Share

5. Posesif

"Halo sayang, apa kamu sudah siap?" Tanya Bagas di seberang telepon sana. Seperti biasa sejak Andira diterima bekerja di sebuah perusahaan swasta 1 bulan yang lalu, Bagas selalu mengantar jemput Andira seperti halnya hari ini.

"Sudah sayang."

"Kalau begitu, buka pintunya. Aku sudah di depan." 

Andira segera mematikan panggilannya dan bergegas membuka pintu rumahnya. Benar saja, Bagas sudah berdiri dengan gagahnya di depan gerbang rumahnya. Kemeja putih yang Bagas kenakan, begitu pas melekat di tubuh kekarnya hingga membuat Andira terpana akan ketampanan dan kegagahan prianya itu. Andira segera mengunci pintu rumahnya terlebih dahulu, sebelum akhirnya dia berlari menemui Bagas.

"Hei, kamu kenapa sayang?" Bagas mencubit gemas hidung Andira, saat kekasihnya itu menatap dirinya tanpa berkedip sedikitpun. "Apa kamu baru sadar kalau kekasihmu ini sangat tampan?" Godanya. 

Andira mengerjapkan kedua matanya, ia baru tersadar saat Bagas menggodanya. "Ck." Andira berdecak tanpa mampu menjawabnya. Tapi tidak bisa di pungkiri, kalau kekasihnya itu memang selalu bisa membuatnya terpesona.

Bagas selalu saja gemas saat kekasihnya salah tingkah seperti ini, dia kembali mecubit kedua pipi chuby Andira yang sangat menggemaskan. 

"Iih, sakit tau." Andira mengerucutkan bibirnya sembari memegangi kedua pipinya yang memerah karena cubitan sang kekasih, sedangkan Bagas hanya terkekeh melihatnya. "Kenapa kamu selalu datang terlebih dahulu lalu baru menelponku? Bagaimana kalau aku belum siap?" Tanyanya. 

"Karena aku tidak ingin ratuku menunggu." Ucapnya sembari membelai rambut panjang Andira yang selalu tergerai indah. 

Andira tersipu. Perkataan kecil yang terlontar dari mulut Bagas, selalu saja membuat hatinya berbunga. Hal-hal sekecil apapun yang Bagas lakukan, pasti akan selalu saja membuatnya senang.

"Ayo berangkat, aku tidak ingin Bosmu nanti malah menghukummu karena kamu telat." Ucapnya yang kemudian diangguki oleh Andira. Bagas kembali menunjukkan perhatian kecilnya pada Andira, dengan telaten ia memakaikan helm di kepala Andira. Andira tersenyum senang saat mendapat perhatian kecil itu, namun tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang tengah memandang sinis ke arah mereka.

"Ck, tunggu saja. Kebahagiaan kalian tidak akan berlangsung lama." Sarkasnya. 

Sepeda motor sport model Honda All New CBR 150R warna merah itu, melaju membelah jalanan ibu kota yang pasti akan macet jika waktu mendekati jam kerja. Namun karena mereka memang selalu berangkat lebih awal, jadi kemacetan tidak akan terlalu parah. Setelah 30 menit perjalanan, kini motor mereka berhenti tepat di depan sebuah bangunan yang terbilang cukup besar dan dipenuhi dengan banyak pintu kaca. 

"Selamat pagi Andira."

Suara bariton seseorang mengalihkan perhatian Andira yang baru saja turun dari motor. "Eh.Selamat pagi Pak Kevin." Ya, dia adalah Kevin, atasan Andira saat ini. Andira membungkukkan tubuhnya, memberi hormat.

"Apa kamu berangkat dengan motor ini? Kamu tidak sayang dengan kulit putihmu? Kulitmu bisa gosong loh karena sengatan sinar matahari." Ucapnya, dia melirik ke arah Bagas dengan ekor matanya. 

"Bapak bisa saja. Lagi pula saya suka naik motor, apalagi dengan kekasih saya." Jawab Andira dengan senyum manisnya, dia tidak ingin jika Bagas salah paham dengan ucapan atasannya nanti. 

Kevin tak menjawab, dia pergi begitu saja saat tahu pria yang sedang mengantarkan sekretarisnya saat ini adalah kekasihnya sendiri.

"Apa dia bosmu sayang?" Tanya bagas dengan tangan melepas pengait helm yg dikenakan Andira.

Andira mengangguk, dia tersenyum saat melihat wajah masam Bagas. Meski kekasihnya tengah kesal, tapi Bagas tidak pernah sekalipun lupa untuk memberikan perhatian kecilnya untuk Andira.

"Hati-hati sayang, aku tidak ingin kamu tebar pesona pada bosmu." Titahnya posesif. 

"Kalau aku tebar pesona padamu, boleh tidak?" Tanyanya dengan menaik turunkan kedua alisnya dan tentu saja hal itu sukses membuat Bagas tertawa karena gemas. 

"Kalau itu harus sayang."  Bagas kembali mencubit gemas kedua pipi Andira yang sangat ia sukai. "Ingat, balas pesanku dan angkat teleponku segera." Titahnya lagi sebelum akhirnya Bagas pergi meninggalkan bangunan besar itu.

Andira tersenyum, entah kenapa dia sangat menyukai sikap posesif kekasihnya itu.

***

Matahari mulai meninggi, menyapukan sinarnya untuk menghangatkan bumi. "Kemana sih! Kenapa teleponku tidak di angakat." Keluh Bagas mondar mandir dengan ponselnya, padahal baru saja 2 jam lalu Andira memberinya kabar jika akan mengikuti rapat, tapi sekarang dia sudah seperti kebakaran jenggot.

"Sudahlah Bagas, pasti rapatnya belum selesai. Nanti kalau sudah beres, pasti dia akan menghubungi kamu." Timpal Dion salah satu temannya. Dia sudah jengah melihat Bagas yang sedari tadi mondar-mandir layaknya sebuah setrikaan. 

"Bener tuh, kamu baru di tinggal beberapa jam saja sudak kayak anak ayam kehilangan induknya." Timpal Angga temannya yang lain. 

"Lagian juga 2 munggu lagi kalian akan sah, jadi puas-puasin dah dekep tuh bini. hahaha." Imbuh Reno, yang justru malah meledeknya.

"Sialan!" Umpatnya kesal. Ia melempar pulpen ia pegang ke arah Reno, namun Reno berhasil menghindar dengan gelak tawanya yang masih menggema. Drrtt, getar ponsel mengalihkan perhatian Bagas. " Halo, sayang." Ucapnya setelah mengangkat panggilan yang ternyata dari Andira.

"....."

"Baiklah, jangan matikan teleponnya! Aku tidak ingin bos mesummu itu macam-macam denganmu." Suara menggelegar Bagas menarik perhatian teman-temannya.

"Ada apa?" Tanya Dion. 

"Bosnya ngajak sekalian makan siang bareng." Keluhnya dengan wajah yang cemberut.

"Tenang saja Bro, aku percaya kalau Andira setia sama kamu." Memang, di antara teman-teman Bagas yang lain hanya Dion-lah yang selalu bisa bersikap dewasa.

Bagas mengangguk, meski begitu dia masih enggan untuk mengakhiri panggilan teleponnya. Dia malah memasang hedset dan mendengarkan percakapan mereka sampai mereka selesai makan siang. 

***

Tit, tit. 

Bagas membunyikan klaksonnya saat melihat Andira masih bersama dengan Kevin, atasannya.

Andira membungkuk memberi hormat kepada Kevin lalu berlari menghampiri Bagas. Andira membulatkan kedua matanya saat tanpa aba-aba, Bagas malah menyambutnya dengan sebuah pelukan erat.

"Apa kamu merindukanku sayang." Tangan Bagas membelai lembut rambut panjang yang selalu Andira gerai. 

Andira baru tersadar kalau Kevin masih memperhatikan mereka dari pantulan kaca helm yang terletak di salah satu stir motor Bagas. Dia membalas pelukan Bagas lalu kemudian mengangguk untuk mengiyakan. Dia tahu kalau kekasihnya melakukan hal itu kerena Kevin. 

Perlahan Bagas melepas pelukannya, tangannya membelai wajah cantik Andira, menyelipkan helaian rambutnya yang tercecer karena angin. "Apa kamu menunggu lama?" Tanyanya kemudian. 

Andira menggeleng. "Tidak, aku yang terlalu awal pulang." 

Bagas tersenyum, perlahan dia mendekatkan wajahnya ke arah Andira. Merengkuh pinggang Andira dan semakin mengikis jarak di antara keduanya.

Jantung Andira seakan berpacu liar, saat menatap kedua manik mata milik Bagas. Tubuhnya memanas dan ototnya melemas saat jarak di antara keduanya hanya tinggal sejengkal.

"Praangg."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status