Beranda / Romansa / Serenade Cinta Dibawah Bintang / Bab 33 Jeda Yang Menggores

Share

Bab 33 Jeda Yang Menggores

Penulis: San_prano
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-04 09:40:36
Sudah seminggu sejak pesan Adrian masuk ke layar ponselnya. Luna belum membalas. Bukan karena tidak peduli, tapi karena ia belum tahu harus mulai dari mana.

Ia membaca ulang kalimat itu berkali-kali—pesan singkat, tanpa desakan, tanpa harapan palsu. Hanya kehadiran yang ditawarkan. Dan anehnya, itu membuat Luna justru semakin bingung. Sejak kapan perhatian sekecil itu bisa terasa begitu dalam?

Di balik diamnya, Luna menyimpan banyak hal yang tak terucap. Ia tahu dirinya pun bukan tanpa salah. Dalam keinginannya mengejar mimpi, ia tanpa sadar telah menjauh. Adrian memang tak selalu tahu bagaimana cara menunjukkan dukungan, tapi itu bukan berarti ia tidak peduli. Hanya saja, waktu dan jarak telah membuat segalanya kusut.

Hari itu, Luna berdiam cukup lama di ruang latihan kampus. Tangan kanannya memegang pensil, menulis tangga nada pelan-pelan. Tapi tak ada nada yang benar-benar keluar dari hatinya. Semua seperti berhenti di ujung jemari.

“Masih belum nemu flow-nya ya?” suara Nada, re
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 99 Jejak Dibalik Bayangan

    Malam itu seperti memiliki napasnya sendiri—dingin, berat, dan penuh bisik-bisik yang tak terdengar. Lampu jalan memercikkan cahaya kuning pucat di aspal basah, sementara bayangan pepohonan menari pelan diterpa angin. Di kejauhan, suara sirene polisi terdengar samar, lalu menghilang ditelan gelap.Luna duduk di tepi ranjang, punggungnya sedikit membungkuk. Tatapannya kosong menembus kaca jendela, ke arah jalan sepi di bawah. Sisa rasa takut dari kejadian di depan pintu apartemennya masih menempel di kulit, seperti bau asap yang sulit hilang. Ia memikirkan satu hal—jika Maya benar, jika seseorang memang mengawasi Adrian… maka malam ini bisa jadi bukan kebetulan.Di sisi lain kota, Adrian duduk di dalam mobil yang diparkir di bawah pohon besar. Tangannya masih menggenggam ponsel yang tadi digunakan untuk menerima telepon misterius itu. Suara berat si penelepon terngiang-ngiang di kepalanya, menciptakan tekanan di dada yang sulit ia abaikan. "Lo pikir dia aman? Lo nggak tahu setengahnya

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 98 Jejak Yang Mulai Terlihat

    Udara sore mulai menurunkan suhu kota, meninggalkan sisa-sisa panas yang tertahan di trotoar dan dinding bangunan. Langkah Luna melambat ketika ia sampai di depan sebuah kafe kecil di sudut jalan, tempat yang dulu sering ia kunjungi bersama Maya. Hatinya masih dipenuhi pertanyaan—tentang Adrian, tentang dirinya, dan tentang arah hubungan yang kini terasa rapuh.Pintu kafe berderit pelan saat ia mendorongnya. Aroma kopi dan roti hangat langsung menyambutnya, seolah mengajak untuk duduk dan mengistirahatkan pikiran. Maya sudah duduk di sudut, dengan secangkir teh hangat di hadapannya.“Lo telat lima belas menit,” ucap Maya sambil mengangkat alis. Nada suaranya ringan, tapi sorot matanya penuh rasa ingin tahu.Luna menarik kursi dan duduk, meraih napas panjang sebelum membalas. “Maaf… gue sempat berhenti di taman tadi. Butuh waktu buat mikir.”Maya mencondongkan tubuhnya sedikit. “Tentang Adrian?”Luna hanya tersenyum tipis. “Kalau gue bilang ‘tidak’, lu juga pasti nggak percaya.”Hening

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 97 Langkah di Tengah Keraguan

    Suasana kafe di sudut kota itu terasa hangat oleh aroma kopi, tapi di hati Luna, segalanya tetap dingin. Jemarinya meremas cangkir latte yang mulai kehilangan uap panas. Di seberangnya, Maya duduk dengan ekspresi serius, menatap Luna seakan berusaha membaca pikirannya.“Gue nggak ngerti lagi, May…,” ucap Luna pelan, nadanya penuh resah. “Setelah semua yang terjadi, gue nggak tahu harus percaya sama siapa.”Maya menghela napas. “Lu cuma capek, Lun. Gue ngerti. Tapi kalau lo terus diem kayak gini, masalah nggak akan kelar.”Luna mengangkat pandangannya. “Maksud lo?”“Lu pikir Adrian tahu semua yang lo rasain sekarang? Gua rasa dia nggak punya gambaran jelas. Dia juga lagi perang sama pikirannya sendiri,” jawab Maya tegas.Luna terdiam. Kata-kata Maya menusuk, tapi bukan tanpa alasan. Ia tahu Adrian sedang menghadapi bayang-bayang masa lalunya—termasuk gosip soal hubungan lamanya dengan produser wanita yang kini mulai dibicarakan lagi di media sosial.Sementara itu, di sisi lain kota, Ad

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 96 Bayangan Yang Menyertai

    Hujan gerimis masih menyapu halaman depan café itu ketika Adrian menutup pintu kaca di belakangnya. Napasnya sedikit berat, bukan karena lelah, tapi karena ruang di dalamnya baru saja menyatukan kembali dua dunia yang sempat terpisah. Pertemuan dengan Luna barusan meninggalkan rasa hangat, tapi juga getir yang menempel seperti sisa hujan di jaketnya. Luna masih di meja, jemarinya menggenggam cangkir cokelat panas yang mulai kehilangan uapnya. Tatapannya mengikuti punggung Adrian yang menjauh, seolah ingin menahan, tapi lidahnya kelu. Ada kata yang tadi tak sempat diucapkan, sebuah bagian dari dirinya yang masih ragu untuk dikeluarkan di tengah suasana yang rapuh. Di luar, Adrian melangkah cepat menuju mobil. Namun di tengah langkahnya, ia berhenti. Bayangan pertemuan itu berulang di kepalanya—cara Luna tersenyum setengah hati, bagaimana matanya sedikit menghindar saat ia bicara tentang proyek barunya. Semua itu seperti potongan puzzle yang tak pas, tapi memaksa dirinya untuk meliha

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 95 Pertemuan Kembali

    Hujan turun rintik-rintik malam itu, membasahi trotoar kota yang mulai sepi. Lampu jalan memantulkan kilau keemasan di genangan air, sementara aroma tanah basah memenuhi udara. Luna berdiri di bawah kanopi kafe kecil, menggenggam payung lipat yang belum dibuka. Jantungnya berdebar tak beraturan sejak membaca pesan Adrian tadi sore.Ia belum pernah merasa seperti ini sebelumnya—antara gugup, rindu, dan takut kalau semua ini hanya akan menjadi percakapan singkat yang berakhir hambar. Tapi tatapan Adrian di panggung festival kemarin masih jelas terpatri di kepalanya. Itu bukan sekadar tatapan musisi kepada penonton. Itu tatapan seseorang yang ingin berbicara, tapi menahan kata.Suara langkah mendekat membuat Luna menoleh. Adrian muncul dari arah ujung jalan, mengenakan hoodie abu-abu dan celana jeans gelap. Rambutnya sedikit basah oleh hujan, tapi ia tetap berjalan santai, seolah hujan bukan masalah.“Luna,” panggilnya pelan begitu jarak tinggal beberapa langkah.“Adria

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 94 Nada Yang Menggapai

    Malam di studio terasa berbeda. Adrian duduk sendirian di depan keyboard, lampu temaram memantulkan cahaya lembut ke permukaan piano. Jari-jarinya belum menyentuh tuts; matanya menatap kosong ke arah partitur yang masih kosong.Sejak percakapan terakhir dengan Luna, hatinya seperti terombang-ambing. Ia ingin meraih, tapi juga takut mendorong terlalu jauh.Ia menarik napas panjang, menutup mata, lalu mulai menekan tuts pertama. Nada-nada itu keluar pelan, ragu-ragu, seperti menunggu sesuatu yang bisa menghidupkan mereka. Dan kemudian, sebuah melodi mulai terbentuk—bukan melodi acak, melainkan sesuatu yang lahir dari tempat yang paling dalam di dadanya.“Untuk Luna,” gumamnya.Di layar komputer, ia mulai merekam. Setiap nada mengalir seperti ia sedang berbicara langsung padanya: lembut, tulus, tapi juga penuh kerinduan yang tak terucap. Lirik pun mulai mengalir di kepalanya, potongan kalimat yang terinspirasi dari senyuman Luna, dari tatapan matanya, dari momen-momen kecil yang mereka l

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status