Share

Rumah Kita

Dalam kondisi setengah sadar aku merasakan seseorang sedang mencoba mengangkatku dari tempat semestinya aku berada dengan menggendongku. Spontan saja itu membuatku terbangun dari tidur, meski kesadaranku atas sekeliling masih belum begitu awas.

Ternyata seseorang itu adalah Bryan.

Ia sedang berupaya menggendongku keluar dari mobil, dan aku baru saja menginterupsi tindakan tersebut sehingga sekarang aku masih terduduk di dalam mobil.

"Kembali tidur saja, Sayang. Aku akan menggendongmu sampai ke dalam, tenang saja." ujar Bryan disertai senyum tipis.

Tapi alih-alih memberi respon kepada Bryan, aku malah sibuk mengedarkan atensi dengan kedua mata masih menyipit akibat habis bangun tidur. "Kita sekarang ada di mana?"

Walau belum kesadaranku belum terkumpul sepenuhnya, namun aku tidaklah buta untuk menyadari sekarang aku dan Bryan sedang berada di dalam sebuah ruangan luas nan remang-remang dengan aroma bahan bakar begitu menyeruak. Yang menerangi hanyalah lampu mobil saja.

"Kita di garasi, Sayang. Kamu ketiduran, jadi aku berniat membawa kamu ke dalam lewat belakang saja." tukas Bryan menjelaskan dengan lembut.

Ya ampun.

"Dan maaf aku tidak sempat menghidupkan lampu. Sebent-"

Segera aku menahan ujung lengan dari kemeja Bryan ketika gestur tubuh Bryan seakan hendak berbalik entah mungkin untuk menghidupkan lampu supaya lebih terang dan tidak menakutkan.

"Tidak usah, Bryan. Biarkan saja begini." sergahku berupaya menghentikan Bryan.

"Sungguh? Kamu tidak ketakutan lagi?"

Melihat ekspresi lelah bercampur khawatir di wajah Bryan membuatku tersenyum tipis secara naluriah. Aku menggelengkan kepala, "Iya. Tadi aku terkejut saja, bukan ketakutan."

Usai mengatakan itu aku beranjak bangkit dari kursi mobil. Seatbelt-ku entah sejak kapan tidak terlilit melindungi tubuhku, mungkin sudah dilepaskan Bryan tadi sebelum hendak menggendongku.

Secara naluriah Bryan kemudian sedikit bergeser mundur untuk memberi jarak supaya aku bisa mendapatkan ruang lebih luas setelah keluar dari mobil. Tapi karena aku belum bisa benar-benar berjalan sendiri, maka begitu aku sudah berdiri keluar dari mobil, Bryan langsung saja mengambil tanganku agar aku dapat bertumpu kepadanya.

"Terimakasih, Bryan."

"Sama-sama, Sayangku."

Tapi belum sempat aku mengambil langkah lagi, dalam sekejap kedua lengan Bryan sudah mengangkatku dalam gendongannya. Spontan aku mengalungkan tangan ke leher Bryan sebagai bentuk menjaga diri sebab terkejut tidak menduga itu akan terjadi sekaligus takut kalau-kalau saja terjatuh.

"Bryan!" seruku memekik.

"Hm?"

"Kenapa malah menggendong aku begini? Kamu kan capek! Barang-barang di jok belakang nanti bagaimana?"

Mendengarku sangat cerewet begitu entah bagaimana justru malah membuat senyum di bibir Bryan mengembang sempurna. Walau dengan remang-remang dari lampu mobil, namun aku masih dapat melihat sekaligus merasakan dengan jelas betapa hangat dan terasa menenangkan senyuman tersebut.

"Supaya lebih cepat saja. Aku akan meminta bantuan sekuriti untuk membawa barang-barang ke dalam besok. Yang terpenting obat kamu ada di dalam tas, kan?" jawab Bryan sembari melirik sekilas tas selempang kecil terjulur bergantungan di lenganku sebab tidak ikut terangkat dengan kedua lengan Bryan bersama tubuhku.

Baiklah. Aku harus mengerti maksud baik Bryan. Mungkin Bryan juga sudah sangat lelah sehingga memilih langsung menggendongku supaya lebih cepat. Sehingga aku langsung saja mengangguk untuk mengiyakan keseluruhan kata-kata Bryan, termasuk bagian mengenai obat-obat tersebut.

Tidak lama setelah itu Bryan melangkah sembari menggendongku ke sudut ruangan garasi. Pintu berukuran lumayan besar di sana kemudian terbuka secara otomatis begitu langkah Bryan sudah berhenti di depannya.

Namun karena rasa kantuk sebenarnya masih bersarang di dalam diriku, jadi alih-alih mengawasi ke mana langkah Bryan menuju, aku justru malah berbalik berusaha mencari kenyamanan di dada Bryan.

"Kamu mengantuk sekali ya?" bisik Bryan seiring terus mengambil langkah. Dalam keadaan sudah mulai setengah sadar akibat termakan rasa kantuk, aku mengangguk saja. "Hum."

"Tidurlah."

Sayup-sayup aku mendengar suara Bryan berbicara lagi. Kelopak mataku sudah memejamkan diri sejak tadi, namun sebagian dari kesadaranku yang tersisa masih tertinggal menemani langkah demi langkah Bryan.

Bahkan hingga akhirnya Bryan berhasil masuk dan menurunkanku di atas sebuah ranjang setelah beberapa menit berjalan, dapat aku rasakan Bryan kemudian mengecup keningku singkat namun mendalam sebelum memakaikan selimut kepadaku.

"Kamu tidak tidur juga, Bryan?" Mataku sedikit terbuka dengan sayu untuk menatap wajah Bryan. Ia mengelus lembut rambutku sebelum memberi jawaban. "Belum. Aku akan menutup garasi dan mematikan mobil terlebih dahulu. Setelah itu aku akan menyusul."

"Ah, begitu."

Tapi aku buru-buru menambahkan lagi disela rasa kantuk mendera. "Jangan terlalu lama tinggalkan aku sendiri, Bryan."

Seketika kekehan kecil lolos begitu saja dari bibir Bryan. Ia menarik hidungku sekilas sebelum bangkit berdiri setelah duduk di sudut ranjang akibat menemaniku sejenak.

"Iya, Sayang."

Terasa seakan sisi manjaku menguap keluar begitu saja ketika berada di sisi Bryan. Aku kemudian menggeliat di atas ranjang berusaha mencari kenyamanan di balik selimut selagi Bryan akan beranjak. Namun sebelum benar-benar meninggalkanku di ranjang, Bryan berbisik kecil di telingaku.

"Selamat beristirahat, Putri Tidur."

***

Saat aku terbangun membuka mata, di sampingku sudah ada Bryan tengah memandangi dengan wajah khas bangun tidur. Begitu kelopak mataku terbuka, senyum Bryan langsung mengembang tipis.

"Good morning, Babe."

Sapaan dari Bryan membuatku secara naluriah ikut tersenyum bersama meski kesadaranku belum terkumpul sepenuhnya. "Good morning, Bryan." balasku dengan sedikit serak.

Tangan besar Bryan kemudian bergerak mengelus lembut wajahku. Menyentuh rahang lalu mengusap bibirku dengan ibu jari.

"Kamu tahu, Kaitlyn? Aku terkadang terus bertanya-tanya, bagaimana bisa Tuhan menciptakan kamu se-sempurna ini?"

Ucapan Bryan itu sebenarnya terdengar agak terlalu berlebihan sehingga dapat mengundang tawa kecil untuk lolos begitu saja dari bibirku seiring kehangatan mulai menjalari wajahku hingga merona merah. Tapi Bryan tampak begitu serius mengatakan itu selagi memandangi dengan tegas sembari sibuk menyusuri wajahku dengan jari jemarinya.

"Jangan berlebihan, Bryan." ujarku seraya mengukir senyum lembut untuk Bryan. Sekarang aku menarik tanganku ke atas sehingga dapat memegang tangan Bryan di wajahku.

Bryan menggelengkan kepala.

"Tidak berlebihan, itu kenyataannya. Sampai aku takut kalau-kalau saja seseorang berusaha mencurimu dariku."

Dapat aku lihat mata Bryan begitu redup seakan menyiratkan kegelisahan akibat sedang mengkhawatirkan sesuatu. Yang aku ragu itu sekedar kecemburuan atau rasa takut biasa karena segelap itulah kedua mata Bryan berbicara.

"Tapi sekarang aku di sini bersama kamu, kan?"

Sengaja aku sedikit bergeser supaya lebih dekat dengan Bryan. Ia kemudian tertawa kecil, namun bukan tawa biasa. Melainkan seakan mengejek diri sendiri, dan itu terdengar memilukan.

Aku mengerti.

Mungkin Bryan bertingkah begitu karena menertawakan diri sendiri. Sebab mau bagaimana Bryan berusaha meyakinkan bahwa segalanya baik-baik saja dan akan kembali seperti sediakala, namun hingga saat ini, aku tetaplah cangkang kosong, dimana sama sekali tidak memiliki ingatan meski kecil tentang hubungan ini atau Bryan sendiri.

Sekujur tubuhku mungkin terlihat sama, namun aku bukan Kaitlyn Adams yang dahulu Bryan tahu, dan fakta itu tentu saja sangat menyakitinya.

"Maaf."

Yang dapat keluar dari mulutku hanyalah kata-kata maaf saja. Tak dapat dipungkiri jika aku sendiri merasa sakit atas kenyataan sekejam ini. Tapi berbeda dengan Bryan, tidak ada alasan bagiku untuk merasa lebih tersakiti disaat aku sendiri bahkan tidak memiliki ingatan.

Tawa kecil Bryan langsung berhenti begitu saja. Ia kemudian dengan tegas menghardik, "Kamu kenapa minta maaf?"

"Sebab aku tidak kembali sebagai Kait—"

Tapi belum sempat aku menuntaskan kalimatku, Bryan sudah membungkamku dengan satu ciuman kasar—namun dalam sekejap membuat gairah dalam diriku terbangun.

Sehingga dalam sekejap Bryan sudah memegang kendali atas diriku.

Dan kali ini, kekang kendali tersebut tidak akan dihentikan oleh orang lain selain Bryan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status