Share

Bab 47 Cungkup Tanah

“Di penghujung waktu, penderitaan harus diterima seperti kutukan. Penderitaan yang tidak memiliki makna, yang tidak memberi kekuatan, dan tidak pula berdampingan dengan kebahagiaan, yang ketika ditanya kenapa, jawabannya sunyi. Tapi, terkadang kita menemukan puncak kesenangan di dalam penderitaan, dan aku berpikir, mungkin Tuhan juga ikut tertawa, menertawakan kita. Apa kamu pernah berpikir bahwa hidup kita ini cuma lelucon bagiNya?”

Raesaka menunduk, mengamati nama Sindukala yang terukir pada nisan di atas pusara palsu itu, tersorot sinar purnama raksasa yang menggantung rendah di langit gelap. Puncak-puncak pegunungan meninggi, tanah menggeliat lambat, dan angin bersemilir mempermainkan dedaunan dan rerumputan, menerbangkan aroma kacapiring bersama kunang-kunang dan kupu-kupu beraneka warna. Suara-suara binatang malam mengiringi Marsala dan Arabela yang menari di atas tanah kosong. Keduanya bertelanjang kaki, tertawa, berpelukan, berciuman, dan kembali muda.

Sebagian genting rumah
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status