Tiga hari berlalu sejak kejadian malam itu. Malam dimana awal Savian kehilangan harga dirinya untuk pertama kali. Bagaimana bisa Carla menyebut nama pria lain di saat Savian sedang berusaha untuk membuat gadis itu merasa puas?
Kesalahan Carla terlalu fatal, gadis itu membuat harga diri Savian sebagai pejantan sejati terluka. Karena kesalahan tersebut Savian sampai puasa bicara dengan Carla. Savian bahkan menghindari kontak dan kegiatan apapun yang membuatnya berhubungan dengan gadis itu. Semua perasaannya campur aduk, ia malu, kesal dan juga marah kepada Carla.
Sebelum Carla meminta maaf, Savian tidak akan mengubah sikapnya kembali seperti dulu.
Dua jam sudah Savian menerangkan materi mata kuliahnya pagi ini. Seperti biasa, menit-menit terakhir sebelum jam mata kuliahnya selesai Savian membuka sesi tanya -jawab untuk mahasiswa yang belum memahami materinya.
"Cukup? atau masih ada yang ingin bertanya lagi?' Savian mengedarkan pandangannya, menatap sa
"Carla mana, bang? tadi bukannya sama lo?"Chaka mendudukkan bokongnya di kursi panjang sebelah Alvero. Tanpa izin pemuda itu meraih teh botol di atas meja yang entah milik siapa, lantas meneguknya hingga tandas. Tapi, dari raut wajah Frisco yang menatap Chaka tak rela, seperti dia pemilik teh botol itu."Dosen lo gila, ya?" bukannya menjawab pertanyaan dari Alvero, Chaka malah menggerutu kesal.Alvero menatap Chaka penasaran, "Siapa? Pak Savian? Kenapa memang, bang?" Yang langsung Alvero cecer dengan pertanyaan.Chaka meremas kemasan teh botol yang sudah kosong di tangannya hingga tak terbentuk. Mengingat dosen nya Carla yang sedikit gila membuat rasa emosi pemuda itu kembali mendominasi dirinya. Kepala Chaka menggeleng dengan sorot mata kosong menatap ke depan, ia tidak habis pikir ada dosen sekejam Savian. Bodohnya, kenapa Carla mau-mau saja menjadi penanggungjawab dari mata kuliah yang dipegang oleh do
"Ka, aku bisa makan sendiri." tangan Carla bergerak naik, mencegat sendok di tangan Chaka yang melayang ke arah mulutnya. Chaka berdecak, mencekal pelan tangan Carla yang menghalangi sendok yang ia arahkan ke mulut gadis itu, "Biar tugas lo cepet selesai, jadi gue suapin aja, ya. Cepet buka mulutnya!" balas Chaka memerintah dengan tegas. Bibir pemuda itu tersenyum tipis melihat Carla yang akhirnya membuka mulut dan memakan mie ayam yang sedari tadi Chaka paksa untuk di makan. "Ekhem," Savian berdehem, tenggorokannya tiba-tiba terasa kering melihat Carla dan Alvero yang sedang suap-suapan di depan matanya. "Anak pintar," Mengabaikan deheman dari Savian, Chaka hanya fokus kepada Carla saja. Ia memuji dengan manis Carla yang berhasil menelan suapan pertamanya. Tangan Chaka terulur, mengusap sisi bibir Carla yang sedikit berminyak. Savian menggerutu dalam hati, niatnya mengurung Carla di ruangannya i
Sebut saja khilaf, walau Carla ingat kalau setiap sentuhan Savian malam itu sangat ia nikmati. Kejadian tiga hari lalu tidak hilang begitu saja dari ingatan Carla. Jelaslah, ini skinship terjauh yang pertama kali ia lakukan dengan lawan jenis tanpa paksaan dan untuk pertama kalinya juga Carla menikmati sentuhan penuh sensual yang Savian berikan. Carla juga baru tahu kalau ternyata bercumbu rasanya se-luar biasa itu, rasanya seperti membuat dirinya melayang ke udara. Sangat berbeda ketika ia sedang dilecehkan secara paksa oleh kakak tirinya. Tapi, Carla sadar. Dilecehkan atau bercumbu itu sama-sama bukan hal yang dapat ia benarkan selama ia dan Savian tidak memiliki hubungan yang legal. Gadis itu tidak sadar kalau ia seperti terjebak di kesialan yang sama dua kali. Bedanya, yang pertama ia terjatuh karena keadaan, yang kedua ia menjatuhkan diri didalam keadaan. Ditangan laki-laki yang berbeda. Yang di lakukan Gentara salah, tapi yang Savian lakukan
"Mau kemana kamu, Carla?!" Langkah Carla terhenti tepat di depan pintu, tangannya yang hendak menggapai knop itu mengambang di udara. Bahu Carla di tarik pelan dari belakang, membuat tubuhnya praktis berbalik dan berhadapan langsung dengan tubuh Savian yang menjulang. Selaras dengan intonasi suaranya yang tegas, kini wajah pria itu pun ikut mengeras, memperkuat aura ketegasan dari pria yang kini mengenakan kaus polo hitam dan celana bahan selutut. "Saya tanya mau kemana kamu?!" tanya Savian sekali lagi, masih dengan intonasi yang lumayan tinggi. Carla masih terdiam, mengamati wajah Savian yang datar, namun tersirat keseriusan. Detik demi detik berlalu, namun Carla masih betah untuk tidak buka suara dan hanya saling mengunci tatapan satu sama lain. Seakan bertaruh siapa yang berhasil menahan gejolak di dada dalam waktu yang lama. Tidak, bukan, Carla bukan sedang adu tatapan dengan Savi
Tok! Tok! Tok!Carla menggeliat dalam tidurnya. Suara ketukan pintu yang sedikit brutal membuat tangan gadis itu mengambil bantal di dekatnya lalu ia tempelkan untuk menutup daun telinga, meredam suara berisik itu."Car, wake-up!"Decakan kesal keluar dari bibir Carla. Sudah ia duga ketukan pintu itu ulah tangan Savian."Carla!" Savian memanggilnya lagi di iringi ketukan pintu yang entah sudah bunyi keberapa.Dengan wajah merengut kesal Carla menyibak selimutnya, gadis itu lantas berdiri dan berjalan ke arah pintu."Kenapa sih, pak?!" pertanyaan yang keluar dari bibir Carla tidak bisa lembut. Sebab rasa kesal sedang mendominasi gadis yang masih di hantam rasa ngantuk. Sepasang matanya saja masih samar-samar terbuka."Cepat mandi, saya tunggu di meja pantry, kita sarapan bareng." ujar Savian, pria itu sudah berpenampilan rapi dengan setelan formalnya. Usai memberi perintah kepada Carla, Savian
Besok adalah hari terakhir ulangan. Meski begitu, Carla belum bebas dari Savian. Semua aktifitas cewek itu di kampus selalu di awasi oleh Savian, membuat Carla tidak leluasa untuk ikut kumpul dengan teman-temannya di kantin untuk sekedar makan siang bersama sebelum lanjut masuk kelas untuk mengerjakan soal ulangan mata kuliah selanjutnya. Savian: kamu yang keruangan saya sekarang, atau saya yang nyamperin kamu di kantin? Selalu datang pesan Savian yang seperti itu setiap Carla mendudukkan bokongnya di kantin kampus. Dari pada temannya semakin curiga dengan hubungannya dan Savian, jadi lebih baik Carla menjauh sementara dari teman-temannya. "Car, mau kemana?" Suara Frisco tertangkap indra pendengaran Carla yang baru saja bangkit dari duduknya. Carla menggaruk tengkuknya sebentar, menatap satu per satu teman-temannya yang menuntut jawaban. "Aku mau ke perpus, semalam belum belajar." dusta Carla. Jika teman-temannya memperhatikan secara det
"Chaka, tunggu!" Carla ingin mengejar langkah besar Chaka, tapi gadis itu menghentikan langkahnya sebentar lalu menatap sinis ke arah Savian."Bapak kenapa tiba-tiba bahas ciuman, sih! Chaka bisa salah paham tau sama kita!" sambung cewek itu dengan nada ketus. Bagaimana ia tidak marah kalau tiba-tiba Savian mengatakan hal yang ambigu, padahal selama di ruangan mereka tidak melakukan hal semacam itu.Savian mengangkat bahunya dengan raut wajah tak berdosa, "Saya gak bilang kalau yang berciuman luar biasa itu kita. Saya lagi ngebahas ciuman di film ini, luar biasa sekali. Siapa tahu kamu mau mempraktikkan nya bersama saya nanti." jelas Savian sambil menunjukan IPad nya yang beberapa menit lalu ia gunakan untuk menonton film.Dasar dosen sinting!Carla sungguh tidak habis pikir dengan isi kepala Savian yang selalu mengarah ke hal berbau dewasa. Carla tahu memang pria itu sudah dewasa, tapi
Savian: saya tunggu di parkiran Carla: aku pulang bareng Alvero Savian: saya tetap nunggu sampai kamu datang Carla: terserah Carla berjalan dengan wajah tak semenggah. Ia memasukan ponselnya ke dalam saku celana jeans yang ia kenakan, tak peduli meski saat ini ponselnya sedang bergetar, ada panggilan masuk dari Savian di sana. Paling juga pria itu hanya ingin mengomel dan memaksanya untuk datang ke parkiran. Setelah tadi Savian membuat Chaka salah paham terhadapnya, kini pria itu seperti tidak punya muka dan rasa bersalah. Ck! "Mau makan dulu, Car?" Alvero bertanya, mengamati wajah Carla yang seperti tidak memiliki gairah untuk hidup. Alvero pikir saat ini cewek itu sedang lapar, makanya suasana hatinya buruk. "Langsung pulang aja, Al." balas Carla tanpa menatap b