Sebut saja khilaf, walau Carla ingat kalau setiap sentuhan Savian malam itu sangat ia nikmati.
Kejadian tiga hari lalu tidak hilang begitu saja dari ingatan Carla. Jelaslah, ini skinship terjauh yang pertama kali ia lakukan dengan lawan jenis tanpa paksaan dan untuk pertama kalinya juga Carla menikmati sentuhan penuh sensual yang Savian berikan. Carla juga baru tahu kalau ternyata bercumbu rasanya se-luar biasa itu, rasanya seperti membuat dirinya melayang ke udara. Sangat berbeda ketika ia sedang dilecehkan secara paksa oleh kakak tirinya.
Tapi, Carla sadar. Dilecehkan atau bercumbu itu sama-sama bukan hal yang dapat ia benarkan selama ia dan Savian tidak memiliki hubungan yang legal. Gadis itu tidak sadar kalau ia seperti terjebak di kesialan yang sama dua kali. Bedanya, yang pertama ia terjatuh karena keadaan, yang kedua ia menjatuhkan diri didalam keadaan. Ditangan laki-laki yang berbeda.
Yang di lakukan Gentara salah, tapi yang Savian lakukan
"Mau kemana kamu, Carla?!" Langkah Carla terhenti tepat di depan pintu, tangannya yang hendak menggapai knop itu mengambang di udara. Bahu Carla di tarik pelan dari belakang, membuat tubuhnya praktis berbalik dan berhadapan langsung dengan tubuh Savian yang menjulang. Selaras dengan intonasi suaranya yang tegas, kini wajah pria itu pun ikut mengeras, memperkuat aura ketegasan dari pria yang kini mengenakan kaus polo hitam dan celana bahan selutut. "Saya tanya mau kemana kamu?!" tanya Savian sekali lagi, masih dengan intonasi yang lumayan tinggi. Carla masih terdiam, mengamati wajah Savian yang datar, namun tersirat keseriusan. Detik demi detik berlalu, namun Carla masih betah untuk tidak buka suara dan hanya saling mengunci tatapan satu sama lain. Seakan bertaruh siapa yang berhasil menahan gejolak di dada dalam waktu yang lama. Tidak, bukan, Carla bukan sedang adu tatapan dengan Savi
Tok! Tok! Tok!Carla menggeliat dalam tidurnya. Suara ketukan pintu yang sedikit brutal membuat tangan gadis itu mengambil bantal di dekatnya lalu ia tempelkan untuk menutup daun telinga, meredam suara berisik itu."Car, wake-up!"Decakan kesal keluar dari bibir Carla. Sudah ia duga ketukan pintu itu ulah tangan Savian."Carla!" Savian memanggilnya lagi di iringi ketukan pintu yang entah sudah bunyi keberapa.Dengan wajah merengut kesal Carla menyibak selimutnya, gadis itu lantas berdiri dan berjalan ke arah pintu."Kenapa sih, pak?!" pertanyaan yang keluar dari bibir Carla tidak bisa lembut. Sebab rasa kesal sedang mendominasi gadis yang masih di hantam rasa ngantuk. Sepasang matanya saja masih samar-samar terbuka."Cepat mandi, saya tunggu di meja pantry, kita sarapan bareng." ujar Savian, pria itu sudah berpenampilan rapi dengan setelan formalnya. Usai memberi perintah kepada Carla, Savian
Besok adalah hari terakhir ulangan. Meski begitu, Carla belum bebas dari Savian. Semua aktifitas cewek itu di kampus selalu di awasi oleh Savian, membuat Carla tidak leluasa untuk ikut kumpul dengan teman-temannya di kantin untuk sekedar makan siang bersama sebelum lanjut masuk kelas untuk mengerjakan soal ulangan mata kuliah selanjutnya. Savian: kamu yang keruangan saya sekarang, atau saya yang nyamperin kamu di kantin? Selalu datang pesan Savian yang seperti itu setiap Carla mendudukkan bokongnya di kantin kampus. Dari pada temannya semakin curiga dengan hubungannya dan Savian, jadi lebih baik Carla menjauh sementara dari teman-temannya. "Car, mau kemana?" Suara Frisco tertangkap indra pendengaran Carla yang baru saja bangkit dari duduknya. Carla menggaruk tengkuknya sebentar, menatap satu per satu teman-temannya yang menuntut jawaban. "Aku mau ke perpus, semalam belum belajar." dusta Carla. Jika teman-temannya memperhatikan secara det
"Chaka, tunggu!" Carla ingin mengejar langkah besar Chaka, tapi gadis itu menghentikan langkahnya sebentar lalu menatap sinis ke arah Savian."Bapak kenapa tiba-tiba bahas ciuman, sih! Chaka bisa salah paham tau sama kita!" sambung cewek itu dengan nada ketus. Bagaimana ia tidak marah kalau tiba-tiba Savian mengatakan hal yang ambigu, padahal selama di ruangan mereka tidak melakukan hal semacam itu.Savian mengangkat bahunya dengan raut wajah tak berdosa, "Saya gak bilang kalau yang berciuman luar biasa itu kita. Saya lagi ngebahas ciuman di film ini, luar biasa sekali. Siapa tahu kamu mau mempraktikkan nya bersama saya nanti." jelas Savian sambil menunjukan IPad nya yang beberapa menit lalu ia gunakan untuk menonton film.Dasar dosen sinting!Carla sungguh tidak habis pikir dengan isi kepala Savian yang selalu mengarah ke hal berbau dewasa. Carla tahu memang pria itu sudah dewasa, tapi
Savian: saya tunggu di parkiran Carla: aku pulang bareng Alvero Savian: saya tetap nunggu sampai kamu datang Carla: terserah Carla berjalan dengan wajah tak semenggah. Ia memasukan ponselnya ke dalam saku celana jeans yang ia kenakan, tak peduli meski saat ini ponselnya sedang bergetar, ada panggilan masuk dari Savian di sana. Paling juga pria itu hanya ingin mengomel dan memaksanya untuk datang ke parkiran. Setelah tadi Savian membuat Chaka salah paham terhadapnya, kini pria itu seperti tidak punya muka dan rasa bersalah. Ck! "Mau makan dulu, Car?" Alvero bertanya, mengamati wajah Carla yang seperti tidak memiliki gairah untuk hidup. Alvero pikir saat ini cewek itu sedang lapar, makanya suasana hatinya buruk. "Langsung pulang aja, Al." balas Carla tanpa menatap b
Carla menghela napas pelan. Baru saja motor Alvero lengser dari halaman flat, tubuh tinggi menjulang milik Savian langsung keluar dari pintu utama. Kedua tangan pria itu melipat di depan dada, tatapan matanya menatap Carla tajam. Kemarahan terlihat jelas di wajah Savian saat ini karena mendapati Carla yang baru pulang lewat dari jam sepuluh malam."Saya kira kamu gak pulang malam ini, Car." sindiran yang keluar dari mulut Savian tertangkap jelas di indra pendengaran Carla.Langkah Carla berhenti tepat di depan Savian, gadis itu mendongak, membalas sorot Savian yang tengah menghunusnya tajam, "Aku males berdebat, pak." balas Carla dengan suara lemahnya. Gadis itu sungguhan capek dan ingin segera membersihkan diri karena saat ini tubuhnya benar-benar lengket.Carla melanjutkan langkahnya, melewati Savian begitu saja, namun ketika tungkainya hendak memasuki flat, tubuh Carla seketika membatu begitu saja di depan pintu, kerutan di dahinya tercetak jelas
Waktu sudah menunjukan pukul dua belas malam, tapi Carla baru saja keluar dari kamarnya seraya membawa laptop dan buku catatan miliknya. Cewek itu meletakan buku dan laptopnya ke atas meja, lalu ia beranjak ke meja pantry, menyenduh kopi dan mengambil beberapa cemilan untuk menemaninya belajar.Carla kembali belajar di ruang tengah lagi karena Kristal sudah tertidur di kamarnya. Kristal tertidur dengan lampu yang harus di padamkan, membuat Carla mau tak mau mengalah dan harus keluar dari kamar jika ingin belajar.Decitan pintu kamar yang terbuka spontan membuat Carla menoleh, cewek itu mengangkat sebelah alisnya melihat Savian yang baru saja keluar dari kamarnya."Sudah tahu besok masih ulangan, kenapa tadi pulang larut malam?" omel Savian seraya berjalan menuju Carla yang sedang mengaduk kopi. Aroma khas kopi itu menyeruak, menggelitik indra penciuman Savian dan Carla."Sekarang udah wa
Carla berjalan keluar dari kelas dengan pandangan menunduk, menatap tungkainya yang menginjak lantai dan berjalan entah mau mengarah kemana. Ulangan telah selesai hari ini, besok seluruh mahasiswa di liburkan dan masuk kembali pada hari senin.Langkah Carla berhenti di tikungan lorong. Gadis itu terdiam sejenak, sedang berpikir kemana kaki ini akan ia bawa melangkah. Carla menoleh ke arah kanan, ke arah kiri lalu ke arah depan."Chaka..." Gadis itu bergumam dengan pandangan lurus ke depan. Ia bertemu Chaka lagi, pemuda itu masih berpenampilan sama seperti tadi pagi. Topi hitam masih menutupi rambutnya, dan tas punggung masih tersampir di pundaknya."Chaka!" suara Carla memanggil dengan lantang hingga menggema di lorong dan menarik perhatian mahasiswa lain. Tapi Carla tidak perduli, ia langsung berlari menghampiri Chaka yang kali ini diam di tempat."Kamu kenapa gak balas pesan aku?" cici