"Eheemm ...." Aku berdehem ketika keluar dari kamar mandi.Bukan tanpa alasan, aku hanya tak ingin Zaki terlihat canggung ketika ia menyadari bahwa aku telah mendengar pembicaraannya. Sebenarnya aku bisa saja menanyainya mengenai hal itu, dia sedang berbincang dengan siapa. Hanya saja aku rasa itu semua tidak pantas kutanyakan karena akan kentara jika aku telah mengupingnya sebelum ini."Eh, Na-nana ... Cepet banget mandinya," ujarnya terdengar aneh, padahal biasanya aku justru lebih cepat dari ini karena di sini aku sangat menikmati suasana kamar mandinya yang sangat bagus.Aku hanya tersenyum, lalu mengelap rambutku yang masih basah dan duduk di sebelahnya. "Enggak deh, A. Malah ini lebih lama dari biasanya," jawabku.Zaki terlihat sedikit gugup, lalu terlihat menggaruk tengkuk lehernya. "Masa? Apa perasaanku saja, ya," ujarnya dengan menyeringai.Sikapnya benar-benar terlihat sangat aneh, tak seperti biasanya yang selalu terlihat terbuka dan ceria. Kali ini Zaki terlihat sangat gug
"A ... Bangun," ucapku sembari menggoncangkan tubuhnya hingga dia membuka kedua matanya dengan susah payah."Ada apa, A? Kenapa Aa mengigau?" tanyaku ketika ia sudah membuka matanya.Zaki masih terlihat bingung, ia mengusap wajahnya dan menatapku datar. "Nana, ada apa?"Dahiku mengernyit, bahkan dia justru berbalik bertanya kepadaku. Seharusnya aku yang bertanya, jam berapa ia pulang dan kenapa ia sampai mengigau seperti itu? Apa ada masalah?"Em, tadi Aa mengigau. Sepertinya terlihat sangat cemas. Memangnya ada apa, A? Semalam datang jam berapa? Kok aku nggak tahu," tuturku panjang lebar, tapi Zaki masih terlihat mengumpulkan nyawanya usai bangun tidur.Sejenak ia terdiam seperti tengah memikirkan sesuatu. "Mengigau?" Aku mengangguk, lalu duduk di sebelahnya. Kali ini dia sudah bangkit dan duduk dengan tenang di sofa. "Mengigau apa, Sayang?" tanya Zaki lagi dengan menatapku dalam, sepertinya ia sangat serius dengan pertanyaannya.Kuceritakan semua yang kualami beberapa saat yang la
Aku melihat Alika yang menyenggol lengan Erina, sepertinya ia menyuruh sahabatnya itu untuk diam. Benar saja, memang seharusnya Erina diam. Tidak mengatakan hal seperti itu, karena menurutku tidak sopan jika dikatakan pada lelaki yang sudah beristri."Em, ya memang begitu, kan? Kita berjodoh bisa bertemu dengan Zaki dan istrinya lagi," sambung Erina yang terlihat memperbaiki perkataannya.Zaki hanya terdiam dan menundukkan kepalanya seperti biasanya. Dia memang baik, selalu menjaga pandangannya dari wanita lain, terlebih yang berpakaian terbuka seperti Erina ini.Aku hanya tersenyum tipis ke arah mereka tanpa berniat menimpali perkataannya. Lagipula aku bingung harus berkomentar apa, karena bahasan mereka saja sudah membuatku tidak nyaman."Zaki, sekarang kamu pendiam, ya? Tidak seperti dulu, padahal dulu kita sangat dekat, bahkan ....""Em ... Maaf, sepertinya kita harus jalan duluan. Permisi," ucap Zaki memotong pembicaraan Erina dan lantas menggandeng tanganku.Sedikit banyaknya ak
Aku tahu Zaki orang yang baik, dia bisa dipercaya. Namun sekarang rasa cemburu begitu menguasai hatiku. Ya, aku cemburu ... Pada sesuatu yang bahkan belum jelas kebenarannya."Kenapa tidak? Kamu memang harus percaya padaku, Sayang."Dia memegang kedua bahuku, lalu menatapku dalam. Detak jantungku memukul-mukul, jika dalam posisi seperti memang perasaanku tak bisa kukendalikan.Selain aku baru merasakan indahnya cinta, aku juga begitu canggung ketika dia memperlakukanku seperti itu. Wajar saja, sebelum bersamanya aku memang tidak pernah menjalin hubungan spesial dengan lelaki manapun.Hidupku penuh dengan kesibukan hingga tak sempat memikirkan perihal cinta. Ya, sebelum ini aku terlalu sibuk mengejar prestasi, lalu setelah itu aku sibuk mencari pundi-pundi uang agar bisa membantu kedua orangtuaku.Dengan segala kerja kerasaku pun, rupanya masih saja ada banyak orang yang merendahkan kami. Tak sedikit orang yang memandang kami dengan sebelah mata, termasuk saudara-saudara ayahku.Bahkan
Kami masih sama-sama terpaku setelah Zaki membalikkan badannya. Dia terkejut melihatku tiba-tiba ada di dekatnya, sedangkan aku terkejut dengan apa yang baru saja kudengarkan."Na-nana ...." ucapnya pelan setelah beberapa saat.Aku lantas mengalihkan pandangan, lalu mendekat ke arahnya. Tak lain, aku ingin melihat siapa wanita yang baru saja berbincang dengannya. Suaranya begitu tak asing di telingaku, dan hal itu membuatku sangat penasaran."Maaf, kamu nunggunya kelamaan, ya? Aku tadi habis dari toilet terus ....""Kenapa, A? Bertemu dengannya?" kataku sembari berjalan lebih mendekat ke arahnya.Dan betapa terkejutnya ketika aku melihat sosok Alika berdiri di belakang suamiku. Wanita cantik dengan hijab merah maroon itu berdiri tepat di balik badan suamiku."A-alika ...." tuturku setengah tak percaya.Namun apa yang kulihat tak membuatku begitu terkejut, karena sebelum ini pun aku sudah beranggapan bahwa Zaki memiliki suatu hubungan dengan kedua orang perempuan yang dia bilang adalah
"Bagaimana Budhe Risma? Sudah bisa di hubungi?" tanyaku pada Arum ketika aku bertandang ke rumah orangtuaku.Ayah belum pulang kerja, sedangkan Ibu masih berkutat di dapur. Sepertinya ia sedang menyiapkan makanan untukku karena memang aku selalu rindu dengan masalah ibuku itu.Arum menggeleng, "belum, tapi sepertinya mereka jadi berpisah," jawabnya membuatku tercengang."Ckck ... Aku tak habis pikir dengan pola pikir Budhe Risma. Sebenarnya apa yang ia cari? Jika hanya harta yang ada di kepalanya, bukankah hal itu bisa ia cari lagi bersama Pakde Irwan. Umur sudah semakin tua, anak-anak sudah beranjak dewasa, apa lagi yang ia harapakan. Seharusnya ia hanya perlu menikmati masa tua bersama Pakde Irwan."Miris memang, ketika seorang perempuan meminta perpisahan dari suaminya hanya perkara ekonomi. Memang, tak kupungkiri jika di dunia ini segalanya butuh uang. Namun jika kita mau berusaha dan berdiri bersama-sama bukankah semuanya akan terasa ringan?Sedari dulu prinsip itulah yang kupega
Sampai detik ini aku masih belum tahu bagaimana caranya bisa bertemu Alika. Selain aku tak memiliki nomornya yang bisa dihubungi, aku juga tak memiliki siapapun yang bisa menghubungkanku dengannya.Rencana demi rencana sebenarnya sudah terkumpul di otakku, tapi sedikitpun aku belum bisa merealisasikan. Zaki pun juga tak terlihat lagi sejak meminta foto itu. Entah, dia benar-benar membuang foto itu atau justru menyimpannya lagi tanpa sepengetahuanku.Ini merupakan bulan kedua pernikahan kami, dan masalah demi masalah mulai muncul kepermukaan. Hubungan yang kukira akan semulus harapanku, nyatanya tak benar-benar terjadi.Wajar saja, pernikahan ini terjadi secara mendadak dalam posisi aku belum begitu mengenal Zaki. Kami hanya dipertemukan dalam majelis yang sering kami datangi bersama, dan juga sama-sama menjadi guru pengajian di salah satu masjid di lingkungan kami.Kegiatan mengajar sudah kami serahkan kepada para santri yang kebetulan datang ke desa kami, sehingga setelah menikah aku
Bagaimana aku tak tertegun, ketika mendengar penuturan halus tapi menyakitkan yang dilontarkan oleh Alika. Dia adalah wanita berhijab, parasnya cantik dan terlihat sangat lemah lembut. Namun nyatanya, dia justru lebih berbahaya dari yang kupikirkan.Dengan terang-terangan dia menyuruhku untuk melepaskan Zaki agar dia bisa kembali dengan suamiku itu. Bagaimana mungkin? Sedang benih cintaku saja baru saja muncul. Dan juga seluruh hidupku baru kuserahkan kepadanya. Apakah aku mungkin memberikan lelakiku pada Alika?"Kenapa diam? Lakukan apa yang aku katakan, karena bersamanya pun kamu hanya akan lebih sakit hati karena Zaki masih mencintaiku," tandasnya lagi."Tidak mungkin, jika memang dia lebih memilihmu, saat kami akan kembali ke sini pasti Zaki lebih membelamu," terangku percaya diri, karena memang seperti itulah keadaannya, kan?Alika justru tertawa saat aku mengatakan demikian. Ternyata benar, tak selamanya yang luarnya mulus itu akan baik."Kamu tidak tahu saja, Nana. Dua malam se