Chen sedikit kesal karena rencananya berantakan.

James menoleh, memandang tajam pemuda yang tingginya tidak lebih dari bahunya itu.

“Telepon keluargamu, katakan kau tidak jadi pulang ke Hainan.” James menatap tajam Chen tanpa berkedip.

“Maksudmu? Sebenarnya ada apa, James? Katakan masalahnya, biar aku cepat menyelesaikan semua dan bisa segera pulang” Chen bertambah kesal karena James tidak segera mengatakan masalah mereka.

Suara pintu otomatis terbuka, Chou masuk sambil membawa rekaman yang James minta.

“Ini dari keamanan, seperti yang kau minta. 48 jam terakhir.” Chou meletakkan CD di meja James.

Chen menatap penuh tanda tanya pada Chou. Teman seangkatan semasa kuliah dulu itu memberi isyarat dengan gelengan kepala agar Chen tidak banyak bicara dulu.

“Angel mana?” Chou menyisir seluruh sudut ruangan dan tidak menemukan gadis pujaannya itu.

“James menyuruhnya keluar,” ujar Chen tanpa basa-basi.

“Kenapa?” tanya Chou sambil mengernyitkan dahinya.

Chen mengangkat bahu sambil berjalan ke arah pintu.

“Chen, jangan pergi dulu. Profesor Lim sebentar lagi datang,” panggil James.

“Aku hanya mau ke toilet! Aku tidak akan kabur!” jawab Chen emosi.

“Ada apa ini?” Tiba-tiba suara penuh wibawa Profesor Lim mengagetkan semua.

“Chen mau pergi, Prof. Saya mencegahnya,” adu James.

“Saya cuma mau ke toilet, Prof,” sanggah Chen.

Profesor yang sudah memasuki usia pensiun itu memandang kedua mahasiswa terbaiknya itu dengan mata menyipit.

“Kamu ke toilet dulu, setelah itu segera kembali kemari. James, sudah periksa rekaman dari pihak keamanan?” tanya Prof. Lim seraya mendekat ke meja kerja mereka.

“Saya belum selesai memeriksanya, Chou baru saja datang membawa rekaman ini,” kata James sambil mengubah posisi layar komputer agar Profesor Lim bisa melihat lebih jelas.

James, Chou, dan Profesor Lim memperhatikan dengan saksama layar komputer yang menayangkan rekaman dua hari yang lalu sampai tadi malam. Tiba-tiba, mereka saling pandang. Wajah Chou pucat.

James berjalan mondar-mandir sambil tak henti berkata,”Oh, My God ... Oh, My God ....”

Profesor Lim menghela napasnya, “Panggil dia kemari, James. Dia bagian dari timmu, kan?” perintah Profesor Lim pelan, tetapi tegas.

Tidak berapa lama, Chen masuk ke ruangan. Memandang Chou yang terduduk lemas dengan wajah pucat dan terlihat sangat gelisah.

“Ada apa?” tanya Chen pada Chou.

Chou hanya menggeleng lemah.

“Mana James?” tanya Chen agak berbisik.

“Mencari Angel,” jawab Chou singkat.

Sepuluh menit berlalu, tiba-tiba James masuk ruangan dengan panik.

“Chou, kau tahu rumah keluarga Angel?” tanya James.

“Angel kenapa?” tanya Chou dan Chen hampir serempak.

“Dia menghilang ...,” kata James dengan bibir bergetar.

Chou bangkit dan menatap tajam James. Dia tidak percaya kalau Angel menghilang tanpa jejak.

“Kau sudah mencarinya ke semua tempat? Taman samping? Balkon di atas ruang meeting? Taman kecil dekat tempat parkir motor? Atau ... atau ... kedai sarapan di depan? Kantin? Kau sudah cek semuanya?” suara Chou bergetar dengan tubuh gemetar juga.

“Chou, tenangkan dirimu. Kita tidak usah panik. James hubungi keamanan. Katakan agar mereka memperketat pemeriksaan di pintu keluar masuk. Chen, kamu pergi ke lantai atas, periksa semua lab dan tanya kepada semua teman Angel di sini. Chou, kalau kau sudah tenang, segera cek kedai tempat kalian biasa makan. Siapa tahu kekasihmu itu lapar dan pergi membeli makanan.” Profesor Lim bicara pelan dan tegas.

Chou hanya bisa terdiam dan agak terkejut ketika profesornya itu mengatakan ‘kekasihmu’. Dia tidak menyangka hubungannya dengan Angel sudah diketahui dosennya itu.

“Chen, apa yang kau tunggu?” Profesor Lim menatap Chen yang terlihat gelisah.

“Maaf, Prof, hari ini saya harus segera berangkat ke Hainan. Ada acara keluarga yang tidak bisa saya lewatkan. Lagi pula saya sudah mengajukan cuti sejak bulan lalu.” Wajah Chen terlihat memelas.

Profesor Lim menatapnya beberapa saat, “Mana nomor telepon keluargamu? Biar aku yang bicara kepada mereka kalau kau hari ini tidak bisa pulang dan cutimu dibatalkan.”

Chen menelan ludahnya sendiri. Dia mengerti dan paham maksud Profesor Lim. Tanpa menunggu lagi, dia segera ke luar ruangan dan menuju lantai atas.

“Chou, apa pun yang terjadi, ini bukan kesalahanmu. Jangan salahkan dirimu sendiri.” Profesor Lim menepuk bahu Chou pelan untuk memberi semangat kepadanya.

Chou tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Dia segera ke luar ruangan, menuju tangga ke lantai bawah. Dari pintu samping, dia menuju taman dekat tempat parkir. Di sana biasanya mereka makan siang sambil bersantai sejenak dari kepenatan rutinitas. Ada pohon beringin yang rindang dan pohon perdu yang agak tinggi, hingga membuat tempat itu sangat sejuk dan nyaman di siang hari. Apalagi musim panas, mereka sangat suka berada di sana.

“Semoga Angel ada di sana,” gumam Chou.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status