Share

Bab 10

Penulis: Violen
Dia yang tanda tangan?

Tiba-tiba Andrian teringat satu bulan lalu, Vannisa pernah memberinya sebuah dokumen untuk ditandatangani.

Saat itu dia kira Vannisa cuma minta uang lagi, jadi tak terlalu memperhatikannya, bahkan tak melihat isi dokumen itu dengan teliti.

Sekarang baru dia sadar, ternyata yang dia tandatangani adalah surat perceraian!

Tapi kenapa Vannisa tidak menjelaskannya?

Bukankah Vannisa sangat mencintainya?

Tidak peduli seburuk apa pun dia memperlakukan Vannisa, dia juga tidak akan meninggalkan Andrian.

Lalu kenapa sekarang, tiba-tiba dia ingin bercerai?

Andrian tiba-tiba merasa tidak mengerti sama Vannisa.

Andrian bertanya pada ibunya, "Kenapa Ibu tidak melarang dia? Bu, aku tidak pernah terpikir untuk bercerai."

Ibunya semakin bingung.

Dia kira Andrian sudah tidak punya perasaan pada Vannisa sama sekali.

Tapi ternyata, Andrian memang tak pernah mau bercerai.

"Andrian, tapi Vannisa sudah pergi. Aku rasa, dia benar-benar sudah pasrah. Kalian sudah bercerai, kamu harus belajar melepaskan dan terus melangkah maju."

Kata-kata Fika membuat Andrian semakin kesal.

"Aku tidak setuju cerai, akta itu tidak sah. Lagipula, dia adalah milikku, bahkan jika sampai mati pun, dia harus tetap jadi milikku. Aku tidak akan membiarkannya pergi!"

Ibunya hanya bisa terdiam ...

Andrian menutup telepon dengan wajah penuh kekesalan, lalu berkata pada asistennya, "Kamu cari tahu sekarang Vannisa ada di mana."

Asisten pun sedikit kebingungan.

Bukankah Direktur Andrian sangat menyukai Nona Renisa?

Jika istrinya bersedia cerai dan tidak berbelit-belit, bukankah justru itu hal baik?

Lalu kenapa Direktur Andrian malah seperti merasa ditinggalkan?

Renisa yang di sampingnya juga tidak mengerti.

Dia kira setelah pulang ke negeri, Andrian pasti akan meninggalkan Vannisa dan menikah dengannya.

Kenapa perkembangan keadaannya tidak sesuai dengan yang dia bayangkan?

Jangan-jangan, Andrian suka sama Vannisa?

Tidak mungkin, kan?

'Jika memang menyukai Vannisa, kenapa selama ini dia lebih suka menghabiskan waktu bersama aku?'

Dia berusaha mencari alasan yang masuk akal untuk dirinya sendiri, Andrian sangat menjaga harga dirinya, dia boleh mengajukan perceraian duluan, tapi tidak boleh kalau Vannisa yang mengajukan duluan.

Pasti karena merasa harga dirinya terluka, makanya dia tidak mau melepaskan Vannisa.

Pasti begitu.

...

Vannisa tidur nyenyak semalaman di rumah barunya.

Keesokan harinya, dia mengatur janji dengan asisten Fika untuk mengurus pengalihan kepemilikan Vila Taman Laut Biru.

Begitu urusan administrasi selesai, Vannisa segera mencari agen properti dan mengatakan bahwa dia ingin menjual vila tersebut.

Agen properti melihat bahwa ini adalah transaksi besar, langsung bersikap sangat sopan kepada Vannisa, dan berulang kali meyakinkannya bahwa mereka akan segera mencarikan pembeli secepat mungkin.

Vannisa tidak khawatir soal penjualan, setelah menyerahkan pada agen dia pun tak pusing lagi.

Lalu dia pergi ke rumah sakit menjenguk ibunya.

Felicia sekarang kondisinya sudah jauh lebih stabil, bahkan sudah punya teman di rumah sakit, jadi kesehariannya pun tak terasa sepi.

Saat Vannisa datang, ibunya sedang ceria bermain kartu dengan pasien lain.

Vannisa tersenyum meletakkan buah-buahan di meja, mencuci pisau buah lalu memotongnya.

Setelah itu dia membawa buah yang sudah dipotong ke meja, membagikannya ke para paman dan bibi.

Dia juga mengambil satu potong buah dan memberi makan ke Felicia dengan garpu.

Felicia dengan alami makan satu potong dan bertanya, "Vanni, Andrian tidak ikut bersama kamu?"

Wajah Vanni seketika menegang. "Hmm, dia sibuk, nanti kalau ada waktu akan datang."

"Oh, kalian kapan mau punya anak? Ibu sudah tidak sabar ingin jadi nenek."

Ingatan Felicia banyak yang hilang karena sakit, dan dia sering lupa kejadian sehari sebelumnya.

Hingga sekarang, Felicia masih mengira perusahaan keluarga masih berjalan, dan ayah Vannisa cuma sedang pergi dinas.

Selain itu, Felicia masih mengira Vannisa baru saja menikah.

Saat pertama kali menikah dengan Andrian, Andrian sering mengajak Vannisa datang menemani ibunya.

Walaupun Andrian duduk di kursi roda, dia berasal dari keluarga baik, tampan, dan sangat sopan serta rendah hati di depan orang tua, sehingga Felicia sangat menyukainya.

Setelah itu, Andrian pun jarang sekali menemaninya lagi.

Namun, Felicia sama sekali tak mengingat hal itu. Di benaknya, hubungan pernikahan antara Vannisa dan Andrian masih sangat baik.

Vannisa khawatir ibunya akan terguncang, jadi dia belum berniat memberi tahu bahwa dirinya sudah bercerai.

Vannisa mengeluarkan sejumlah uang receh dari dompetnya dan meletakkannya di atas meja kartu, lalu mengalihkan topik pembicaraan sambil tersenyum, "Ibu, tiap kali Ibu menyuruh aku cepet punya anak, kepalaku langsung sakit, fokus main kartu saja! Jangan sampai uangku habis semua karena Ibu ya."

Felicia tertawa polos seperti dulu. "Ayahmu titip semua uang padaku, aku tidak butuh uangmu itu."

Vannisa membujuk, "Iya, aku tahu ayah sayang Ibu."

Setelah Felicia selesai main kartu, Vannisa mengajak ibunya keluar untuk menikmati sinar matahari.

Felicia bertanya dengan polos, "Vanni, aku sudah hampir dua bulan di rumah sakit, kenapa ayahmu belum pulang? Kamu sudah telepon tanya dia belum?"

Vannisa berkata, "Ayah sedang sibuk proyek di luar negeri, katanya akan segera pulang."

Felicia menghela napas, "Dia ini gila kerja, begitu sudah bekerja, lupa sama keluarganya."

Tiba-tiba dia bertanya dengan keraguan, "Tapi aku sudah kirim beberapa pesan ke ayahmu, kenapa dia tidak membalas?"

Vannisa tahu ibunya akan melupakan kejadian hari sebelumnya di keesokan hari, jadi dengan alami dia berbohong, "Ayah mungkin belum sempat lihat pesannya, kamu juga tahu, dia kerja sampai jarang pegang ponsel."

Felicia tidak puas dan bertanya lagi, "Nanti setelah dia pulang, aku tidak akan membiarkan dia pergi lagi, sudah tua tapi masih saja pegang perusahaan. Kenapa dia tidak bisa lebih sering nemenin aku?"

"Baiklah, nanti aku akan bicara baik-baik sama dia."

Anaknya membela dirinya membuat Felicia sangat senang.

Setelah Vannisa pulang dari rumah sakit, dia kembali ke apartemen yang dia sewa sendiri.

...

Setelah beristirahat beberapa hari, Vannisa pun mulai kembali bekerja.

Selama tiga tahun ini, dia selalu berlatih piano di pagi hari, jadi kemampuan profesionalnya tidak hilang.

Dia pun dengan cepat melewati tes wawancara, mulai masa percobaan kerja.

Liliyana tersenyum dan menyemangatinya, "Sudah kubilang kamu pasti bisa, kalau sudah jadi karyawan tetap, aku traktir makan enak."

Vannisa buru-buru mengucapkan terima kasih.

Sebenarnya dia agak gugup.

Dikarenakan ini adalah pertama kalinya dia bekerja, agar tidak grogi saat mengajar, dia sudah berlatih beberapa kali sebelumnya.

Untungnya, kedua murid yang dia bimbing saat ini punya sifat yang cukup baik, jadi hubungan guru dan muridnya masih cukup harmonis.

Masa percobaan di lembaga banyak ujiannya, jadi dia sibuk setiap hari. Saat berbaring langsung ingin tidur, tak sempat lagi memikirkan kenangan pahit pernikahan dulu.

Suatu hari setelah pulang shift malam, Vannisa mendapat telepon dari perawat rumah sakit, Helen, bahwa ibunya hilang dari kamar perawatan.

Hatinya langsung gelisah, memegang ponsel buru-buru keluar rumah.

Karena terlalu panik, dia terpeleset dan terjatuh keras.

Tulang pergelangan kakinya sakit luar biasa. Dia menarik napas panjang, memegangi pegangan tangga mencoba berdiri tapi terasa sangat lemah.

"Kamu baik-baik saja?"

Mendadak, sebuah suara pria dari belakang terdengar.

Vannisa menoleh, melihat sosok tinggi menjulang tampak di balik cahaya.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi   Bab 100

    Setelah berkata begitu, dia dengan genit mengedipkan mata pada Riski.Oktavia berdiri di sebelah dengan tangan disilangkan, memandang adegan di depan mata dengan penuh minat. Sudut bibirnya terangkat sedikit, memperlihatkan ekspresi setengah tersenyum dan setengah menyembunyikan sesuatu.'Aku memang pintar sekali, haha.'Liliyana memang jago dalam hal menjalin kedekatan.Apalagi Heriyanto benar-benar hebat, sampai bisa mengajak bos yang biasanya sibuk itu ikut datang.Siska mengedipkan sepasang matanya yang besar dan bening, dengan penuh rasa ingin tahu menatap Riski, lalu dengan suara manja bertanya, "Kakak Riski, apakah mereka ini teman-temanmu?"Sambil berkata begitu, pandangannya tak sengaja tertuju pada Vannisa yang berdiri di sebelah Liliyana, lalu mulai mengamati dari atas ke bawah.Tak bisa dipungkiri, di antara ketiga wanita itu, Vannisa memang paling menonjol. Wajahnya yang halus, aura lembut yang kuat, seperti bunga camellia yang kokoh membuat Siska merasakan ancaman yang be

  • Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi   Bab 99

    Heriyanto seolah-olah tidak menangkap isyarat dari Riski, malah tersenyum ramah dan menyapa Siska dengan nada riang, "Siska ya? Sudah bertahun-tahun berlalu, tapi matamu tetap cuma bisa melihat Riski yang pendiam ini. Aku sungguh tak mengerti, apa sih yang begitu menarik darinya sampai kamu segitunya jatuh hati?"Mendengar itu, pipi Siska langsung memerah malu. Dia segera mencubit lengan Heriyanto dengan manja dan berkata, "Kakak Heriyanto ... "Lalu seolah ingin segera membela Riski, dia buru-buru berkata, "Kakak Riski itu bukan pendiam!"Nada suaranya penuh rasa kagum dan pembelaan terhadap Riski.Heriyanto hanya tersenyum kecil lalu menambahkan, "Karena kamu sudah datang, biar Riski traktir kita makan siang, bagaimana?"Tentu saja Siska langsung mengangguk manis dan tersenyum ceria ke arah Riski.Namun, wajah Riski yang berdiri di samping mereka justru tampak tak begitu senang.Baru saja dia berharap Heriyanto bisa membantunya mengusir Siska, tapi tak disangka Heriyanto malah mengaj

  • Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi   Bab 98

    Berpikir sampai di situ, Vannisa tak bisa menahan untuk menghela napas pelan, dalam hati bertanya-tanya bagaimana cara terbaik menghadapi situasi rumit yang ada di depan matanya ... Saat itulah, Oktavia tak bisa menahan diri untuk mengedipkan mata.Oktavia diam-diam mengeluarkan ponselnya, lalu mengambil foto Vannisa yang sedang menghela napas dengan wajah penuh kesedihan dari samping.Kemudian, dengan cekatan dia menyentuh layar ponsel dan mengirimkan foto itu kepada Heriyanto.Belakangan ini, Heriyanto sering berkunjung ke kantor pengacara itu. Karena sifatnya yang ramah, ceria, dan humoris, dia cepat akrab dengan para pengacara di sana. Selain itu, dia juga dengan cepat tahu kalau Oktavia dan Vannisa adalah sahabat.Mendengar ini, Heriyanto pun punya ide. Dia ingin membantu Riski, adiknya yang pendiam untuk mendapatkan hati wanita.Setelah mendengar permintaan Heriyanto, Oktavia langsung setuju. Bos mereka di kantor hukum yang dijuluki Jomblo Abadi itu sebenarnya orang baik, dan V

  • Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi   Bab 97

    Pagi itu, Vannisa dan Liliyana sudah datang lebih awal ke studio untuk merapikan beberapa barang.Studio mereka berada di gedung yang sama dengan Kantor Pengacara Gemilang Mitra. Oleh karena itu, Liliyana pun mengajak Oktavia untuk makan siang bersama.Tak lama kemudian, Oktavia pun datang sesuai janji. Ketiganya pergi ke sebuah restoran yang nyaman dan memiliki suasana yang tenang tak jauh dari gedung kantor.Saat sedang makan, pandangan Oktavia beberapa kali jatuh pada Vannisa. Wajahnya tampak ragu, seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi masih menimbang-nimbang.Akhirnya, dia membuka suara juga dan berkata, "Vannisa, kamu mungkin belum dengar, ya? Bos kami ternyata punya teman masa kecil yang dekat banget! Katanya hubungan mereka sudah terjalin dari lama dan kelihatannya cukup spesial juga!"Selesai berkata begitu, seolah ingin membuktikan ucapannya bukan sekedar gosip belaka, Oktavia dengan sigap membuka ponselnya. Dia menggulir layar cepat-cepat, lalu menunjukkan sebuah foto yang s

  • Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi   Bab 96

    Dia membuka bibir tipisnya dengan dingin berkata, "Aku sedang sangat sibuk. Kalau kamu tidak ada urusan penting, tolong segera pergi dari sini."Belum selesai berbicara, Riski sudah berbalik dan melangkah menuju kantornya dengan langkah pasti dan tegas, seolah tidak mau tinggal satu detik lebih lama.Namun, Siska tampak sama sekali tidak menyadari sikap dingin dan ketidaksabaran Riski. Dia dengan cepat mengejarnya.Wajahnya tersenyum cerah, mata indahnya berbentuk bulan sabit, dengan suara manja berkata, "Aih, tidak apa-apa kok! Aku cuma mau lihat kamu kerja sebentar saja, dan kita kan bisa makan siang bersama, kan?"Mendengar sikap penuh semangat dari Siska, hati Riski bukan malah tergerak, melainkan semakin merasa kesal.Riski benar-benar tidak mengerti mengapa wanita ini begitu gigih, padahal dia sudah berkali-kali menegaskan tidak ada hubungan asmara di antara mereka, tapi Siska terus tak mau menyerah.Saat itu, Riski hanya ingin segera bebas dari gangguan Siska, tapi Siska seolah-

  • Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi   Bab 95

    Siska duduk santai di sofa ruang tunggu, tampak sangat nyaman dan rileks.Wajah cantik dan menawan itu tersungging senyum tipis yang menawan hati.Para pengacara yang berlalu lalang tak bisa menahan diri untuk melirik penuh rasa ingin tahu, membisikkan dalam hati siapa gerangan wanita asing ini.Namun, di bawah tatapan semua orang, Siska tetap bersikap sangat alami dan familiar.Dia tampak seperti pelanggan tetap di sini, setiap gerak-geriknya memancarkan kepercayaan diri dan ketenangan yang khas.Bahkan membuat orang-orang seolah-olah berpikir bahwa dia adalah penguasa dari kantor pengacara ini.Tak lama kemudian, resepsionis dengan senyum ramah menghampiri, membawa secangkir kopi hangat yang mengepul dan menyerahkannya pada Siska.Dia menerima cangkir itu dengan lembut, menyeruput sedikit, lalu dengan ramah memberikan saran kepada resepsionis, "Hmm ... kopinya agak terlalu manis. Aku lebih suka setengah gula, dan kalau bisa diberi es batu, rasanya jadi lebih segar. Tolong perhatikan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status