LOGINLuna, seorang gadis sederhana yang bekerja di sebuah kafe, jatuh ke jurang keputusasaan setelah satu kesalahan fatal membuatnya dipecat dan terancam kehilangan tempat tinggal. Pria yang hidupnya ia hancurkan hari itu adalah Arkan Wijaya—CEO muda, dingin, dan berkuasa. Tak disangka, Arkan justru memanggil Luna untuk sebuah wawancara. Namun bukan pekerjaan yang ia tawarkan, melainkan pernikahan kontrak selama satu tahun dengan syarat kejam: seorang ahli waris. Tanpa pilihan lain, Luna menandatangani kontrak yang mengikat kebebasan dan harga dirinya. Di balik pernikahan palsu, tekanan keluarga, kecemburuan mantan tunangan, dan tuntutan ranjang mulai menguji batas mereka. Saat perasaan tumbuh, Luna dan Arkan harus memilih—mematuhi kontrak, atau melanggarnya demi cinta.
View MoreArkan berdiri dari kursinya dengan gerakan yang sangat mendadak hingga kaki kursi itu berdecit keras, memecah ketenangan restoran mewah tersebut. Tanpa sepatah kata pun, ia melangkah pergi dengan langkah lebar yang penuh amarah. "Tuan! Tunggu!" seru Luna. Ia terpaksa setengah berlari untuk menyamakan langkah di belakang punggung tegap itu. Di dalam lift yang sunyi menuju basement, atmosfer terasa begitu menyesakkan. Arkan berdiri kaku, menatap pintu metal di depannya dengan rahang yang terkatup rapat. Suasana di ruang sempit itu terasa lebih dingin daripada embusan AC di atas mereka. "Tuan, Anda menyakiti tangan saya," bisik Luna lirih saat mereka sampai di samping mobil. Arkan tersentak. Ia baru menyadari jemarinya masih mencengkeram pergelangan tangan Luna sejak mereka meninggalkan meja makan. Ia melepaskannya dengan sentakan kecil, seolah kulit Luna adalah bara api. Ia menatap bekas kemerahan di kulit putih itu sebelum egonya kembali menutup rasa bersalahnya. "Masuk," perinta
Begitu mereka sampai di aula depan, Arkan langsung menyambar kunci mobil dari tangan pelayan dan membukakan pintu untuk Luna dengan gerakan yang hampir terlihat kasar, namun penuh perlindungan. Ia menginjak pedal gas dalam-dalam, meninggalkan kediaman Wijaya yang menyesakkan itu dengan deru mesin yang menggelegar. Keheningan di dalam mobil terasa begitu pekat. Luna hanya mampu menatap kosong ke luar jendela, melihat deretan pepohonan yang memudar berganti dengan lampu-lampu kota yang mulai menyala. Tangannya masih gemetar, dan ia merasa seolah-olah aroma parfum mawar ibu Rina dan tatapan merendahkan Alisa masih menempel di kulitnya. "Bernapaslah, Luna," suara Arkan memecah kesunyian. Ia sudah melonggarkan dasinya, namun rahangnya masih mengeras. "Kenapa Anda melakukan itu?" bisik Luna tanpa menoleh. "Anda menghina mitra bisnis penting Anda di depan Ibu Anda. Itu akan berdampak buruk pada posisi Anda." Arkan menyeringai tipis, sebuah ekspresi sinis yang lebih ditujukan pada d
Luna keluar dari kamar mandi dengan wajah yang masih sedikit sembab, namun uap air panas setidaknya berhasil meredakan ketegangan di otot-ototnya. Ia menemukan Arkan sudah berdiri di dekat jendela, mematangkan penampilannya dengan jas hitam yang dipotong sempurna. "Sudah selesai menangisnya?" tanya Arkan tanpa menoleh. Suaranya datar, namun tidak sekasar sebelumnya. Luna tidak menjawab. Ia hanya berjalan menuju meja rias untuk menyisir rambutnya yang basah. Namun, langkahnya terhenti saat melihat sebuah kotak beludru hitam berukuran besar di atas meja, di samping tangannya. "Pakai itu untuk jamuan makan siang nanti," perintah Arkan. "Dan jangan lepaskan sedetik pun. Alisa harus melihat kamu memiliki apa yang tidak akan pernah ia dapatkan." Luna membuka kotak itu. Sebuah kalung berlian dengan mata zamrud yang berkilau mewah seolah mengejek kesederhanaannya. "Ini terlalu berat, Tuan. Arkan berjalan mendekat, mengambil kalung itu, dan memberi isyarat agar Luna berbalik. Saat jemar
Malam berlalu seperti siksaan yang lambat. Efek ramuan itu benar-benar nyata; Luna merasakan seluruh tubuhnya digerogoti hawa panas yang membuatnya gelisah, namun setiap kali ia mencoba menjauh, Arkan akan menariknya kembali ke dalam pelukannya. Bagi mata kamera, mereka tampak seperti pengantin baru yang tak bisa terpisahkan, namun bagi Luna, setiap sentuhan Arkan adalah pengingat akan kontrak yang mencekik lehernya. Cahaya fajar menyelinap malu-malu melalui celah gorden beludru saat pintu kamar diketuk dengan otoritas yang tak terbantahkan. Luna tersentak bangun, menyadari bahwa ia sempat terlelap di dada bidang Arkan yang keras. "Waktunya bangun, Luna," gumam Arkan, suaranya serak khas orang baru bangun tidur, namun matanya langsung tajam waspada. Pintu terbuka tanpa menunggu izin. Nyonya Rina masuk dengan langkah anggun, diikuti oleh dua wanita berseragam medis putih yang membawa peralatan laboratorium portabel. Wajah Nyonya Rina tampak segar, kontras dengan Luna yang tampa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.