Wajah Carla yang semula panik perlahan berubah datar dan tercengang melihat Savian yang dengan santai duduk angkat kaki di atas sofa. Pria yang tadi melirih di telepon dan berkata akan pingsan ternyata sedang asik menonton televisi sambil mengemili kripik singkong yang tersedia di atas meja. Kemarahan tercetak jelas di wajah mungil Carla, gadis itu melangkah mendekati Savian sambil bertelak pinggang menunjukan kekesalannya.
"Pak Savian!" teriak Carla membuat Savian yang asik menguyah langsung terlonjak kaget. "Ini yang namanya mau pingsan, iya?!" imbuh Carla masih dengan rasa emosi yang mendominasi. Matanya tak lepas menatap Savian tajam.
Savian berdehem lalu menundukan kepalanya, agak takut melihat tatapan garang Carla.
"Jawab aku, pak!" sentak Carla, napasnya terengah karena emosi dan kelelahan habis mengayuh sepeda dengan jarak yang lumayan. Selama menuju pulang Carla benar-benar panik memikirkan Savian, tapi setelah tau cuma di bohongi, jelas Carla langsu
Carla mengucek matanya yang lengket, ia mengerutkan kening saat merasakan bantalnya tidak seempuk biasanya. Tangan mungil Carla menepuk-nepuk undakan yang menahan kepalanya, kerutan di keningnya semakin tercetak jelas, tidak ada bantal miliknya yang sekeras ini. Perlahan Carla membuka matanya, seketika itu juga ia terkejut hingga terjungkal ke lantai. Carla menatapi tubuhnya, ia lantas menghembuskan napas lega saat menyadari kalau tubuhnya masih terbalut pakaian lengkap. Bagaimana gadis itu tidak jantungan jika bangun tidur langsung di suguhi pemandangan pulas Savian di sampingnya? astaga... bahkan ketika tidur saja Savian masih terlihat tampan! Uuu, Carla meneguk ludah melihat pemandangan indah itu. Tak ingin terlena dengan pesona Savian lebih lama, Carla langsung menggelengkan kepalanya, ia meringis sambil mengusap-usap bokongnya yang terasa nyeri. Masih dengan keterkejutan yang melanda, Carla perlahan merangkak masuk
Sampai sekarang Carla masih kepikiran kenapa dia bisa begitu mudah ketiduran di pelukan Savian. Jangan ketiduran di pelukan Savian, tidur di bawah jam 12 malam menurutnya saja sudah aneh. Carla menderita insomnia, dia baru bisa tidur di bawah jam 3 pagi. Jawaban ada di antara; dada Savian terlalu nyaman sehingga Carla cepat tertidur atau Carla memang kelelahan karena banyak menangis malam itu. Tapi sampai saat ini Carla belum bisa menemukan mana jawaban yang benar. "Car, makan di luar yuk!" Melihat Savian yang datang menghampirinya, Carla langsung mempercepat gerakan tangannya menyeduh kopi. Tubuhnya spontan menggeser saat Savian berdiri di sampingnya. "Gak deh, pak." jawab Carla tanpa menatap Savian yang sedang menuang air ke gelas. Savian menoleh ke arah Carla, memandang gadis itu dengan raut kebingungan, karena tidak biasanya gadis itu berkata dengan nada sedikit
Savian keluar dari dalam kamarnya dan mendapati kehampaan di sana. Tak ada suara televisi, tak ada suara dentingan sendok dan cangkir yang bertabrakan saat mengaduk kopi, juga tak ada suara tawa Carla yang biasanya menggelegar. Sudah hampir satu minggu Savian merasakan perubahan pada Carla. Cewek itu sudah seperti orang yang berbeda, berubah dan tak sama seperti dulu. Banyak perbedaan yang Savian sadari. Carla yang lebih banyak diam dan menghabiskan waktu di luar. Biasanya gadis itu tidak akan peduli apa yang akan keluar dari mulutnya, tapi sekarang ia jadi lebih banyak diam dan takut bicara dengan. Carla juga memiliki hobi baru, yaitu jalan bersama Alvero. Tidak ada hari tanpa jalan dengan Alvero, Savian sampai hafal jam pulang cewek itu. Sekarang sudah jam 10 malam, lihat saja, paling juga 5 menit lagi cewek itu pulang. Sebenarnya Savian sudah menasehati Carla untuk tidak pulang di atas jam 9, tapi dia tidak mendengarkan ucapannya. Savian melangkahk
Memiliki jam tidur normal adalah sebuah kemustahilan bagi Carla. Sejak memasuki dunia SMA, tepatnya saat ia mengetahui kalau kaka tirinya suka masuk ke dalam kamarnya secara diam-diam ketika tengah malam, sejak saat itu Carla jadi sulit untuk tidur di bawah jam 10 malam. Dulu Carla bergadang supaya kaka tirinya tidak masuk ke dalam kamarnya secara diam-diam, tapi nyatanya, kebiasaan buruknya itu berkelanjutan sampai sekarang, bahkan ketika ia sudah pisah rumah dengan kaka tirinya. Menonton drama, mengejarkan tugas kuliah atau membaca novel adalah hal yang biasa Carla lakukan di tengah malam. Dan tentu saja ia lakukan di dalam kamarnya. Tapi malam ini, tiba-tiba Carla merasa bosan di dalam kamar dan lagi pengen nonton di ruang tamu. Alhasil, dia keluar dari dalam kamar sambil meluk bantal. Sebelum mendaratkan bokong di atas sofa, Carla mengintip sebentar di kamar Savian, ternyata pintunya tertutup rapat, semoga saja pria itu sudah tidur. Carla menyalakan televisi, sam
Berbeda dengan kemarin, kini Carla dan Savian sudah berbaikan. Mereka bahkan berangkat ke kampus bersama pagi ini, meski keduanya tidak banyak bicara selama perjalanan menuju kampus. Dan tentu saja Carla meminta Savian untuk menurunkannya di halte bus yang jaraknya lumayan dekat dengan kampus. Carla ambil amannya saja, ia tidak ingin menjadi trending topik di kampus karena ketahuan berangkat bareng Savian, dosen barunya yang dikenal berparas tampan. Kebetulan hari ini kelas Carla ada mata kuliah Savian. Seperti biasa, suasana kelas tentram karena seluruh mahasiswa fokus terpaku pada Savian yang sedang membeberkan materi mata kuliah hari ini. Ya, tentu bukan hanya fokus ke materi saja, tapi juga fokus ke wajah Savian yang membuat para mahasiswi menyeceskan air liurnya. Tak dipungkiri dengan Carla juga, gadis itu melamun sambil memandang Savian yang sibuk menjelaskan dengan sangat serius namun tidak kaku. Tanpa sadar, Carla jadi senyum-senyum sendiri mengingat kelakuan
"Aku sudah bosen ketemu bapak di flat, masa di kampus harus ketemu terus juga sih, pak!" keluh Carla bersamaan dengan ia mendaratkan bokongnya di kursi sebrang meja kerja Savian. Meskipun terbilang dosen baru, tapi hebatnya Savian memiliki ruang kerja sendiri. Bahkan dosen yang lebih lama mengajar di kampus ini ruangannya masih mencampur dengan dosen lain, yang menjadi pembatasnya hanya penyekat meja saja. Apa jangan-jangan orangtua Savian salah satu orang yang menduduki kursi berpengaruh di kampus ini? Di lihat dari gaya hidup Savian yang mewah dan glamor, sepertinya yang Carla pikirkan kecil kemungkinan untuk meleset. "Kamu gak suka saya jadikan PJ?" Carla memutar bola matanya, pake nanya lagi, sudah jelas-jelas sejak tadi ia mengeluh, itu tandanya Carla tidak suka di tunjuk sebagai PJ! "Jelaslah, pak! mending bapak tunjuk yang lain aja deh, banyak kok yang mau jadi PJ." Savia
"Apa... pelukan?!" Suara Misel naik satu oktaf, keterkejutannya tidak bisa ia sembunyikan saat mendengar apa yang Carla katakan. "Kok bisa?" Misel tidak percaya. Berhubung pagi ini Carla tidak ada kelas, dan akan seharian di dalam flat tanpa kegiatan apapun selain mengerjakan tugas kuliahnya. Carla berinisiatif untuk menelepon Misel dan menceritakan semua kejadian yang ia lewatkan bersama Savian. Konsul adalah suatu hal yang penting dan tidak boleh terlewatkan, karena Misel harus tau perkembangan pasiennya. Carla melipat bibirnya, tidak mengira reaksi Misel akan setidakpercaya ini. "Aku juga bingung, Kak. Tapi aku benar-benar gak ngerasa takut sama sekali. Malah... nyaman." cicitnya di ujung kalimat. Agak malu sebenarnya berterus terang seperti ini. Untuk pertama kali Carla curhat ke Misel tentang pria yang bisa membuatnya lupa kalau ia memiliki trauma. "Tapi, Kak, ini cuma berlaku ke dia doang, ke cowok lain nggak." la
"Sial!" Savian mengumpat, ucapan Misel masih menghantuinya sampai saat ini. Depresi? Trauma? Cih, Savian berdecih. Jelas-jelas selama ini Carla tidak menolak sentuhnya, memang sih awal-awal dulu Carla selalu menghindar, tapi itu wajar karena mereka masih baru mengenal. Tak ingin memperpanjang rasa gelisahnya, Savian mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja lalu mengetik pesan yang akan ia kirim ke kontak dengan nama Carla Kalila. Savian: Carla Sambil menunggu balasan pesan dari Carla jari Savian mengetuk pelan meja kerjanya sambil terus memikirkan tentang ucapan Misel, dan beberapa detik kemudian suara tawa Savian menggelegar. Kelakuan Misel sungguh membuatnya tertawa, trauma? itu tidak masuk akal! Ting! Ponselnya berdeting, balasan dari Carla masuk. Dengan tak sabaran Savian membuka pesan dari Carla lalu membalasnya. Carla Kalila: kenapa, pak? Sa