Happy Reading*****"Kaget, kan? Semua itu benar, Mbak. Yustina telah bercerai dengan suaminya dan kemarin lelaki itu meninggal." Risma berkata dengan tegas. Menatap lawan bicaranya agar apa yang disampaikan dipercaya."Meninggal kenapa?" Oleh karena Dara menangis, Iklima tak menghiraukan perkataan Risma lagi. Fokusnya berpindah pada sang putri. Ternyata gadis kecil itu, bajunya terjepit kayu bangku sehingga membuatnya tidak bisa berjalan.Tingkah lucu si bocah membuat Risma tersenyum. Membayangkan jika kelak dia memiliki seorang putri. Namun, ketika teringat akan perlakuan Riswan, dia menjadi sedih."Ris, gimana kalau kita lanjut ngobrol di rumahku saja. Biar lebih leluasa. Dara sudah kelihatan bosen kalau di suruh duduk terus," saran Iklima."Apa nggak masalah, Mbak?""Nggaklah. Aku hari ini dinas malam, jadi siang sampai sore free. Tadi tuh baru aja pulang. Makanya ngajak ketemuan sesuai permintaanmu tempo hari." Wajah Iklima tampak berbinar."Oke kalau gitu. Mbak, ke sini tadi nai
Happy Reading*****"Aku nggak melindungi kesalahan Riswan, Ris. Percaya sama suamimu. Bukankah itu kunci langgengnya suatu pernikahan?" Iklima benar-benar tidak mampu untuk mengatakan yang sejujurnya. Selisih beberapa rumah dari kediamannya, berarti tempat tinggal Farel.Perempuan itu tahu apa yang dilakukan Riswan di sana. Namun, Iklima tidak bisa menceritakan hal itu karena janji yang sudah terucap pada sahabatnya. Dia sendiri belum tahu pasti untuk apa lelaki itu berkonsultasi kesehatan, sedangkan keadaannya terlihat baik-baik saja. Riswan pernah memintanya untuk berjanji agar tak mengatakan pada siapa pun, termasuk Risma, istrinya."Rasanya aku nggak percaya, Mbak. Secara dia deket banget sama kamu bahkan melebihi kedekatan denganku sebagai istrinya.""Gini aja, deh. Kamu fokus sama rumah tangga kalian dan mendapatkan momongan karena aku sering dengar Tante Rini pengen banget punya cucu. Kayak waktu itu, beliau sempat meminta vitamin untuk kesuburan kalian." Iklima menutup mulut
Happy Reading***** Risma sengaja tak memanggil suaminya. Dia masih ingin mendengar percakapan Riswan lebih lanjut. Anehnya, lelaki itu tak menyadari kehadirannya. Mungkin saking asyiknya ngobrol dengan orang yang menelepon. Sedikit kesal menunggu, Risma berdeham keras yang membuat suaminya langsung mematikan sambungan telepon. Makin curiga saja si istri jika seperti itu. Aneh, Riswan tak berusaha menjelaskan apa pun. Malah mengajak Risma untuk segera makan. "Mas telponan sama siapa tadi?" tanya Risma. Tangannya sibuk mengisi piring dengan makanan baik untuk dirinya sendiri maupun sang suami. "Telpon tadi?" Lelaki di sebelahnya malah balik bertanya. "Iya. Kapan lagi, sih. Emang ada berapa orang yang telpon tadi." Sengaja, Risma melempar pertanyaan lagi. "Satu aja. Kamu mau tau apa mau tahu banget." Riswan malah melempar candaan. Belum tahu saja kalau seorang perempuan sedang kesal dan cemburu. Dia seperti sengaja membangunkan macan betina. "Terserahmu, Mas. Palingan juga kamu j
Happy Reading*****'Ya Allah, Mas. Kenapa begitu banyak perempuan di sekelilingmu?' Ucap Risma dalam hati.Dia masih mengamati dua orang berbeda jenis itu. Melihat bagaimana cara sang suami memperlakukan seorang wanita yang sangat jauh berbeda dengan perlakuannya pada Risma. Saling mencium pipi kanan-kiri layaknya dua pasang insan yang mengenal dekat satu sama lain.Risma menangis dalam hati. Berapa banyak lagi, kecewa dan rasa sedih yang harus diterima dari perbuatan Riswan yang seperti itu. Tak terasa air mata Risma mengalir deras. Semakin lama berada di taman uni tentu akan membuatnya semakin terluka."Pak tolong antar saya pulang sekarang," kata Risma ketika sudah berada dekat dengan tukang ojek yang dia sewa tadi."Mbak nggak papa, kan? Kok, nangis?" tanya si Mas ojek. Bukan ranahnya untuk menanyakan hal pribadi pada penumpang yang menyewa. Namun, rasa empatinya mengalahkan etika itu."Saya nggak papa, Pak. Tolong antar saya sekarang." Risma naik di belakang si Mas ojek.Sedikit
Happy Reading*****Lelah memikirkan siapa perempuan yang ditemui Riswan di taman kota tadi. Indera penglihatan Risma mulai meredup dan perlahan menutup sempurna.Sebuah pergerakan di atas ranjang berpegas menggangu tidur Risma. Bola matanya bergerak-gerak masih susah untuk di buka. Mencoba membuka mata, di sampingnya sudah ada Riswan.Risma sengaja mengerjap-ngerjapkan mata. Mencoba peruntungan dan berharap suaminya akan menjelaskan tentang pertemuannya tadi dengan perempuan lain di taman kota. Sampai beberapa menit, tidak ada tanda-tanda pertanyaan atau perkataan dari lelaki di sebelahnya. Malah terdengar dengkuran halus beberapa saat kemudian.Risma menaikkan tubuh dengan hati-hati. Setengah duduk dan bersandar pada kepala ranjang. Melirik jam, ternyata sudah pukul dua dini hari. Tanpa sengaja, Risma menyenggol kepala Riswan. "Kok aneh? Apa Mas Riswan habis keramas? Jam segini rambutnya basah. Apa yang telah dia lakukan dengan perempuan tadi? Astagfirullah. Semoga pikiranku salah."
Happy reading*****Perempuan berjilbab pasmina itu segera menghampiri Riswan. Membuat hati Risma makin cemburu."Awas aja sampai ada adegan peluk-peluk kayak sama Yustina. Bakalan minggat aku," bisik Risma."Hust," bentak Riswan lirih. Lalu, dia membalas senyuman sang perempuan. "Sudah lama nunggu? Sorry, ya, telat.""Belum lima menit," jelas perempuan itu, "Istrimu, ya?"Riswan memberi isyarat berupa anggukan. "Sayang, kenalkan. Salah satu sahabat kecilku yang akan menjadi pemodal untuk usaha warung sate kita. Namanya, Fatiya.""Assalamualaikum. Aku Fatiya, salam kenal," kata si perempuan mengulurkan tangan pada Risma."Risma," jawab perempuan istri dari Riswan."Kenapa semalam nggak ikut ketemuan padahal aku sama suami dan anak-anak?" Fatiya terlihat begitu ramah dan cepat akrab sekalipun baru bertemu dengan Risma.'Apa bawa suami sama anak? Kok aku nggak tahu, sih. Apa memang aku ini terlalu suuzon sama Mas Riswan hingga semua kebaikannya tak terlihat sama sekali? Apa jangan-janga
Happy Reading***** Risma berlari sekuat tenaga. Melewati sahabat suaminya yang berteriak memanggil namanya. Menjauh sejauh-jauhnya dari warung. Bukan terkejut melihat wajah perempuan tadi, tetapi mengapa dua orang berlainan jenis itu harus melakukan panggilan video seintim itu. Pakaian Yustina sungguh sangat minim dan mengapa Riswan tidak merasa risih saat melihatnya. Sementara ketika Risma yang memakai pakaian seperti itu, sang lelaki malah memalingkan wajah. Apakah Riswan memang mencintai Yustina? Terus berjalan sambil memikirkan suaminya. Risma sampai di depan rumah sang mertua. Ternyata terlampau jauh dia berlari tadi. Jarak yang biasa ditempuh dengan motor kurang lebih 5 menit bisa dicapai dengan berlari. "Lho, Ris. Kenapa berdiri di sana?" tanya Rofikoh. Perempuan sepuh itu baru saja membuang sampah dan melihat menantunya terengah-engah sambil memegangi lutut berdiri di depan pagar. Risma sedikit terkejut. Memutar otak dengan cepat, lalu menjawab pertanyaan bundanya. "Tadi
Happy Reading***** Jempol Risma cepat membuka aplikasi ojek online. Sebelum mertuanya mengetahui air mata yang mengalir tanpa diperintah, dia berniat pulang ke rumahnya sendiri. Pantas Riswan tak mengejarnya tadi. Ternyata itulah alasannya. Siapakah gerangan perempuan yang sedang hamil dan dibelikan susu olehnya. "Ris, kayaknya kue kita udah mateng, deh," kata Rofikoh yang baru keluar dari kamar. Wajahnya terlihat segar dan berseri. Jauh berbeda dengan menantunya. "Bun, Risma mau pulang. Tadi Mas Riswan telpon mau ngajak keluar dan aku disuruh siap-siap." Perempuan berbaju daster batik itu menautkan alis. "Kenapa masmu nggak jemput aja ke sini? Jarak rumah kalian sama rumah bunda lebih deket dari warung, kan?" "Mas Riswan masih sama temennya yang bakalan gabung dalam waralaba kita," alibi Risma. Jangan tanyakan betapa gugupnya dia. Demi menutupi semua kesedihannya, perempuan itu terpaksa berbohong pada sang mertua. "Dasar Riswan, selalu saja aneh kemauannya." Rofikoh kecewa, te