"Cuma nanya Ma, mengingat kabarnya Raisa mau menikah dengan Aksa," jawab perempuan itu tidak ada apa pun. Kenapa Raisa tidak mengabari lewat telfon saja. Bukankah nomor Nada tidak pernah ganti. Menunggu tanpa komunikasi jelas membuatnya tidak mengerti. Tapi jujur, dia juga ingin bertemu dengan sahabat lamanya itu. Ingin sekedar berkabar, apa pun hubungannya Raisa dengan Aksa, Nada tidak akan andil apa pun. Tentu saja dia mendukung walaupun lumayan surprise juga. "Raisa menikah dengan Aksa?" tanya Mama Hira kaget. Namun, detik itu juga langsung merubah ekspresi wajahnya. Syukurlah kalau mantan terindah anaknya sudah mau berkeluarga. Bukannya beliau tidak suka, tetapi ada Saga dan Zea yang jelas-jelas tengah menjemput kebahagiaan bersama. Bu Hira tidak membenci siapa pun, sikapnya kemarin hanya mengantisipasi saja. Tetiba tahu kalau ternyata sudah mau berkeluarga, tentu saja merasa senang. Mendoakan yang terbaik untuk kedepannya. "Iya, Mama tidak tanya keperluan Raisa apa? Dia
Wanita memang ahli sejarah, biarpun sudah berlalu memorinya masih menyimpan begitu tajam. Apalagi tentang hal yang tidak mengenakan. Saga harus banyak sabarnya, karena Nada juga pasti bakalan sulit melupakan begitu saja walaupun sudah dipupuk dengan sejuta perhatian baru. Di saat yang bersamaan, Nada dipanggil untuk diperiksa ke dalam. Yang tadinya Saga mau menimpali dengan sabar, atensinya teralihkan langsung berdiri mengekor istrinya masuk. Serangkaian pemeriksaan dijalani Nada ditemani suaminya. Pria itu memperhatikan dengan teliti. Tidak mau ketinggalan info penting sedikit pun. Setelah diperiksa Nada pindah ke meja konsultasi. Perempuan itu ternyata tensinya sangat rendah. Pantesan kaya kliyengan seperti itu. Nada juga melakukan serangkaian test untuk mengetahui hamil atau tidak, ternyata gejala mual yang dideritanya lantaran efek dari pil kontrasepsi. "Hasilnya negatif Ibu, Anda tidak hamil. Darah Anda sangat rendah, ini yang menyebabkan kliyengan." "Alhamdulillah
Sedari bangun tidur, Nada sudah merasa tidak nyaman. Perutnya eneg, agak mual dan pusing. Persis seperti gejala orang hamil muda. Dia pun sempat bingung kenapa demikian. Padahal jelas-jelas Nada minum pil kontrasepsi. Andai saja hari ini tidak ada urusan ke rumah sakit nganter Zea, Nada memilih tidur lagi karena sangat tidak nyaman. "Kamu kenapa? Dari tadi bolak-balik kamar mandi. Kamu sakit?" tanya Saga mendekat meraih keningnya. Terlihat istrinya sangat tidak bersemangat. "Aku tidak demam, hanya sedikit mual. Sepertinya aku masuk angin," keluh Nada merasa tidak nyaman. "Mual? Masuk angin apa masuk janin?" seloroh pria itu tersenyum. Berjongkok di depannya yang tengah duduk di bibir ranjang. "Jangan ngarang kamu Mas, kita kan berhubungan juga baru. Hamil dari mananya, nggak mungkin lah," sanggah Nada cepat. Membuang muka saat Saga menatap sepenuhnya dari bawah. "Ya habisnya gejalanya mirip, ya sudah nanti sekalian chek ke rumah sakit. Setelah urusannya Zea selesai, kam
"Ma, Zea mana?" tanya Nada begitu sampai rumah tidak menemukan Zea di kamarnya. "Ketiduran di kamar mama, biarin aja, dia nungguin kalian nggak pulang-pulang sampai bobo." "Yah ... padahal aku udah beliin jajanan banyak kesukaan dia." "Disimpan saja buat besok, jangan dibangunin nanti rewel, kasihan baru lelap." Mama Hira memperingatkan waktu Nada mendekati pintu kamar yang tertutup. "Iya Ma, cuma mau lihat doang," ujar Nada pelan melangkah masuk ke kamar. Duh ... kalau lihat sudah bobo begini, jadi merasa bersalah. Kasihan sekali ditinggal dari siang sampai malam. Nada hanya mendekat, mencium keningnya, lalu membenahi selimutnya sebelum beranjak. Membiarkan Zea malam ini tidur di kamar neneknya. Tidak apa lah, itung-itung memberikan waktu terakhir sebelum pindahan. Mana tahu besok Zea dan dirinya beneran diboyong suaminya ke rumah. Pelan Nada menutup pintunya kembali, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara yang bisa mengusik tidurnya. "Sudah bobo?" tanya Saga tidak ikut ma
"Kalau ditanya kayaknya enggak, gimana dong," jawab Saga tersenyum. Memang sudah di ujung, jangan disuruh sabar lagi, mana istrinya kalau persiapan suka lama sekali. Entahlah apa yang dilakukan di dalam sana. Mandi bisa sampai berpuluh menit. "Ish, pokoknya bersih-bersih dulu." "Mandi bareng yuk! Kita belum pernah kan?" Aji mumpung, di mana pun boleh kan? Sepertinya butuh suasa baru. Apalagi di rumah ibu mertuanya tidak bisa grepe-grepe manja, baru mau dekat sudah ada satpam kecilnya. "Hah, jangan deh, Mas duluan aja," tolak Nada mengalah. Apa jadinya kalau beneran mandi bareng. Pasti terjadi sesuatu yang diinginkan. Nada memahami itu, tapi dia tidak nyaman. Ada tempat yang lebih nyaman, kenapa harus milih yang sedikit ekstrem. Memang sih boleh dicoba yang demikian, tapi kapan-kapan saja. "Suit aja, yang menang duluan," ujar pria itu memberikan pilihan. Alibinya saja, padahal sedikit modus biar bisa barengan. Mana tahu istrinya akhirnya acc. "Serius mau mandi harus gini dul
Hmm, mulai deh speak-speak panasnya dikeluarkan. Meresahkan sekali, apalagi tatapannya penuh arti. "Fokus Mas, fokus, lagi nyetir ini," tegur Nada mengingat pria itu dikit-dikit noleh ke arahnya. Saga hanya tersenyum, lalu menatap ke arah jalanan. Maklum saja sedang jatuh cinta, jadi ya gini memuja-muja. "Harus gini banget ya Mas," protes Nada mendapati tangannya tak lepas dalam genggaman suaminya. "Iya, biar tidak lari." "Nggak mungkin lah, lari ke mana orang di dalam mobil gini." "Lari dari hati aku lah. Sayang, apa kamu baik-baik saja?" tanya Saga mengingat tadi sempat mendengar obrolan tentang Aksa juga. "Ya, aku sangat baik, kenapa?" balas Nada tak ada yang perlu dikhawatirkan. "Mantan kamu mau tunangan loh." Jujur Saga senang mendengar itu, dalam hati mendoakan semoga urusan Aksa lancar. Bahagia selalu hingga mau memisahkan. Jodoh dunia akhirat. "Terus kenapa?" tanya Nada dingin. Aksa hanya sepenggal masa lalunya, walaupun dia cukup kaget dengan berita