Share

6. Ijab qobul

"Praangg." 

Sebuah suara menggangu momen intim antara Andira dan Bagas. Keduanya menoleh ke arah sumber suara dan ternyata itu ulah Kevin sang atasan yang sengaja melempar botol bekas soda. "Ingat, di jalan tidak boleh mesum!" Ucapnya, lalu dia masuk ke dalam mobilnya dan melajukannya dengan kecepatan tinggi.

Bagas tergelak saat melihat tingkah aneh atasan kekasihnya itu. 

"Hei, kenapa tertawa?" Tanya Andira menautkan kedua alisnya. 

"Tidak, tidak apa-apa. Aku heran kenapa dia kepo sekali dengan kita." Ucapnya yang masih di selingi dengan tawa.

"Apa jangan-jangan, tadi kamu sengaja untuk mengerjai Pak Kevin ya?" Tanya Andira yang kemudian di angguki oleh Bagas.

"Kenapa? Apa kamu ingin, sayang? Boleh aku melakukannya sekarang?" Tanyanya dengan nada menggoda.

"Cih, kamu itu bicara apa. Ayo cepat pulang." Tangan Andira meraih helmnya namun Bagas menahannya. 

"Aku pakaikan." Dengan telaten Bagas kembali memasangkan helm pada Andira. Sepertinya hal itu sudah menjadi kebiasaannya saat ini. "Hmm sayang, apa kamu sudah mengajukan cuti pada atasanmu?" Tanya Bagas. 

"Sudah, besok siang aku berangkat."

"Apa? Secepat itu? Apa gak sekalian bareng saja berangkatnya?" Tanya Bagas dengan polosnya. 

"Mana bisa begitu." Andira tergelak dengan penuturan kekasihnya. "Mulai besok kita di pingit, jadi belum boleh ketemu sebelum ada kata sah dari penghulu."

"Tapi telepon masih bisa kan?" Tanya Bagas lagi. 

Andira tersenyum dan menggelengkan kepala dengan tingkah Bagas saat ini. "Ayo pulang, hari sudah mulai gelap." Serunya yang kemudian menaiki motor Bagas.

Bagas melajukan motornya namun dengan kecepatan yang sangat rendah, rasanya dia tidak ingin cepat-cepat sampai kali ini.

"Tuben pelan?" Tanya Andira di balik punggung Bagas.

"Agar bisa berlama-lama dengan kamu." Serunya. Tangan kirinya menggenggam erat tangan Andira yang melingkar sempurna di pinggangnya.

Andira tersenyum, malu. Lagi-lagi Bagas selalu saja bisa membuatnya merona seperti ini.Bias cahaya warna jingga memancar menyinari keromantisan mereka berdua. 

***

Waktu cepat berlalu, hari ini adalah hari di mana Andira akan menjalani momen penting yang akan menandai awal dari kehidupannya bersama sang kekasih. Matahari belum juga terbangun dari tidurnya. Namun aktivitas di sebuah rumah nampak sudah sibuk, padahal waktu masih menunjukkan pukul 04.00 wib.

Sepetak lahan dengan dinding kayu beratapkan terpal, mereka bangun untuk dijadikan sebuah dapur dadakan. Di mana tempat itu di kuasai oleh para wanita paruh baya, yang rata-rata memang memiliki keahlian untuk memasak. Keahlian mereka kini ditunjukkan kala mendapat manat dari sang tuan rumah untuk menyiapkan beberapa macam menu hidangan yang akan disajikan kepada para besan dan para tamu undangan.

Sedangkan Andira, sang tokoh utama dalam acara ini tengah mempersiapkan diri untuk tampil secantik mungkin, di bantu oleh 2 orang wanita yang berprofesi sebagai MUA. Setelah memakan waktu yang cukup lama, para MUA itu berhasil memoles wajah Andira. Make up yang di gunakan adalah warna tone cenderung nude untuk lipstik dan blush, sementara untuk bagian mata cenderung hitam bold. Highlighter tampak kentara dikenakan untuk menyesuaikan dengan kebaya warna putih yang ia pakai. Hijab warna senada dengan hiasan kepala mirip seperti sebuah mahkota dengan untaian bunga melati yang melekat di samping kanan dan kiri telinganyapun, menambah kesan anggun dan mempesona bagi Andira.

Jantung Andira berdegup cukup kencang, saat suara hiruk pikuk para tamu undangan terdengar ramai dari dalam kamarnya. Apa lagi kala sang calon pengantin pria beserta rombongannya datang.

Sementara Bagas, tubuhnya sudah bekeringat dingin saat sang pemuka agama mulai membaca doa untuk membuka acara. Setelah pembacaan doa selesai, acara akan berlanjut pada acara inti yaitu pengucapan ijab qobul. 

Deg, Bagas tiba-tiba merasa ada sesuatu yang tak nyaman pada dada sebelah kirinya. Keringat dingin pun mulai bercucuran membasahi baju pengantin yang ia pakai. Sesak dan nyeri di bagian dadanya kembali terasa di saat Sulaeman, calon mertua yang sekaligus orang akan menjadi wali dari calon mempelai perempuan duduk berhadap-hadapan dengannya. Seluruh oksigen seolah tak menemukan celah untuk masuk ke dalam paru-paru.

Angin tiba-tiba berhembus kencang, menyapu tengkuk Bagas yang basah karena keringat. Punggungnya pun terasa panas dan sangat berat, seolah tengah memikul beras 10 karung sekaligus. Sekuat tenaga ia mencoba untuk bertahan agar tubuhnya tidak ambruk sebelum ia menuntaskan ijab qobulnya. Bayang-bayang kematian seolah bermunculan di benaknya dan dalam sekejab, zeeesh.

Bagas seolah memasuki dunia lain. Dia seolah bisa meliat dirinya sendiri tengah duduk bersila dan berjabat tangan dengan sang penghulu sekaligus calon mertuanya sendiri. Di saat itu juga dia bisa melihat dengan jelas sosok yang sudah sangat lama ia rindukan, dia tengah mengenakan pakaian serba putih yang seolah bersinar, sedang duduk di belakang tubuhnya yang lain.

"Bapak." Serunya. Ya, sosok itu adalah sosok sang bapak yang sudah lama tiada. Wajah pucat di kulit keriput sang bapak tidak mengusik rasa rindunya terhadap sosok tersebut. Entah kenapa dia juga bisa merasakan sentuhan, saat ia melihat sosok sang bapak tengah menyentuh bahu sebelah kanan tubuhnya yang tengah bersila. Tiba-tiba Bagas seolah tersedot dan kembali ke tubuhnya seperti semula, bertepatan dengan waktunya ia mengucapkan qobul. "Saya terima nikahnya dan kawinnya putri Bapak yang bernama Andira Alishba Beyza binti Sulaeman Basyir untuk diriku dengan maskawin tersebut tunai"

"Sah, sah, sah." Ucap para tamu undangan secara bersamaan. 

Seketika rasa nyeri di dada Bagas hilang, bersamaan dengan seruan para tamu undangan. Meski kini dia bisa bernafas lega tapi tak dapat di pungkiri jantungnya kembali berpacu dengan cepatnya saat sang mertua memanggil mempelai wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya. Rasa rindu selama 2 minggu tak berjuma dengan sang pujaan hati, menambah rasa gemetar di jantungnya.

Kedua matanya tak mampu berpaling tatkala wanita yang sekarang sudah berstatus sebagai istrinya, keluar dari dalam kamarnya. Jantungnya berdenyut lebih dalam, saat memandang sang istri yang nampak sangat cantik dengan balutan kebaya putih yang indah. Kulit putihnya terlihat sangat kontras dengan kebaya putih tersebut. Penampilan Andira yang bak seorang ratu, benar-benar mengalihkan dunia Bagas saat ini. 

"Hati-hati, nanti ilernya banjir." 

Bagas mengerjapkan kedua matanya saat suara sang kakak membuyarkan lamunannya. "Kak Ema, ganggu suasana saja!" Ia melirik dengan ekor matanya ke arah sang kakak.

"Makanya, kondisikan tuh mata. Belum juga para tamu pulang, wajahmu sudah berubah jadi bringas." Entah kenapa, saat ini Ema ingin sekali menggoda sang adik.

"Ka..." Ucapan Bagas tercekat saat sang istri sudah berada di hadapannya. Apa lagi sang fotografer mengarahkan dirinya untuk melakukan sesi sungkeman kepada orang tua kedua belah pihak. Sesi sungkeman pun berlangsung sangat dramatis tatkala Leni, ibu dari Bagas teringat akan mendiang suaminya. Bagas juga tak mampu menahan air matanya kala sang ibu tercinta mengucapkan syukur dan memberi restunya kepada kedua mempelai. 

Apalagi Andira yang merupakan anak semata wayang Suleiman dan Aisyah. Suleiman tak kuasa menahan derai air matanya saat harus melepas putri satu-satunya yang ia miliki. "Jaga nama baik suamimu baik-baik sayang, sekarang syurgamu berada di telapak kaki suamimu. Jadi apapun yang di perintahkan oleh suamimu jika itu baik, kamu harus mematuhinya." Titah sang Ayah yang kemudian dianggki oleh Andira. Tangannya mengusap lembut kepala Andira yang di balut dengan hijab berwarna putih. 

Tangis Andira pun pecah, kala sang ibu yang merupakan pahlawan hidupnya merengkuh tubuhnya dan mendekapnya dengan sangat erat. "Tidak terasa kamu sudah dewasa sayang, padahal ibu merasa baru kemarin ibu melahirkanmu." Serunya dengan linangan air mata. "Jaga dirimu baik-baik di sana sayang dan layani suamimu dengan baik." Titahnya.

Andira tak mampu menjawab, dia hanya menangis dalam pelukan sang ibu. Hingga pria yang bertugas sebagai fotografer menyadarkannya untuk melanjutkan dengan sesi pemotretan.

Andira beranjak dan memoles make up nya terlebih dahulu yang luntur karena menangis. Pemotretan berlangsung tidak cukup lama dan para tamu undangan pun mulai banyak yang pulang.

Para keluarga besar yang tengah berkumpulpun membuat kedua mempelai harus bercengkrama lebih lama lagi dengan mereka. Belum lagi setelah itu, mereka juga akan melanjutkan dengan acara resepsi yang akan di selenggarakan malam ini juga. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status