Share

Memohon-Mohon?

Penulis: Rahma La
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-27 10:51:08

"Karena beberapa laporan, kantor ini akan melakukan perubahan. Mungkin menurunkan jabatan atau malah mungkin mengganti anggota. Saya sudah menyusun nama-nama anggotanya, jadi nanti tinggal dilihat saja."

Semua langsung berbisik-bisik mendengar perkataanku.

"Apa alasannya? Bukan. Bukan karena kantor ini akan bangkrut, tetapi karena performa ornag-orang yang ada di list tidak bagus dan tidak maksimal."

Aku menatap semua orang yang memandangku. Mereka menatap terpesona, karena aku juga memang jarang sekali memakai make up.

"Kalian coba untuk instrospeksi diri sendiri kalau performa kalian tidak bagus. Bisa list tadi dibawakan ke saya?"

Tadi, aku sudah menjelaskan apa yang ingin aku lakukan pada Mas Guntur pada Bang Fino, kemudian dia langsung membuat apa yang aku inginkan.

"Ini list namanya, Bu."

Pandanganku tertuju ke nama Mas Guntur sebagai manager di perusahaan ini. Dia memang manager, tetapi pelit sekali pada istrinya, bahkan dia memberikan uang sepuluh ribu untuk keperluan kami sehari-hari.

Ah, ini akan menarik sekali. Kamu akan merasakan bagaimana rasanya, Mas. Aku tersenyum tipis.

"Silakan untuk Bu Arini membacakan siapa yang di PHK." Panitia menatapku, Bang Fino juga menganggukkan kepala dan tersenyum padaku.

"Karena ini lumayan banyak, saya hanya memanggil yang jabatannya paling tinggi saja, ya."

Aku mulai memanggil nama mereka satu per satu, kemudian saat sampai di nama Mas Guntur, aku menghela napas pelan. Menatap semua pengunjung yang datang.

"Bapak Guntur."

Pandanganku tertuju ke Mas Guntur yang terkejut sekali mendengar namanya dipanggil. Dia terlihat pucat, menatap sekitarnya linglung.

"Silakan pada Bapak Guntur untuk naik ke atas panggung."

Mas Guntur gemetar naik ke atas panggung. Aku tersenyum di balik masker. Ini menarik sekali. Harusnya ini momen paling menyenangkan di hidupku. Aku akhirnya bisa membalaskan rasa sakit yang aku terima selama ini.

"Maaf, Bu. Apa salah saya, ya? Saya gak merasa melakukan hal buruk pada perusahaan ini. Kalau iya, saya minta maaf, tapi jangan PHK saya, Bu. Mau makan apa anak dan istri saya nanti?"

Hah?! Gimana pertanyaannya? Mau makan apa aku dan Putra? Dia saja memberi nafkah hanya sepuluh ribu setiap hari. Lalu dia bertanya kami mau diberi makan apa?

Aku memasang wajah biasa saja. Bang Fino juga ikut berdiri di atas panggung, dia berdiri di sebelahku.

"Karena Bapak Guntur adalah manager di perusahaan ini, dengan jabatan yang tidak kecil, maka kami akan memberikan alasan kenapa dia sampai terkena PHK." Bang Fino lebih dulu menjelaskan, membuatku menganggukkan kepala.

"Saya atau Bu Arini yang menjelaskan."

"Saya saja, Pak. Terima kasih." Aku menganggukkan kepala ke Bang Fino.

Bang Fino tersenyum, kemudian menganggukkan kepala, aku mengambil alih microphone. Kemudian menatap Mas Guntur yang sejak tadi bertanya-tanya apa salahnya.

Apa salah dia? Tentu saja banyak.

"Laporan keuangan yang memang seharusnya dipegang oleh bagian keuangan, ternyata sudah melewati manager dan ada bagian data yang terganti. Kami menyelidikinya lewat data yang masuk. Ternyata memang terganti di manager. Apa yang Bapak Guntur lakukan? Mencoba melakukan korupsi?"

Mas Guntur tampak kaget mendengar perkataanku barusan. Aku tersenyum tipis. Memang selain kami membuat kejutan, kami juga punya alasan lain.

"Tidak menghargai terhadap karyawan lain, merasa jabatan paling tinggi. Bahkan Bapak pernah tidak menghargai karyawan perempuan, mengajaknya untuk jalan bareng. Sebenarnya, bapak ini punya istri atau tidak?" tanyaku membuat wajah Mas Guntur memerah.

Aku menggelengkan kepala melihat catatan merah yang ada di kertas ini. Ada banyak sekali catatan Mas Guntur.

Itu yang membuat performa perusahaan juga menurun. Ini buruk sekali.

"Saya rasa tidak perlu menyebutkan alasan lain. Kedua fakta tadi saja seharusnya sudah cukup untuk membuktikan bahwa sebenarnya Bapak ini tidak layak lagi memegang jabatan manager." Aku berkata tegas.

Meskipun yang lain melihatku kagum, tetapi aku sebenarnya geram sekali pada Mas Guntur yang saat ini menundukkan kepalanya. Dia malu sekali dengan kelakuannya sendiri.

"Bapak kira kami tidak bisa menelusurinya? Bapak kira seluruh staff dan petinggi di perusahaan ini bodoh? Meskipun bapak manager, tapi harusnya bapak sadar kalau masih ada yang lebih tinggi dari bapak."

"Juga kesalahan lainnya. Bahkan Bapak tidak ingat istri di rumah dengan menggoda orang lain. Laki-laki macam apa itu?"

Bang Fino langsung memegang tanganku. Hampir saja aku kelepasan. Aku menghela napas pelan.

"Cukup. Saya rasa tidak ada lagi yang perlu dibicarakan."

Aku turun dari atas panggung.

"Keren, Sayang."

Eh? Aku menatap kedua orang tua ku yang berdiri di dekat panggung. Ternyata mereka sudah sampai sejak tadi.

"Kamu berani membela keadilan. Mama sama Papa bangga, Arini."

Banyak yang masih memperhatikan kami. Aku langsung memeluk Mama dan Papa. Mereka tampak senang sekali.

"Dimana Rumi?" tanya Mama berbisik.

"Di ruang khusus, gak mau ikut, takut ngerusak rencana." Aku juga balas berbisik.

"Adikku ini hebat loh, Om, Tante. Pidatonya keren, membela kebenaran lagi."

Aku kembali menatap ke atas panggung. Mas Guntur masih duduk di sana, dia sepertinya masih meratapi nasibnya.

"Kamu kasihan pada dia, Nak?"

Hah?! Mendengar pertanyaan Mama, aku langsung menoleh, kemudian menggelengkan kepala. Kasihan? Tidak ada lagi di kampusku.

Bahkan, dia sendiri juga tidak kasihan padaku. Jadi, kenapa aku harus kasihan pada lelaki menyebalkan itu? Tidak penting sekali.

"Ah, menarik. Mama sama Papa mau ke ruangan Rumi dulu deh. Nanti kami kesini lagi."

"Iya, Ma." Aku menganggukkan kepala.

Beberapa menit aku dan Bang Fino mengobrol, aku menatap sekitar. Harusnya nanti siang biasanya Mas Guntur pulang ke rumah, marah-marah karena aku hanya memberikan lauk tahu tempe.

Apa yang akan terjadi hari ini nanti? Aku tersenyum tipis.

"Ah iya, Bang. Aku bisa minta tolong nanti?" tanyaku pada Bang Fino yang masih berdiri di sebelahku.

"Minta tolong apa, Dek? Boleh lah. Gak mungkin gak boleh, mana pernah Abang nolak apa yang kamu mau."

Mendengar itu, aku langsung tersenyum. Bang Fino memang sebaik itu.

"Nanti kita bicarain aja deh di rumah. Jangan di sini. Nanti Abang ke rumah Mama dan Papa? Atau langsung pulang ke rumah sendiri?*

Bang Fino diam sejenak. "Ke rumah Mama sama Papa kamu dulu. Kangen masakan mereka."

"Kalian mau langsung pulang? Ini acaranya udah selesai kan? Tinggal nunggu penutupan aja?"

Kami berdua langsung menoleh, menatap Mama dan Papa yang menggandeng tangan Rumi, adikku itu memakai masker. Tidak keliatan kalau itu dia saat Mas Guntur nanti melihat.

Aku langsung menganggukkan kepala. Ini hanya tinggal penutupan saja, tidak ada gunanya lagi.

"Tapi Fino kayaknya sendirian aja nanti, mau ngurusin surat untuk yang di PHK dulu, Ma, Pa."

"Ah, baiklah. Yuk, Arini."

"Tunggu!"

Siapa lagi? Aku menoleh, Mas Guntur langsung berlutut di kakiku. Eh? Dia kenapa? Kenapa malah berlutut begini?

"Tolong maafkan saya, Bu. Tolong berikan saya kesempatan lagi di perusahaan ini. Tolong saya!"

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dian Rahmat
tadinya berhrp di bab ini menemukan kewajaran. eh malah makin gak wajar. sy kira Guntur cuma ob atau satpam yg penddkanx minim. dg ngasih uang belanja 10rb jg udah kelewtan pelit. apalg ternyata dia manajer. ini mah yg kelewatan authornya. & sy gak mau ikut2an kelwtan begony dg lanjut baca novel ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sepuluh Ribu dari Suami Pelitku   Bab 120

    "Hah?! Menghancurkan bagaimana, Wen? Apa yang hendak dia lakukan?""Aku gak tau, dia gak bicara dengan detail tadi. Dia lagi mabok."Oh ya?! Guntur mabok? Tumben sekali, dia mana pernah mabok dulu. Kenapa tiba-tiba dia malah mabok ya? Aku menggaruk kepala yang tidak gatal, sejujur nya aku cukup bingung dengan semua ini. "Terus gimana? Kamu kapan mau pulang? Seperti nya kamu harus ngasih tau semua yang kamu dapatkan di sana padaku deh." Aku berkata pelan. "Emm, boleh deh. Kita ketemuan aja di tempat lain. Nanti kalau di rumah kamu, bisa ketahuan sama Nada. Bisa-bisa malah kacau semua nya."Baik lah kalau begitu. Aku menganggukkan kepala mendnegar perkataan nya barusan. "Ya udah, kita langsung ketemuan aja. Aku butuh banyak banget informasi dari kamu juga soal nya. Kita ketemuan langsung ya."Aku langsung mematikan telepon dari Weni untuk bersiap-siap karena kami juga harus bertemu dan aku ingin bicara banyak hal pada Weni Karena menurut aku hal ini harus segera diselesaikan dan juga

  • Sepuluh Ribu dari Suami Pelitku   Bab 119

    "Astaga."Aku langsung terdiam ketika mendengar pesan suara itu. Jujur saja aku kaget sekali mendnegar nya. Apa maksud dari pesan ini ya? Pesan yang aku temukan di ponsel milik Mas Reyza. "Emm, apakah benar yang dikatakan oleh Tri sebelumnya Kalau memang delia benar memakai pelet?" Namun aku tidak percaya sama sekali karena ini sangat sulit untuk dijelaskan oleh akal sehat dan juga memang cukup aneh. Mungkin aku juga perlu mengecek ke rumahnya Mas Reza di kamarnya untuk mencari tahu lebih lanjut juga. Atau aku perlu bekerja sama dengan Tri untuk mengungkapkan ini semua apalagi apa yang dikatakan oleh Tri tadi memang benar dan sepertinya dia tidak berbohong kah atas apa yang dia katakan tadi. Awalnya aku tidak percaya pada diri karena memang agak sangat sulit untuk diterima oleh akal sehat ketika mendengar perkataannya yang bilang kalau Mas Reza ternyata kena pelet oleh si Delia tetapi ketika mendengar dia bicara tentang adiknya yang meninggal gara-gara kena pelet ya mungkin aku m

  • Sepuluh Ribu dari Suami Pelitku   Bab 118

    "Kamu sejak tadi bilang kayak gitu. Apa maksud dari perkataan kamu?" tanyaku sambil menatap dia yang tampak kesal sendiri. Dia saja tidak mau menjelaskan kenapa dia bilang kalau Delia itu adalah wanita iblis. Dia kenapa sih? Apa kah dia sebelum nya ada masalah dengan si Delia itu? "Dia itu bisa membuat orang lain luluh sama dia, termasuk suami kamu. Aku hampir saja masuk perangkap dia."Eh?! Membuat orang lain luluh? Bagaimana maksud nya? Jujur saja aku bingung sekali dengan perkataannya pria ini dia bahkan mau menjelaskan Siapa dirinya Tetapi dia sudah bilang kalau Delia itu adalah iblis Ya aku juga tidak tahu sih dengan apa yang sebenarnya terjadi ini juga bilang kalau dia pernah luluh pada si Delia itu. "Si Reyza itu terkena pengaruh nya si Delia, harus nya kamu bantuin dia buat lepas dari itu semua, bukan nya malah membiarkan Reyza terkena pengaruh wanita menyebalkan itu.""Tapi Tri, Mas Reyza terlihat mencintai si Delia banget, maka nya kan memang dia itu mencintai si Delia,

  • Sepuluh Ribu dari Suami Pelitku   Bab 117

    Delia adalah penyebab nya? Apa maksud perkataan pria ini?"Apa maksud kamu?" tanyaku pelan. "Sudah lah, nanti kamu akan tau sendiri. Aku langsung ke rumah kamu sekarang."Dia mematikan telepon. Aku mengembuskan napas pelan, sejujur nya ini sangat membingungkan. Lalu aku harus apa sekarang? Tidak jadi tidur kalau begini aku mah. Hmm, lebih baik aku mengobrol dengan Hani di luar, meskipun ada Nada juga di sana, tetapi ya sudah lah aku sedang butuh teman untuk mengobrol sekarang. "Akhir nya kamu datang juga Din, lama banget. Kayak nya kamu itu sibuk banget ya? Jelas sih, karena kan Putri juga baru sampai di sini."Mendengar perkataan nya Hani, aku langsung tersenyum. Antara nada hanya mendengarkan perkataan aku dan juga Hani dia tidak menimbrung sama sekali karena mungkin masih tidak enak padaku. "Kalian sudah ngobrolin apa aja sejak tadi? Kayak nya dari aku pergi, sampai aku balik lagi ke sini, kalian belum pindah posisi juga." Aku mengangkat bahu, menatap mereka bergantian. "Yang

  • Sepuluh Ribu dari Suami Pelitku   Bab 116

    "Hah?!"Jujur saja aku kaget sekali mendnegar nya, bahkan aku langsung menutup mulutku sendiri. Astaga, apa yang baru saja Putri katakan? Dia bilang kalau dia ingin Papa nya kembali ke sini? Ya memang nya bagaimana cara membuat Papa nya bisa ada di sini lagi? "Aku gak mau tinggal di sini kalau Papa gak ada di sini! Aku gak mau bicara sama siapa pun kalau Papa belum ada di rumah ini!" Dia kembali berteriak, membuatku menggelengkan kepala. Sulit sekali untuk memberikan pengertian pada Putri kalau Papanya Itu sudah meninggal ya memang masih kecil dan belum paham sama sekali dengan apa yang terjadi di rumah ini makanya akan lebih sulit dibandingkan untuk memberitahukan Putra dan juga Aurel. "Papa itu sudah meninggal, Putri. Kamu itu malah buat Mama tambah pusing, masalah Mama itu udah banyak banget." Putra yang lebih dulu bicara. Putra sudah besar sekali anak sulungkung benar-benar mengerti dan paham dengan apa yang terjadi di rumah ini dan dia juga membantu aku banyak sekali. Aku t

  • Sepuluh Ribu dari Suami Pelitku   Bab 115

    "Hah?! Kamu serius, Rum?"Jujur saja, aku kaget sekali dengan perkataan Rumi, sekaligus senang. "Iya, Mbak langsung ke sini saja ya. Putri sudah pulang ke rumah."Alhamdulillah kalau begitu. Aku tersenyum senang. Kemudian langsung mematikan telepon dari Rumi, menoleh ke Bang Fino yang juga tampak ikutan senang. "Kabar yang benar-benar bagus, dek."Benar apa yang dikatakan oleh Bang Fino, ini memang kabar yang sangat bagus. Namun, sejujurnya hal ini adalah sesuatu yang aneh juga karena tidak mungkin tiba-tiba Putri pulang tanpa ada sesuatu aku merasa ada yang berbeda dan ada yang aneh juga.Entah kenapa perasaanku juga tidak enak karena ini sangat berbeda dari pada biasanya."Kamu mikirin apa lagi, Dek? Kan Putri juga sudah pulang ke rumah, harus nya kamu senang, bukan malah kelihatan sedih kayak gitu. Ada apa dengan kamu?" tanya Bang Fino sambil menatapku. Jika tidak tahu dengan apa yang terjadi padaku intinya justru aku merasa sangat aneh dan merasa ini sangat berbeda daripada bia

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status