Sabtu adalah hari bebas untuk sebagian besar orang. Sesuai dengan janjinya, hari ini Savian akan pergi ke Bandung untuk menjemput istrinya itu pulang. 4 hari tidak bertemu Carla membuat rasa rindu Savian membuncah. Sebenarnya di hari kedua mereka berpisah, Savian sempat menyesali keputusannya untuk menyuruh Carla menemani Mamanya di Bandung. Hari terasa lebih panjang dan membosankan tanpa Carla di rumah, untuklah Sabtu sudah datang.Mobil Savian berhenti di depan halaman rumah orang tuanya, ia melukis senyum bahagia saat melihat Carla keluar dari dalam rumah dan berjalan menghampirinya sambil tersenyum senang. "Mas..." tubuh Savian terasa hangat saat Carla memeluknya begitu ia keluar dari mobil. "Kangen..." lirih Carla sambil menenggelamkan wajahnya di dada bidang Savian."Aku juga." Savian menjawab setelah menjatuhkan kecupan dalamnya di kepala Carla. Wangi khas Carla dan kehangat seperti ini yang Savian rindukan selama 4 hari. "Bawa apa, Kak?" Deica datang menghampiri, membuat pa
Sambil mengusak rambut basahnya menggunakan handuk, Savian berjalan menuju lemari pakaian. Ia melepas handuk yang melilit setengah badannya lalu memakai baju tidurnya yang sudah istrinya siapkan.Usai berpakaian lengkap, Savian berjalan menuju nakas. Meraih ponsel sembari melirik Carla yang anteng tengkurap di atas ranjang dengan laptop di hadapannya."Tadi Miera telepon," celetuk Carla membuat Savian menahan pandangan ke arahnya."Ban mobilnya Miera bocor. Jadi aku suruh dia ke sini nya besok aja." lanjutnya membuat Savian memijat pangkal hidungnya, nampak frustrasi. "Kan bisa suruh dia naik ojol. Kamu gimana sih! kenapa nggak ngomong dulu sama aku?" sentaknya kesal. Sepasang mata Savian mulai menajam, lengkap dengan rahangnya yang sedikit mengeras. Tidak biasanya Carla ikut campur dengan pekerjaannya, apa lagi mengambil keputusan tanpa bertanya lebih dulu. Carla menghembuskan napas pelan. Ia menegakkan badannya dan menatap Savian dengan jengkel. "Kamu tau nggak sekarang jam berap
"Tapi apa nggak kegedean beli rumah yang ini. Tante cuma tinggal sendiri, kan?" "Tapikan harganya murah, Al. Tante aja kaget lihat rumah gede harganya segitu, apa lagi di Jakarta. Lagi jual butuh, Al?" sahut Mirda yang duduk tenang di kursi belakang.Alvero melirik Mirda lewat kaca. "Iya, di jual karena cerai sama suaminya. Itu yang punya rumah kakaknya calonnya bang Jovan." Meski terlampau fokus pada layar ponselnya, tapi telinga Carla tidak budeg untuk tidak menangkap apa yang barusan Alvero katanya. Dalam sekejap Carla menoleh ke Alvero dengan kening mengernyit. "Kakaknya Shasha maksud kamu?"Alvero menoleh diiringi anggukan singkat. "Rumahnya baru direnovasi padahal, tapi namanya musibah nggak ada yang tau." Carla terdiam. Tadinya ia cukup senang karena menemukan rumah murah di Jakarta, apa lagi rumahnya bagus dan cukup besar. Tapi setelah tau akan hal lainnya, Carla jadi bingung.Apa yang sedang Tuhan rencanakan hingga membawanya masuk ke dalam ranah masa lalu Savian? Apa na
Savian melukis senyum menyambut kepulangan istrinya. Sementara Carla mengernyitkan keningnya kebingungan mendapati sang suami yang sedang santai di atas sofa ruang tengah. Bukankah tadi Savian bilang mau pergi cek lokasi proyek bersama teman kantornya? "Loh mas, kamu nggak jadi pergi?" tanya Carla sembari berjalan mendekati Savian."Nanti sore," Savian menggeser duduknya, memberi ruang untuk Carla duduk di sebelahnya. "Kamu ikut aku, ya? Sekalian nanti kita makan malam di luar."Carla mencibik, "Tumben!" "Kan udah lama kita nggak ngedate, Sayang." ujar Savian seraya menarik Carla ke dalam pelukannya. Carla menahan senyum, tangannya bergerak melingkar dipinggang Savian sebelum mendusel manja di dada bidang milik suaminya."Akhirnya kamu ingat juga." sindir Carla membuat Savian terkekeh. Ya, akhir-akhir ini mereka memang jarang keluar bersama. Sudah serumah, ketemu setiap hari, untuk apa juga keluar bareng? Lebih enak juga kelonan di kamar. Begitu menurut Savian. Tapi agaknya hari
Kaluna: Aku yang ke rumah kamu aja, Car. Aku nggak keberatan kokIsi pesan yang baru saja masuk ke ponselnya membuat Carla berpikir sejenak. Ia tidak masalah jika Kaluna mau ke rumahnya, hanya saja Carla merasa tidak enak. Yang butuhkan dirinya, masa Kaluna yang mendatangi? "Gakpapa, mbak, nanti aku ke rumah mbak aja sama Al," balas Carla. Rencananya hari ini dia akan memberikan uang DP untuk rumah Kaluna yang akan ia beli. Carla dan Mirda sudah mantap untuk meminang rumah itu. Kaluna: Kirim alamat kamu aja ya, Car. Kening Carla mengernyit. Kenapa Kaluna jadi maksa begini? Sudahlah, biar cepat selesai, jadi Carla segera mengindahkan permintaan wanita itu dengan mengirimkan alamat rumahnya. "Sayang, kok malah main ponsel sih? memang sudah enakan?" Savian muncul dan berjalan mendekati. Tangan besar pria itu terulur, menempel di kening Carla. "Aku nggak demam, Mas." jawab Carla. Sejak pulang dari ngumpul-ngumpul dengan rek
Badan Savian membeku melihat siapa yang berdiri di hadapannya saat ini."Savian..."Suara itu masih tersimpan jelas di ingatannya. Intonasi lembut dan halus yang dulu menjadi suara favoritnya. Namun kini, suara itu yang paling Savian benci. Savian bahkan berharap tidak akan pernah mendengar suaranya lagi.Bibir Savian masih bungkam, sepasang matanya tidak bisa berpaling dari wajah ayu milik seorang wanita yang sudah lama tidak ia temui. Bukan terpanah, Savian hanya tidak percaya bagaimana bisa wanita itu menampakkan dirinya tanpa raut sesal?"Siapa yang datang, Mas?" pertanyaan serta kemunculan Carla berhasil menghenyak Savian dari lamunannya. Savian menoleh dan melukiskan senyum ke istrinya itu."Nggak kenal. Teman kamu mungkin, Car." ujar Savian lalu beranjak masuk ke dalam kamar. Biar Carla saja yang menyambut kedatangan wanita itu.Sekarang giliran Carla yang membeku di depan pintu, dia tahu kalau Kaluna akan datang, yang membuatnya terdiam adalah ucapan Savian barusan. Apa Savian
SAVIAN POVCarla masuk ke dalam kamar saat gue sedang ngobrol dengan Miera melalui telepon. Biasa, bahas soal kerjaan. Nggak ada alasan buat gue telepon Miera kalau bukan karena ngomongin masalah kerjaan. Mata gue melirik sebentar ke Carla, dia lagi sibuk sama ponselnya. Tapi, ada perasaan mengganjal di hati gue saat lihat raut wajah dia yang tertekuk dan tampak jengkel. Gue perhatiin dia lamat-lamat, dan benar saja, perlahan pundak Carla bergetar, sedetik kemudian dia menutupi wajahnya dan mulai terisak. "Nanti saya telepon lagi, Mi." Gue memutuskan sambungan telepon begitu saja dan langsung menghampiri Carla yang semakin terisak kencang. Badan gue berlutut di bawah Carla yang sedang duduk di tepi ranjang. Gue peluk dia tanpa mengatakan apa-apa. Biarin dia lepasin perasaannya lebih dulu, biar lebih tenang pas gue tanya-tanya nanti. Setelah tangisnya mereda, gue ngambil segelas air yang ada di atas nakas, terus gue suruh Carla buat minum. Gue usap punggungnya selagi dia menegak ai
Satu bulan sudah berlalu. Semua berjalan dengan lancar dan sesuai rencana Carla. Urusan rumah juga sudah selesai, sayangnya, Carla tidak bisa mengelak ketika hari pernikahan Jovan datang. Sudah dipastikan ia akan bertemu dengan Kaluna di sana."Mas, bangun!" Carla yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung menggeram kesal melihat Savian yang masih terlelap nyenyak di atas ranjang. "Mas, aku tinggal, ya?" ancam Carla. Detik berikutnya mata Savian perlahan terbuka."Masih pagi, Sayang." Savian mengucek sepasang matanya yang masih berat. Ia tidak tahu kenapa Carla bisa bangun dengan begitu semangat pagi ini, padahal mereka baru sempat tidur subuh tadi, tepatnya tiga jam lalu."Akadnya jam sembilan, dua jam lagi. Cepat bangun!" Savian berdecak, ia bergerak menegakan tubuhnya sebelum Carla benar-benar marah. Setelah nyawanya sudah terkumpul semua, barulah ia berjalan menuju kamar mandi."Astaga, mas!" Carla menjerit di depan cermin riasnya. Cewek itu berdesis kesal melihat suaminya y