Home / Romansa / Serenade Cinta Dibawah Bintang / Bab 23 Jeda Yang Tak Benar-Benae Sepi

Share

Bab 23 Jeda Yang Tak Benar-Benae Sepi

Author: San_prano
last update Last Updated: 2025-05-28 23:40:03
Hari-hari berikutnya bergulir cepat untuk Luna. Jadwalnya makin padat—selain latihan rutin dan persiapan festival, ia mulai diundang untuk kolaborasi lokal bersama musisi Jepang lainnya. Salah satunya adalah sesi duet langsung dengan Ryo, yang kini makin sering tampil bersamanya dalam berbagai program kampus.

Setelah sekian kali latihan virtual, minggu ini mereka akhirnya bertemu langsung di studio rekaman kampus.

“Senang akhirnya bisa kerja langsung bareng,” ucap Ryo sambil menyalami Luna dengan sopan.

Luna tersenyum kecil. “Aku juga. Biasanya cuma lihat kamu dari layar laptop.”

Studio itu tidak terlalu besar, tapi hangat dan akustiknya bagus. Ryo memegang gitar, sementara Luna berdiri di depan mikrofon. Lagu yang mereka bawakan adalah aransemen ulang dari lagu lama Jepang bertema kerinduan dan keheningan—suasana yang terasa akrab di hati Luna akhir-akhir ini.

Ia mencoba fokus, menjaga profesionalitas. Tapi di sela jeda latihan, pikirannya mulai berjalan sendiri. Bukan karena Ryo
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 112 Langkah Baru Dari Sebuah Surat-End

    Malam itu, kota Jakarta tidak pernah terlihat begitu ramai. Lampu gedung-gedung tinggi berkilau seperti gugusan bintang yang jatuh ke bumi. Adrian berdiri di balkon apartemennya, menatap langit malam yang sebenarnya jarang bisa menampakkan bintang dengan jelas. Namun malam ini berbeda. Ada satu bintang yang terlihat begitu terang di antara langit yang kelabu. Ia menggenggam liontin kecil berbentuk bintang yang tergantung di lehernya. Liontin itu terasa hangat, seakan menyimpan semua janji dan doa yang ia ucapkan setiap kali menatap ke langit. Ponselnya bergetar pelan. Ada notifikasi email baru. Dari: Luna. Adrian langsung membukanya dengan tangan bergetar. Hatinya berdegup kencang, seperti pertama kali ia berdiri di atas panggung. Dari: Luna Jepang, 23:47 “Adrian, Malam ini aku tampil lagi. Bukan panggung sebesar waktu pertama kali di Jepang, tapi justru aku merasa lebih dekat dengan diriku sendiri. Ruangan kecil, penonton hanya ratusan orang, tapi entah kenapa aku merasa

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 111 Panggung Yang Menumbuhkan

    Cahaya lampu sorot berpendar ke segala arah, memantulkan kilau keemasan di atas panggung megah itu. Di sebuah gedung pertunjukan internasional yang terletak di jantung kota Paris, ribuan pasang mata menanti penampilan seorang gadis yang baru saja naik ke permukaan dunia seni: Luna.Nama itu, yang dulu hanya bergema di ruang-ruang kecil dan festival lokal, kini tercantum besar di layar LED berkilauan: “Luna – Rising Voice of Asia”.Di balik panggung, Luna berdiri di depan cermin rias. Rambutnya ditata sederhana, gaun putih elegan membalut tubuhnya dengan anggun. Tapi yang paling mencolok adalah mata itu—mata yang dulu sering dipenuhi keraguan, kini memantulkan keyakinan.Seorang kru mendekat, memberi tanda lima menit sebelum penampilan dimulai. Luna mengangguk pelan, lalu menatap bayangannya sekali lagi. Hatinya berdegup kencang, bukan karena takut, tapi karena sadar bahwa malam ini adalah langkah besar menuju mimpinya.Ia mengingat semua perjalanan panjang: air mata, tawa, kehilangan,

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 109 Bintang Yang Menunjukan Pulang

    Bandara pagi itu ramai, tapi bagi Luna, semua suara terdengar sayup. Deru langkah, pengumuman maskapai, suara koper berderit—semuanya mengalir seperti gema jauh. Yang nyata hanya satu: beratnya langkah yang harus ia tempuh.Di tangannya, tiket keberangkatan terasa seperti kertas terberat di dunia. Jantungnya berdegup cepat, tidak karena takut akan perjalanan panjang yang menunggu, tapi karena seseorang yang berdiri di sampingnya. Adrian.Pemuda itu mengenakan jaket hitam sederhana, rambutnya sedikit berantakan, namun sorot matanya tegas, menahan badai dalam dirinya sendiri. Ia berusaha tersenyum, tapi garis bibirnya tak pernah bisa menutupi kenyataan: ia juga tidak siap melepaskan.Luna menoleh sejenak, matanya memandangi wajah yang telah menemaninya melewati begitu banyak luka dan harapan. “Aku masih nggak percaya ini beneran terjadi,” katanya lirih.Adrian menarik napas panjang. “Aku juga. Rasanya baru kemarin kita ketemu di taman itu. Sekarang… kamu mau terbang ribuan kilometer jau

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 108 Saat Cinta Menemukan Rumahnya

    Malam menjelang keberangkatan itu terasa berbeda. Udara kota seperti membawa keheningan yang tidak biasa, seolah ikut memahami beratnya hati yang menunggu perpisahan.Luna duduk di tepi ranjang, koper kecil sudah tertutup rapi di sudut kamar. Tangannya menyentuh kotak kayu yang menyimpan surat Adrian dari malam sebelumnya. Kata-kata “Aku tunggu kamu di ujung altar” masih terngiang, memberi kekuatan sekaligus rasa haru yang sulit dijelaskan.Ketukan lembut di pintu terdengar. “Luna?” suara Adrian, pelan.“Masuklah,” jawabnya.Adrian melangkah masuk, mengenakan jaket hitam sederhana. Wajahnya lelah, tapi matanya tetap menyala ketika melihat Luna. “Kamu sudah siap?” tanyanya.Luna mengangguk singkat, lalu menunduk. “Siap… tapi nggak benar-benar siap.”Adrian tersenyum tipis, mendekat lalu meraih tangannya. “Kalau begitu, ikut aku sebentar. Ada tempat yang harus kita datangi malam ini.”Tanpa banyak tanya, Luna mengikuti Adrian keluar rumah. Udara malam dingin menyapa, tapi genggaman tang

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 107 Janji Diujung Altar

    Malam itu, meja kerja Adrian dipenuhi kertas kosong yang belum terisi. Pena di tangannya bergetar, bukan karena lelah, melainkan karena beratnya kata-kata yang ingin ia tuliskan. Sejak dulu, ia lebih mudah mengungkapkan perasaannya lewat musik. Namun kali ini, ia tahu, hanya tulisan yang bisa menyampaikan isi hatinya.Surat ini bukan sekadar coretan tinta. Ia ingin menjadikannya saksi janji—bukan pamit, bukan akhir, melainkan awal dari sesuatu yang baru.Adrian menatap jendela kamarnya. Hujan turun tipis, mengetuk kaca seolah ikut menemaninya dalam keheningan. Bayangan Luna terlintas jelas di kepalanya: senyum lembut, mata yang berbinar, dan cara sederhana Luna mencintainya tanpa syarat.Ia menarik napas panjang, lalu mulai menulis."Luna...Jika surat ini sampai ke tanganmu, mungkin aku sedang berada di suatu tempat yang tak bisa kujelaskan dengan kata-kata. Tapi percayalah, setiap detik aku memikirkanmu. Surat ini bukan perpisahan. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu dengan kata-ka

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 106 Video Dokumenter Dari Maya

    Malam itu, ruang keluarga terasa lebih hening dari biasanya. Lampu gantung berwarna kuning hangat menyinari meja kayu di tengah ruangan, sementara di luar jendela, hujan tipis menetes dengan ritme yang konstan. Adrian duduk bersandar di sofa, jemarinya mengetuk ringan pada permukaan sandaran tangan. Ia menunggu Maya yang sejak tadi sibuk menyiapkan sesuatu di laptop.“Udah siap?” tanya Adrian, suaranya terdengar setengah gugup.Maya tersenyum kecil, lalu menoleh ke arah Luna yang duduk di sebelah Adrian. “Siap, tapi… aku harap kalian nggak kaget setelah nonton ini.”Luna saling bertukar pandang dengan Adrian. Ada ketegangan samar yang tidak bisa diabaikan. Seolah mereka akan menyaksikan sesuatu yang bisa mengubah arah langkah mereka selanjutnya.Maya lalu menghubungkan laptopnya ke layar TV. Dalam hitungan detik, layar menampilkan judul sederhana: “Serenade di Bawah Bintang – Behind the Story”.Video dimulai dengan pemandangan kota kecil tempat semua cerita mereka berawal. Jalanan sem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status