Share

Serpihan Kenangan
Serpihan Kenangan
Penulis: chaebugizchw_

Terbangun Dari Koma

"Pasien telah sadarkan diri!"

Seketika satu ruangan ini menjadi begitu berisik begitu melihat kedua kelopak mataku sayup-sayup mulai terbuka. Sangat mengganggu namun aku tidak bisa berbuat hal selain mendengar keberisikan itu selagi rasa sakit teramat sangat menusuk menghunjam sekujur tubuhku dalam sekejap begitu kesadaranku kembali ke dunia ini.

Terutama di bagian kepala dan tulang belakangku.

Seakan aku sudah tertidur sangat lama di ranjang ini, dan kepalaku bagai dihunjam ribuan jarum dari berbagai arah.

Sehingga secara sadar tidak sadar sekujur tubuhku kemudian menggeliat kesakitan secara histeris tidak terkendali di atas ranjang, membuat semua orang terkejut dan berusaha menenangkanku.

Padahal aku sendiri bahkan seakan tidak bisa merasakan kendali atas tubuhku.

Secara terburu-buru sekelompok orang dengan jubah medis kemudian mendatangi ruanganku. Melalui nametag di jubah mereka, aku dapat melihat mereka semua adalah dokter dari berbagai jenis spesialis.

Ada apa sesungguhnya denganku?

Begitu menangani kehisterisan tak terkendali ini, salah satu dari mereka dengan sigap menyuntikkan sesuatu kepadaku, membuat sekujur tubuhku seketika berangsur menjadi lebih tenang sekaligus melemah disaat bersama.

Terpaksa aku berserah diri ketika dokter memeriksa tubuhku. Dari situ aku baru sadar ternyata tubuhku sekarang tengah terhubung dengan berbagai jenis alat-alat berat, membuatku semakin mengerti kenapa tubuhku bisa menjadi se-sakit ini.

Meski entah mengapa aku sama sekali tidak dapat mengingat bagaimana aku bisa berakhir di ranjang rumah sakit dengan kondisi se-mengenaskan ini.

Yang terlintas dalam kepalaku hanyalah Bryan Adams.

Siapa gerangan sang empunya nama, aku juga tidak tahu. Mungkin saja itu adalah orang berharga bagiku? Entahlah. Yang jelas aku tidak yakin itu namaku sebab Bryan Adams terdengar terlalu gagah untuk menjadi nama seorang wanita sepertiku.

"Dokter!"

Saat kondisi tubuhku sedang diperiksa oleh salah satu dari sekelompok dokter di depan ranjangku ini, tiba-tiba saja seseorang masuk ke dalam ruangan dengan sangat tergesa-gesa.

"Bagaimana keadaan Kaitlyn, Dok?" tanya orang itu memburu. Ia hendak menghampiri ranjangku, namun langkah besar itu langsung saja dicegat oleh suster dan beberapa dokter.

Jadi apa namaku Kaitlyn?

Mereka terlihat membicarakan sesuatu. Dari bagaimana orang itu memandangiku dari tempatnya berpijak selagi berbincang dengan dokter, tampak jelas bahwa mereka sedang membicarakanku.

Kami untuk sesaat saling bertukar kontak mata. Samar-samar dapat kudengar dokter menjelaskan kepada orang itu bagaimana kondisi aku sebelum sadar dan mengalami histeria. Akan tetapi saat aku hendak menguping obrolan dengan lebih saksama, dokter di depanku menginterupsi atensi dengan mengajukan tanda tanya kepadaku.

"Nyonya Adams, tolong kedipkan mata dua kali jika anda mengalami sakit kepala hebat."

Dokter ini baru saja memanggilku sebagai Nyonya Adams?

Meski sedikit kebingungan, namun aku mengedipkan kedua mataku untuk menjawab. Entah sejak kapan lidahku benar-benar terasa kelu dan seakan mati rasa sehingga aku tidak bisa mengeluarkan suara dengan jelas selain mengerang kesakitan.

Melihatku mengerjapkan kedua mata, dokter tersebut kemudian mengangguk sekilas sebelum mencatat sesuatu dengan cepat di notes.

"Selamat datang kembali, Bu Adams."

Dapat kurasakan ketulusan dalam kata-kata dari dokter di depanku ini. Ia bahkan tampak seakan hendak menitikkan airmata. Tapi aku sungguh terlalu lemah untuk membalas sehingga aku bergeming tidak memberi respon.

Lagipula memang aku sudah sakit seberapa lama sampai membuat dokter ini nyaris meneteskan airmata?

Aku benar-benar tidak tahu. Ingatan di dalam kepalaku seakan menghilang begitu saja. Seakan tidak ada satu petunjuk, bahkan sekedar tentang gerangan identitasku.

Sungguh bagai cangkang tanpa isi.

Perhatianku kemudian kembali ditujukan kepada orang tadi. Ia rupanya juga sedang mengamatiku dari sana, sehingga itu membuatku terpaksa kembali bertemu dengan kedua mata tegas miliknya.

Jantungku entah mengapa seakan menjadi lebih berisik seiring tenggelam dalam manik itu. Siapa gerangan orang itu?

Ia sangatlah tampan dengan rahang tajam terpahat begitu sempurna. Tidak terlalu sipit, namun memiliki alis tebal dengan sedikit rambut halus menghiasi dagu.

Sayang sekali aku tidak dapat mengingat dirinya meski sudah tercipta sedemikian sempurna.

Saat aku melepaskan kontak mata dengan orang tadi dan baru saja hendak memejamkan mata, entah bagaimana, secara tidak sengaja kedua mataku malah menangkap seseorang lain di sudut ruangan tengah menatapku cukup serius. Seseorang itu tidak jauh tampan namun terlihat sedikit menyedihkan dengan raut wajah muram.

Dan entah kenapa itu membuat dadaku seketika terasa begitu sesak.

***

Satu demi satu alat-alat di tubuhku mulai dilepas oleh dokter. Satu rumah sakit terus mengatakan aku sangatlah beruntung bisa mendapatkan keajaiban untuk kembali sadar setelah koma selama hampir satu tahun.

Dokter mengatakan aku mengalami amnesia akibat mengalami kecelakaan terlalu berat sebelum ini. Kecelakaan itu juga membuatku tidak bisa berbicara selama beberapa waktu akibat fungsi lidah dan tenggorokan sedang dalam masa memulihkan diri. Sungguh sebuah mukjizat bahwa aku bisa bangun dengan kondisi tubuh se-demikian sehat dan stabil setelah mengalami semua itu dan lama tak sadarkan diri.

Mulai besok aku harus mengikuti terapi untuk melatih kembali fungsi tubuhku. Hampir satu tahun berdiam diri di ranjang benar-benar membuat sekujur tubuhku bagaikan mayat hidup. Aku bahkan tidak dapat bergerak terlalu banyak.

Selain mengelus kepala orang di sampingku ini.

Pria tampan di awal tadi.

Yang masuk ke ruangan, namun kemudian diminta oleh suster-suster untuk menanti kabarku di luar saja.

Ia telah menceritakan tentang banyak hal mengenai diriku meski aku tidak dapat memberi respon lebih baik, sebelum jatuh terlelap di sampingku.

Termasuk tentang namaku, Kaitlyn Adams.

Atau nama dirinya, Bryan Adams.

Pantas saja nama Bryan Adams langsung muncul begitu saja di dalam kepalaku. Ternyata itu adalah nama dari suamiku sendiri.

Ya, ternyata aku sudah menikah. Sedikit terlalu mendebarkan sekaligus membuatku canggung sebab aku tidak dapat mengingat selain nama Bryan Adams itu, namun setidaknya untuk sekarang ini, tidaklah buruk memiliki suami setampan dan sebaik Bryan Adams ini.

Ia sedikit menegang saat tanganku mulai mengelus lembut wajahnya. Seakan-akan baru saja mengalami hal buruk. Tapi sedetik kemudian ketegangan itu berangsur menghilang seiring aku berusaha memberi kenyamanan.

Kegelisahan serta kantung hitam di bawah kedua mata itu sangat menjelaskan betapa selama ini Bryan telah menghabiskan waktu cukup berat disaat aku, istrinya, tidak sadarkan diri.

Ia tadi mengaku sangat merasa bersalah atas kecelakaan itu karena itu terjadi tepat setelah aku dan Bryan bertengkar hebat.

Fakta itu benar-benar membuat hatiku sakit bagai tersayat karena terlihat sangat jelas Bryan menyalahkan dirinya atas semua kejadian itu.

Padahal jika secara kasar, aku ini baru saja mengenal Bryan. Namun entah mengapa tubuh dan emosi dalam diriku seakan mengenal Bryan dengan sangat baik.

Sehingga aku tidak dapat membendung gejolak kepedihan di dalam tubuhku ketika melihat Bryan seakan menyalahkan dirinya sendiri.

Sungguh aku tidak menyukai itu.

"Permisi, Bu Adams."

Pintu ruanganku tiba-tiba saja digeser dari luar membuat atensi kedua mataku teralihkan dari memandangi Bryan.

Tidak berapa lama kemudian seorang dokter masuk bersama satu suster. Suara nakas besi didorong masuk oleh sang suster terdengar sedikit mengganggu sehingga membuat Bryan seketika terbangun dari tidurnya.

Laki-laki di sampingku ini mengusap kasar wajah bantal miliknya sebelum bangkit sekaligus mundur dari kursi di samping ranjangku dan mempersilahkan agar dokter dan suster itu mendekat ke ranjangku.

Dokter itu lalu melakukan check-up terakhir untuk hari ini kepadaku. Saat dokter sibuk melaksanakan tugasnya, atensi kedua mataku justru jatuh kepada Bryan di belakang sana. Ia tersenyum kepadaku seakan berusaha membuatku tenang selagi diperiksa dengan ekspresi wajah terlihat sangat menahan kantuk.

Hal itu membuatku tergelitik.

"Kondisi anda semakin membaik, Bu." ujar sang dokter senang selagi memeriksaku. Aku bergeming saja, tidak dapat menanggapi. Nanun kedua mataku bergulir melirik sekilas nametag milik dokter tersebut.

Dokter Andrea Maharani.

"Maaf jika kami mengganggu waktu istirahat anda. Ini check up terakhir untuk hari ini ya, Bu." lanjut Dokter Andrea menjelaskan.

"Tak mengapa, Dok."

Aku bersyukur Bryan dapat mewakiliku untuk memberi Dokter Andrea sebuah respon. Wanita dengan jubah terang itu lalu tertawa kecil. Ia dalam sekejap telah menyelesaikan tugas check-up tersebut sebelum berbalik kepada Bryan.

"Kondisi Bu Adams semakin stabil dan membaik untuk saat ini,"

Terlihat jelas bagaimana raut wajah Bryan tampak sangat lega ketika mendengar Dokter Andrea menjelaskan.

"Besok tolong jangan lupa temani Bu Adams untuk terapi ya, Pak." tambah Dokter Andrea kemudian.

Bryan mengangguk.

"Baik, Dokter."

Dokter Andrea lalu mengukir senyum tipis, "Kalau begitu saya ijin undur diri. Selamat beristirahat Bu, Pak."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status