Perlahan-lahan mata Ririn mulai terbuka, telinganya mendengar sekilas suara orang-orang yang sepertinya sedang bicara.
Pandangan maat Ririn masih buram, hingga membuatnya harus mengedipkan matanya berkali-kali, agar membuat pandangan mata Ririn kembali seperti semula.
Hingga akhirnya pandangan mata Ririn kembali normal dan dirinya bisa melihat jelas. Pertama kali yang Ririn lihat adalah langit-langit ruangan sepertinya.
Mata Ririn melihat sekeliling dan dirinya melihat kalau ia sepertinya sedang berada diruangan yang mewah.
Ririn menyadari dirinya sedang berada dirumah sakit, disaat ada infus yang tepasang dipergelangan tangan miliknya ini.
Dikepala Ririn muncul berbagai pertanyaan, kenapa dirinya bisa berada dirumah sakit dan bagaiamana dirinya bisa berada di kamar Vvip rumah sakit.
"Ririn."
Saat Ririn sedang melamun memikirkan akan dirinya sendiri. Pintu terbuka dan ada orang yang memanggil namanya.
Raut wajah Ririn menjadi malas seketika, disaat dirinya melihat Miko yang datang menemui dirinya.
Sepertinya pertanyaan yang ada diotaknya tadi, sudah terjawab semua. Ririn bisa berada dirumah sakit, sepertinya karena pria bajingan itu.
Ririn langsung saja memalingkan muka karena terlalu malas melihat kembali wajah Miko. Entah kenapa dirinya bisa terus-menerus melihat wajah Miko.
"Ririn, kamu sudah sadar?" tanya Miko yang duduk disamping ranjang rumah sakit.
"Ririn, kenapa kamu menjawab pertanyaan aku?"
"Buta mata elu?" sinis Ririn.
"Kamu baik-baik sajakan?" tanya Miko, sambil menggengam tangan Ririn.
Tapi Ririn langsung saja menepis tangan Miko, agar tak menyentuh dirinya. Ririn sangat tak sudi disentuh tangannya sama pria bajingan itu.
"Pergilah!!" tegas Ririn tanpa melihat wajah Miko.
Miko tak mengindahkan ucapan Ririn, dirinya masih terus ingin bicara kepada wanita yang sudah lama tak dirinya temui.
"Kenapa kamu bisa seperti ini? kalau kamu sakit, kenapa kamu datang hanya untuk wawancara saja?"
Miko menarik kembali tangan Ririn dan mengenggamnya dengan kuat. Disaat Ririn ingin melepaskan tangannya lagi, Miko menahannya agar tidak bisa lepas.
"Miko, lepaskan tangan gue sekarang." Ririn yang sudah melihat raut wajah Miko.
"Tidak," jawab Miko.
Ririn mengenal jelas watak dan sifat Miko. Pria itu akan tetap melakukan apa yang dirinya kehendaki, walaupun sudah dilarang.
Tapi Ririn terus berusaha agar tangannya bisa lepas dari cengkraman tangan Miko. Dirinya tak sudi jika disentuh, sama pria yang sudah menghancurkan hatinya hingga hancur berkeping-keping.
"Miko, gue peringatkan sama elu. Jangan menyentuh gue, karena gue tak sudi bersentuhan dengan pria berengsek seperti elu!!"
"Kenapa aku ga boleh sentuh kamu? kita masih pacaran?"
"HA!! PACARAN?" Ririn sangat emosi mendengar kata tersebut, yang dengan seenaknya keluar dari mulut Miko.
"Kita belum putus, karena aku belum setuju dengan apa yang kamu ucapkan," jawab Miko.
"Elu itu harusnya sadar, kalau elu itu sudah punya pacar!!"
"Aku tau, kalau aku sangat salah sama kamu. Tapi aku masih sayang dan cinta sama kamu, saat kamu pergi ke luar negeri, aku merasa ada yang kosong didalam hidup aku saat kamu pergi, hingg aku menyadari kalau aku ga mau kehilangan kamu," tutur Miko yang menggutarakan isi hatinya.
"Omong kosong, kamu itu harus ingat. Ada Mba Vanya didalam hidup kamu sekarang dan elu juga harus segera menikah dengan Mba Vanya karena kalian sudah melakukan hubungan yang kotor."
"Permisi, kami akan melakukan pengecekan lagi."
Disaat Miko akan menjawab, ucapan yang Ririn katakan. Tiba-tiba saja suster dan juga dokter datang masuk ke dalam ruangan, untuk memeriksa keadaan Ririn.
Ririn yang tadi ingin marah-marah kepada Miko, terhenti dan dirinya harus menyimpan kemarahannya lagi nanti.
Ririn membiarkan tubuhnya diperiksa sama dokter wanita tersebut, sereraya menatap penuh kebencian sama Miko, karena mengingat ucapan menyebalkan yang dikatakan sama Miko.
"Saya sebenarnya kenapa dok? kenapa tiba-tiba saya pusing?" Ririn langsung saja bertanya banyak hal sama dokter, agar bisa menghilangkan rasa penasaran didalam dirinya.
"Ibu harus menjaga kesehatan mulai sekarang, makan teratur, tidur terpat waktu dan juga jangan kelelahan," jawab dokter wanita itu.
"Jadi saya penyakit apa?"
"Ibu tidak sakit apapun, tapi ibu sedang hamil dan usia kehamilannya 1 minggu."
Otak Ririn tiba-tiba loading dalam mencerna apa yang dikatakan sama dokter wanita itu. "Coba katakan lag dok, saya masih belum paham," ucap Ririn.
"Ibu sedang hamil."
"Hamil? siapa yang hamil?" pandangan mata Ririn melihat ke arah dokter tersebut.
"Tentu saja ibu sedang hamil, apa suaminya tak memberitu kabar bahagia ini?" tanya dokter wanita itu.
"Hamil? suami? saya tidak punya suami?"
"Bukannya tadi suami Ibu?" dokter itu juga ikut bingung, disaat melihat raut wajah Ririn yang bingung.
Disaat Ririn akan bertanya lagi sama dokter, tiba-tiba saja Miko berdiri didepannya dan membuat dokter wanita itu menyingkir dari hadapan dirinnya.
Riko melihat kedua tangan Miko yang menyentuh kedua bahunya dan mencengkramnya dengan kuat, membuat Ririn merintih kesakitan.
"Hamiil?!!"
"Kamu hamil anak siapa Ririn? siapa ayahnya?" raut wajah Miko memerah, karena sedang berusaha menahan amarahnya.
"Lepasakan Miko, sakit." Ririn yang berusaha melepaskan tangan Miko darii dirinya.
"Pak, tolong jangan bersikap kasar kepada wanita hamil." Dokter wanita itu memperingati Miko.
"Jangan ikut campur!!" Miko yang malah membentak dokter itu. Hingga membuat dokter dan suster keluar dari kamar pasien.
"Katakan!! kamu hamil anak siapa!!" murka Miko.
"Semua yang gue lakukakan bukan urusan elu, jadi menjauhlah dari gue!!" balas Ririn seraya menarik tangan Miko dari bahu miliknya.
"Aku saja tak pernah meyentuh kamu selama kita pacaran, tapi kamu mengizinkann pria lain untuk menyentuh dirimu, hingga membuat kamu hamil!!!" Amarah Miko sudah meluap-luap.
"Seterah gue mau memberikan sama siapa saja!!" balas Ririn.
"Murahan!!" teriak Miko.
Ririn yang mendengar kata itu yang keluar dari mulut Miko, sungguh dirinya merasa sakit hati sekali, akan ucapan Miko.
"Iya, gue murahan, jadi elu mau apa?!!" Ririn dengan sisi kekuatannya mendorong Miko agar menjauh dari dirinya.
"Gugurkan kandunganmu itu atau aku akan memberitahu kepada kedua orang tua kamu, tentang anak kebanggannya ini."
"Jangan lancang!!" Ririn tak menyangka dengan apa yang dikatakan sama Miko, sungguh MIko sangat berengsek.
"Setelah kau mengugurkan anak haram itu. Kita akan menikah, anggap saja kita impas telah melakukan kesalahan."
"Siapa anda, bisa memerintahkan saya dengan sesuaka hati anda!!" bentak Ririn.
"Singkirkan anak haram mu itu dan katakan siapa ayahnya, akan gue habiskan pria bajingan tersebut!!"
"Elu itu lebih bajingan, ayah dari anak gue bukan bajingan seperti elu!!" balas Ririn sambil menunjuk wajah Miko dengan rasa kekesalan.
"Aku tekesan dengan apa yang kamu bicarakan sayang."
Bola mata Ririn membulat sempurna mendengara suara yang sangat tak asing bagi dirinya, suara yang selalu saja menghantui hari-harinya berada dinegara ini.
"Ares," gumam Ririn.
"Hai sayang," uccap Ares dengan senyuman di wajah tampannya tersebut.
Ririn yang melihat senyuman tersebut merasa takut dan was-was, ditambah Ares semakin mendekati dirinnya dan itu membuat Ririn sangat gugup.
"Ares," panggil Ririn pelan disaat Ares sudah mendekati dirinya.
CUP.
Ririn tersentak kaget dengan apa yang dilakukan sama Ares tiba-tiba kepad dirinya. Ares mencium keningnya didepan Miko.
"Apa yang elu lakukan!!" bentak Miko saat melihat adengan itu.
Ares menyeringai saat mendengar suara itu. Pandangan matanya langsung melihat ke arah pria yang banyak bicara tersebut, dengan tatapan mata yang tajam dan siap akan membunuh.
Di pagi buta seperti ini. Dirinya sudah dipaksa untuk bangun dari tidurnya dan tiba-tiba saja Roy mengatakan kalau kakaknya sedang menunggu didalam mobil sedan berwarna putih. Roy menipunya dengan mengatakan hal tersebut, membawanya pada pukul 6 pagi hari. Bahkan matahari saja belum muncul.Bahkan Ririn ingin meminta bantuan dari Ares, tapi pria itu sama sekali tak bisa dihubungi. Padahal semalam dirinya tidur bersama dengan Ayah dari anaknnya, di kamar rumah sakit. Membuat Ririn mengucapkan sumpah serapah kepada Roy, yang seenaknya saja membawa dirinya di pagi hari ini."Tersenyumlah agar cantik," ucap Roy kepada wanita itu yang sedang duduk."Apa yang elu lakukan sama gue Roy?" Ririn menatap tajam adik dari Ares.Tapi bukannya menjawab apa yang dikatakan sama Ririn, Ares malah memerintahkan kepada staff untuk melakukan hal magic kepada Ririn, yang sedang marah-marah itu."Roy!!
Pukul 8 malam hari di rumah sakit. Ririn tetap berada disamping kakaknya yang tak juga terbangun. Hati Ririn hancur melihat alat-alat yang menempel ditubuh Vanya. Ririn juga tak henti-hentinya untuk menangis.Ririn memegang dengan lembut tangan Vanya, sambil berdoa kepada Tuhan, agar membuat Vanya cepat sadar. Tapi kakaknya tak juga sadar, padahal kata dokter kakaknya akan bangun. Tapi kenapa Vanya belum juga membuka matanya.Kriet. Pintu terbuka dan membuat Ririn menoleh, mendengar suara itu."Rin. kembalilah ke kamar kamu." Roy mendekati wanita hamil tersebut."Masih ada disini?" Ririn yang kaget karena Roy masih berada dirumah sakit, dirinya mengira kalau Roy akan kembali."Hm, priamu itu memintaku untuk menemanimu," jawab Roy yang berdiri disamping Ririn.Ririn hanya menganggukan kepalanya saja. Tatapan matanya kembali melihat ke arah Vanya. "Kapan kakak
Ares mendobrak pintu berkali-kali, tapi pintu ruang bawah itu sangat kuat dan membuat Ares susah menembusnya. Oleh karena itu Ares menembakan pintu terbuka dan membuat kunci pintu hancur. Membuatnya menjadi lebih mudah masuk ke dalam ruang bawah tersebut Bibirnya menyeringai bak seorang iblis. Tatapan matanya dan aura yang Ares keluarkan berubah seketika, saat melihat orang yang dicarinya. Ares menatapnya seakan ingin membunuh langsung Miko, yang sedang duduk dengan wajah yang babak belur. Pria itu langsung saja bangun disaat melihat kedatangan Ares, dengan tangan yang membawa senjata api tersebut. Ares mendekati pria bajingan itu dan membuatnya saling berhadapan dengan pria yang sudah membuat akal sehatnya menghilang. Tapi bukannya takut dengan kedatangan Miko.
Vanya akhirnya mendapatkan pertolongan. Ambulance membawanya pergi tubuhnya menuju rumah sakit bersama dengan Ririn yang tak ingin berpisah dengan kakaknya tersebut. Sedangkan Roy menelpon rumah sakit untuk menyediakan segalanya dan tak lupa juga memberitahu Ares melalui sekretarisnya tentang apa yang terjadi hari ini. Ares sangat sibuk sekali karena jadwal hari ini begitu padat sekali dengan berbagai macam rapat. Hingga membuat kakaknya melupakan ponselnya. Roy yang mengangkat panggilan masuk dari nomer asing di ponsel milik Ares dan yang mendengar suara-suara Ririn meminta pertolongan. Tapi setelah itu panggilannya terputus dan Roy menghubungi balik tapi ponsel tersebut tidak aktif lagi. Lantas dengan cepat Roy melacak semua jaringan itu dengan berbagai cara yang dirinya ketahui, hingga ia menemukan lokasinya. Untung saja Roy biasa menemukan lokasinya dengan cepat. Jika tidak kedua bersaudara itu akan dalam bahaya, terutama Ririn
Miko semakin mendekati Ririn yang terus saja mundur-mundur. Tapi Miko mendekati wanita yang terlihat jelas kalau sedang ketakutan. "Jika saja kamu kebih nurut, pasti tak akan terjadi hal ini." Miko menyeringai sinis dan tatapan mata Miko sangat tajam, seperti pedang yang siap menghunus siapapun.Vanya berdiri dengan susah payah, walapun harus menahan rasa sakit akibat tubuhnya yang menerima hantaman keras oleh Miko. Vanya harus bangkit karena ia melihat adiknya dalam keadaan yang berbahaya, Vanya tak akan membiarkan Miko melukai Ririn dan bayinya.Vanya menarik tangan Miko agar menjauh dari adiknya. Menahannya dengan sekuat tenang, walaupun dengan tubuh yang sakit. "Lari Ririn, keluar dari apartemen ini!!" teriak Vanya kepad adiknya."Tidak, tidak. Kita harus keluar bersama!!" ucap Ririn yang melihat kakaknya terus menahan Miko."Cepatlah, tak punya banyak waktu. Keluarlah!!" teriak Vanya.
Entah keberanian dari mana membuat Ririn melakukan hal gila ini dengan bawa-bawa pisau. Tapi jika dirinya tak melakukan hal ini, pasti Ririn akan di lecehkan lagi sama Miko. Ririn tak ingin membiarkan hal itu terjadi."Baiklah sayang. Aku tak dekat-dekat dengan dirimu."Ririn sedikit tenang karena ancaman dirinya ini sangat ampuh dan membuat Miko tak akan berniat untuk melecehkan dirinya lagi. "Dimana kakak gue?" tanya Ririn kepada Miko.Arah pandangan mata Ririn berahli melihat ke arah telunjuk tersebut. Dugaan dirinya sepertinya memang benar, kalau kakaknya tersebut disembuyikan sama Miko. "Buka pintunya," perintah Ririn. Pasti pintu itu terkunci jika tidak, pasti kakaknya akan keluar dan menemui dirinya."Baiklah, tapi pisau itu jauhkan dari tangan kamu." Miko yang masih panik dengan apa yang dilakukan sama Ririn. Miko hanya menuruti apa yang dikatakan sama Ririn, tapi setelah itu ia akan me