Mas Kahfi: Assamu'alaikum, Na... Selamat pagi.Mas Kahfi: Hari ini kesiangan enggak sholat subuhnya? Oh iya, jangan telat sarapan, ya.Keina yang baru membuka kedua matanya dan tak sengaja mendapati pop-up pesan dari Kahfi lantas berdecih. Entah kenapa pesan manis itu terlihat menjijikan untuknya. Typing Kahfi benar-benar menggambarkan sosok bapak-bapak yang sudah tua, sangat berbeda dengan Keina yang terbiasa menerima pesan dengan typing gaul dari teman-teman sepantarannya.Tanpa berniat membalas pesan dari suaminya itu, Keina lantas meletakan kembali ponselnya ke atas nakas. Sejenak dia merenggangkan otot-otot badannya sebelum menyibak selimut dan turun dari ranjang. Gadis dengan setelan piyama biru muda itu berjalan menuju jendela kamarnya, membuka ventilasi udara dan menghirup banyak-banyak udara yang belum terkontaminasi polusi.Kepala Keina menoleh ke belakang, melirik jam dinding. Ternya masih pukul enam pagi. Sejujurnya, ini momen langka karena Keina bisa bangun disaat matahar
Kahfi mengelus bibirnya dengan kedua mata tertuju pada ponsel digenggaman. Biasanya di jam-jam segini pria itu sibuk dengan laptop dan pekerjaan, meskipun pekerjaannya sudah selesai tapi dia pasti selalu bertanya ke Sekretarisnya apakah ada pekerjaan yang bisa dia selesaikan saat itu. Namun untuk kali ini Kahfi memilih untuk korupsi waktu, entah kenapa dia lebih memilih untuk berperang dengan isi kepalanya sendiri daripada menandatangi berkas-berkas.Pria dengan kemeja abu-abu itu merenggangkan dasinya. Tangan kanan Kahfi memegang ponsel yang hanya dia tatapi sejak setengah jam lalu, sementara tangan lainnya memutar-mutar bolpoint. Nama sang istri yang asik berlarian di kepalanya menjadi alasan kenapa pria itu asik dengan dunianya sendiri. Kahfi melirik arloji dipergelangan tangannya, jam satu siang. Kalau dia telepon Keina dan bertanya apakah istrinya itu sudah sholat dzuhur dan makan siang, apa Keina akan merasa terganggu? Mengingat bagaimana respon Keina saat ia telepon tadi pagi,
"Maaaaa, takut!" Keina berlari mundur saat mendengar gemercik minyak panas tatkala ia memasukan potongan ayam ke dalam penggorengan. "Ya ampun, Na! Masak aja kayak mau tawuran!" Komentar Dinne yang berdiri diujung pintu dapur sambil memegang ponsel yang menyorot ke arah sang anak. Ya, dia sedang merecord kegiatan Keina untuk dikirim ke Kahfi sebagai laporan. Meskipun Kahfi tidak meminta, tapi Dinne berinisiatif sendiri. "Ma, bantuin aku dong! Kok malah main hape doang!" Gadis itu menatap sang mama kesal, tangan kanannya memegang spatula sementara tangan lainnya memegang tutup panci yang dia ambil spontan untuk melindungi diri dari cipratan minyak. Dinne berdecak, sebelum mengindahkan perintah sang anak, dia mengatur tata letak ponselnya agar kameranya terus menyorot ke arah Keina. Setelah itu dia berjalan mendekati kompor, "Sini, gitu aja udah marah-marah." Dia mengambil alih spatula dari tangan Keina, lalu menggoreng potongan ayam yang tersisa. "Mama kayaknya salah deh, sebelum be
"Na, mobil siapa tuh?"Keina yang sedang asik berbincang dengan Gibral lantas mengalihkan pandangannya ke arah yang sama dengan apa yang Miska lihat saat ini. Sebuah mobil Range Rover yang melaju memasuki perkarangan rumahnya. Perlahan kening Keina berkerut sebelum bibirnya mengeluarkan sebuah decakan sebal setelah tersadar siapa pemilik mobil mewah itu.Ya, siapa lagi kalau bukan suaminya, Kahfi. "Siapa, Na?" Mario ikut bertanya.Dan ketika pintu mobil itu terbuka, memunculkan Kahfi yang keluar dari dalam sana. Hal itu tentu saja membuat rasa penasaran teman-temannya terbayarkan. Jelas mereka masih ingat wajah pria yang duduk di kursi pelaminan bersama Keina menggantikan posisi Dirga yang notebene teman mereka juga. Mereka spontan bangkit berdiri, kecuali Keina yang ekspresinya langsung mendadak bete."Na, kok diam aja, itu suami lo datang!" Miska menarik tangan Keina cepat tatkala melihat Kahfi yang berjalan mendekati mereka dengan seulas senyum manisnya. Jika boleh jujur, tadi Mis
Gadis yang terlelap di atas ranjangnya itu menggeliat, ia menggeram kesal saat mendengar bunyi bel flatnya untuk kesekian kali. Sambil menahan kesal Carla bangun dan berjalan keluar dari kamar, tanpa menyadari kalau ia masih mengenakan tank top dan celana gemes. Mulutnya mendumel sepanjang jalan menuju pintu utama, berharap yang datang adalah kurir paket belajaan agar rasa kesalnya sedikit terminimalisir. "Kamu siapa?" Carla terdiam ketika suara berat menyapa telinga sementara matanya masih terpesona dengan... ketampanannya. Carla mengerjapkan matanya beberapa saat, sejak kapan kurir ekspedisi setampan ini? Ralat, he is fucking handsome! kalau tau kurir yang datang akan setampan ini, seharusnya tadi ia cuci muka dan menyemprotkan face mist dulu supaya wajahnya glowing dan bersih dari sisa skincare tadi malam. "Kamu siapa?" Pria asing itu mengulang pertanyaannya dan memaksa Carla untuk berhenti menikmati ketampanannya.
Carla dan pria yang belum di ketahui namanya itu duduk berhadapan di meja makan, suasana mendadak intens dan mencengkam sejak keduanya memutuskan untuk berdiskusi empat mata.Pria itu sudah memberi penjelasan kepada Carla maksud kedatangannya dan memutuskan untuk tinggal di flat. Jelas Carla langsung menentangnya, ia juga memberi tau pria itu kalau Misel sudah meminjamkan flat ini kepadanya. Tapi pria itu tetap kekeh dan mengklaim kalau flat ini milik sepupunya, jadi ia juga berhak untuk tinggal di flat."Gak bisa, aku yang lebih dulu tinggal di sini, Kak Misel juga udah meminjamkan flat ini ke aku!" Carla langsung cari pembelaan. Dia tidak mau angkat kaki begitu saja setelah dua tahun lamanya menetap dan merawat flat milik Misel.Sebelumnya Carla tinggal di flat minimalis itu bersama Misel, tapi satu bulan lalu Misel harus terbang ke Manchester untuk melanjutkan studinya di sana. Misel bahkan tidak mengatakan apapun tentang sepupunya yang akan tinggal di flat,
Carla panik, ia melangkahkan kakinya mondar-mandir di depan pintu kamar yang tertutup rapat. Beberapa menit lalu ia baru saja mengambil keputusan mengizinkan Savian menginap tidak lebih dari dua malam. Tapi karena keputusan yang tidak ia pikirkan matang-matang itu, sekarang ia jadi tidak tenang. Jantungnya berdetak abnormal, keningnya pun mulai dibanjiri keringat dingin. Bagaimana tidak cemas, sedari tadi Carla khawatir kalau Savian akan bertindak seperti yang kakak tirinya lakukan. "Nanti malam pintunya jangan di kunci ya, dek." Carla menutup kedua telinganya, bisikan itu datang lagi. Tubuh Carla mulai bergetar, dengan tenaga yang masih tersisa Carla memindah kursi dan barang-barang berat lainnya ke depan pintu kamarnya supaya tidak bisa di buka dari luar. Setelah mengunci pintu, Carla langsung naik keatas ranjang, ia menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. "Jangan nangis, nanti mama dan papa dengar." Mendengar bis
Aroma kopi dan roti bakar yang menyeruak pagi ini membuat Carla terbangun dari tidurnya. Seakan terhipnotis, wanita itu langsung keluar dari dalam kamar dengan mata yang masih sayup-sayup terbuka. Savian yang tengah menyeruput kopi sambil membaca koran di pantry langsung terperengah dan tersenyum lebar melihat Carla yang baru keluar dari kamarnya hanya mengenakan oversized t-shirt lengkap dengan wajah bangun tidurnya yang menggemaskan, tapi terlihat seksi di mata Savian.Savian bersiul, matanya masih menatap Carla dari atas sampai bawah dengan pandangan menilai. Pikirannya mulai berkelana saat melihat paha mulus Carla yang terpampang nyata di depan sana, belum lagi sesuatu yang tercetak di dada gadis itu. Sial, Savian merasa ada yang menegang di bawah perutnya. Savian menyeringai, nakal sekali gadis itu berani menggoda imannya di pagi hari begini."Wow, sexy!" celetuk Savian seraya menggigit bibir bawahnya tergoda.Mendengar suara mahluk lain, kening Ca