Ya sudah. Kamu siapkan saja mana-mana menu yang perlu di skip dan juga kalau ada saran untuk menu baru bisa kamu masukkan saja nanti saya cek dan saya lihat. Tapi kalau bisa jangan menu yang tadi aku sebutkan,"ucap Mona yang dijawab anggukan oleh manajernya.Wanita cantik itu kemudian berjalan ke depan bermaksud untuk melihat kasir. Biasanya memang seperti itu yang dia lakukan. Dia akan mengecek keuangan sekaligus melihat-lihat bagaimana perkembangan restorannya melalui pelanggan yang datang. Jika pelanggannya masih terlihat ramai berarti restorannya masih cukup laku. "Bagaimana. Apakah pemasukan kita tetap sama seperti kemarin atau justru berkurang?" tanya Mona sambil fokus melihat kepada sekretarisnya. "Jadi be....""Mona, ya ampun Mona. Kamu sudah bahagia ya sampai lupa dengan aku?" "Hah. Siapa ini?"____________"Ida." Mona berteriak girang. Sudah lama tidak bertemu dengan sahabat baiknya itu. "Kamu ke mana aja sih?" tanya Mona yang kemudian memeluk tubuh mungil Ida. Dialah sa
"Iya Tapi ini semua demi kebaikan kamu. Masa iya kamu akan kembali kepada laki-laki yang tidak memiliki perasaan seperti Herman. Dia itu nggak punya hati loh, dia mengkhianati kamu saat kamu sedang hamil. Saat kamu memerlukan kasih sayang dan di saat kamu sedang mengandung benihnya. Waktu itu juga kamu malah masalah kesehatan kan?" Mahendra menatap Mona dengan tatapan yang tidak bisa diartikan oleh Mona."Aku sudah besar dan aku sudah dewasa. Aku sudah bisa berpikir tentang hal itu. Jadi kamu nggak perlu menasehati aku!" Sinis Mona. Dia kesal dengan sikap Mahendra yang tidak tegas. Sebagai laki-laki bahkan dia tidak mampu mengakui perasaannya sendiri. Entah tidak mampu atau memang sebenarnya tidak memiliki perasaan apapun. Entahlah, Mona galau.Wanita cantik itu kemudian berjalan meninggalkan Mahendra begitu saja masuk ke dalam mobilnya. Agenda hari ini adalah melihat restoran yang telah beberapa hari dia tinggalkan. Namun, baru saja dia hendak mengemudikan mobilnya tiba-tiba ponselny
Aku nggak bisa janji Mas. Sekarang ini aku sibuk. Bahkan untuk masak diri sendiri pun rasanya aku malas . Tapi kamu nggak perlu khawatir nanti aku akan usahakan untuk membelinya di pinggir jalan atau kemanapun." Mona berusaha tersenyum. "Iya nggak papa. Tapi kalau kamu nggak bisa masak buburnya, Aku ingin telur ceplok aja,"jawab Herman dan kali ini Mona mengangguk. "Aku pergi dulu mas."Herman memberikan tangannya karena biasanya Mona akan mencium tangannya sebelum pergi. Namun, dia kecewa ketika Mona tidak melakukan hal itu. Wanita itu hanya pergi begitu saja meninggalkan suaminya. Sesampainya di depan pintu. Mahendra langsung menarik tangan Mona. "Loh kamu di sini. Kenapa tadi nggak masuk aja ke dalam?"tanya Mona. Dia menatap laki-laki itu dengan tatapan mata lembut. Sementara Mahendra, amarah yang tadi memuncak dan juga tidak ada yang bergemuruh seolah tak bisa terbendung lagi amarahnya kini perlahan mulai luluh. Entahlah, setiap kali dia melihat wajah Mona. Saat itu juga Mahen
Mahendra menarik nafas dalam, dia merasa Mona terlalu bucin. Bahkan dia tidak bisa, menilai bagaimana jahatnya Herman. "Aku rindu kebersamaan kita."Mahendra melihat Herman seperti memegang tangan Mona. Sumpah, dada laki-laki itu kian bergelombang. Dadanya terasa panas, dia sungguh tidak rela kekasih hatinya terlalu dekat dengan pria yang tidak tahu diri itu. Sekalipun dia tahu bahwa Mona masih sah menjadi istrinya Herman. "Kamu fokus aja dengan kesehatan kamu Mas. Nanti kalau ada waktu aku akan ajak Gea ke sini dan juga anak kedua kita. Aku tidak akan pernah membatasi hak mereka untuk bertemu denganmu. Karena walau bagaimanapun Kamu adalah ayahnya!" Tegas Mona.Sumpah, emosi Mahendra kian meledak. Dia kesal dengan apa yang diucapkan oleh Mona. Kenapa dia harus bicara seperti itu kepada laki-laki tidak tahu diri seperti Herman. Apa dia lupa, kalau di sini masih ada Mahendra yang sangat mencintai dia dan anak-anaknya. Bahkan Mahendra siap untuk menjadi ayah dari kedua anak Mona. Lela
"Udah deh Mell. Lo sayang kan sama gue," mohon Bayu."Apa maksudmu, Mas. Kamu ini Suamiku Mas, harusnya kamu melindungi aku.""Aku nggak mau buta Mel. Aku memang cinta sama kamu tapi kalau harus berkorban bahkan sampai, disunat dua kali juga aku nggak mau," jawab Bayu. Melly semakin keram dia menatap suaminya dengan kesal. Sementara Dion semakin di atas angin pria itu tersenyum kepada Melly. "Sudahlah. Ayolah lebih baik kita nikmati saja seperti itu dulu," bujuk Dion yang semakin berani menyentuh Melly. Wanita itu berusaha menolak tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa ketika Dion mulai memeluknya dengan erat. Tenaganya sebagai perempuan tidak bisa melawan tenaga Dion yang cukup besar. "Gak mau! Aku sudah punya suami!" Tegas Melly saat laki-laki itu hendak menciumnya. "Ngapain kamu pakai bilang ada suami. Suamimu aja diem aja kok, sudahlah mendingan sekarang kamu menikah aja sama aku. Kamu bisa hidup senang kok sama aku." Pria itu terus berusaha membujuk. "Gak, aku nggak mau!" To
"Dion." Melly tampak gemetaran. Dion adalah mantan pacarnya. Dia bukanlah laki-laki yang baik, dia sering mabuk. Berjudi, main LC ataupun berbuat kriminal lainnya. Itu kenapa ibu Melly melarang keras Melly melanjutkan hubungannya dengan laki-laki itu. "Apa kabar?"tanya pria itu sambil tersenyum mesum. "Kamu mau apa ke sini?" Entah kenapa Melly merasa ada sesuatu yang akan terjadi. Sementara lelaki itu hanya tersenyum. "Tenanglah," ucapnya sambil berusaha memegang dagu Melly. Namun, Melly sagera menghindar."Aku sudah punya suami!" Tegasnya.Sementara laki-laki itu hanya menatapnya. "Sejak kapan. Perasaan dari dulu kamu juga oke-oke aja aku pegang."pria itu mendekat,"apa kamu lupa. Dulu kamu selalu rindu lho sama aku, kamu bahkan rela sembunyi-sembunyi untuk menemui aku di belakang rumah." Pria itu menaik turunkan alisnya. "Kamu jangan samakan aku sama yang dulu! Dulu aku memang buta, aku menganggap Kamu pria yang sempurna. Aku bahkan tidak peduli dengan nasihat orang tuaku, nyata