LOGINDikhianati tunangannya dan ingin membalas dendam, Andini justru terjebak dalam pernikahan kontrak dengan pria misterius bernama Dewa yang ternyata ... paman miliarder dari sang mantan! Lantas, bagaimana nasib Andini? Terlebih, pria misterius dan dingin seperti Dewa ternyata selalu memanjakannya....
View More“Oh, jadi kamu beneran datang juga, Mbak Andin,” suara Amanda melengking nyaring dari pelaminan, cukup keras untuk membuat seluruh penghuni ballroom menoleh. Ia tersenyum tipis namun sinis.
“Andaikan aku tahu kamu akan datang,” lanjutnya, “mungkin aku harus menyiapkan kursi khusus di belakang. Kursi untuk mantan.”
Beberapa tamu mulai saling berbisik. Mata-mata menyorot ke arah pintu utama ballroom, tempat seorang wanita berdiri dengan gaun hitam sederhana namun elegan, Andini.
Suasana ballroom Hotel Sun Shine yang sebelumnya romantis—dengan musik lembut dan gemerlap lampu gantung kristal—mendadak menjadi seperti panggung drama. Kehadiran Andini mengusik kebahagiaan pesta.
Andini baru saja kembali dari Malaysia. Dan kini, apa yang dikhawatirkan selama ini terbukti benar. Sahabatnya tak berbohong, tunangannya, Bima, pria yang pernah bersumpah takkan meninggalkannya, kini berdiri gagah di pelaminan. Bersanding dengan Amanda, adik tiri yang selama ini pura-pura lugu.
“Kukira kamu sibuk dengan... ya, urusan-urusan gelapmu di Malaysia,” lanjut Amanda, matanya menyipit penuh kemenangan. “Tapi ya sudahlah, kamu kan kakakku. Jadi tetap pantas datang, walau cuma sebagai tamu yang tak diharapkan.”
Andini tidak langsung menjawab. Langkahnya pelan namun tegas menuju keramaian yang tiba-tiba lenyap. Semua perhatian tertuju padanya.
Sisi lain, Bima berdiri kaku di samping Amanda, wajahnya tegang. Namun Amanda justru semakin menjadi.
“Jangan lihat aku seperti itu, Mbak. Semua ini terjadi karena kamu,” suara Amanda menggema, menuding seolah dirinya yang jadi korban. “Kalau kamu nggak main belakang sama pria-pria tua di luar negeri, mungkin Bima nggak akan lari ke aku.”
Andini mengerutkan alis, dadanya naik turun. Tapi ia tetap diam, tidak terburu-buru membalas.
“Sudah cukup, Amanda.” Suaranya akhirnya terdengar. Tenang, namun dingin. “Selamat untuk kalian berdua. Semoga bayi di kandunganmu tumbuh sehat, adikku,” lanjut Andini dengan senyum penuh luka.
Boom.
Ballroom gempar. Beberapa tamu bahkan menjatuhkan gelasnya.
Hah? Tamu-tamu sontak berbisik.
Beberapa orang bahkan mengeluarkan ponsel untuk merekam dan menantikan apa yang terjadi.
Sebab, mereka tahu jika Andini adalah kekasih Bima. Namun entah mengapa adiknya–Amanda–yang menggantikan posisi dirinya, menjadi pengàntin Bima.
Ternyata, penyebabnya adalah hamil di luar nikah? Jadi, mereka berselingkuh?
Mendengar bisik-bisik yang melebar, Amanda dan Bima yang sudah berhasil mengendalikan diri–menatap Andini tajam.
“Andini!” bentak pria itu, “tega sekali kamu memutar balikan fakta. Jangan memfitnah kami di depan semua orang. Kami menikah karena ulahmu sendiri yang telah mengkhianatiku! Jika tak ada Amanda, aku mungkin sudah tak ada di sini. Dasar wanita murahan!”
“Murahan?” Andini mengerutkan keningnya heran. “Maksudmu, apa?”
“Jangan pura-pura polos.” Bima mendadak mengeluarkan ponselnya dan menghubungkannya dengan sistem audio ballroom hotel.
Seketika rekaman percakapan Andini dengan seorang pria asing saat ia berada di Malaysia terdengar.
[Kamu tahu Andini … wanita secantik dirimu sayang kalau cuma kerja magang di kantor. Aku bisa memberimu apartemen, mobil, dan … apapun yang kamu mau.]
[Aku … aku gak tahu. Ini bukan hal yang biasa aku lakukan.]
[Tenang saja, kamu cuma perlu menemanimu sesekali. Makan malam, perjalanan bisnis dan ya … sedikit perhatian.]
[Selama aku gak melakukan hal yang terlalu jauh.]
Seketika para tamu terdiam dan mulai menyalahkan Andini yang jelas geram dengan aksi Bima yang manipulatif.
“Lihat? Kamu sendiri yang menjual diri dan sekarang kamu malah menyalahkan kami?” ujar Bima dengan puas.
“Dasar playing victim!” potong Andini sembari tertawa sinis.
Ternyata, ini jebakannya?
Bima sudah memanipulasi rekaman suara percakapan dirinya dengan seorang pengusaha di Malaysia.
“Kamu masih mengelak?” geram Bima.
Andini menatap tajam pria itu. Ia pun menyalakan rekaman utuh dari percakapan dirinya dengan sang pengusaha.
[Tenang saja, kamu cuma perlu menemaniku sesekali. Makan malam, perjalanan bisnis dan ya … sedikit perhatian terhadap kebutuhan klien.]
[Selama aku nggak harus melakukan hal-hal yang terlalu jauh, melanggar batas profesional, aku bisa pertimbangkan.]
[Tentu, ini soal menjaga relasi bisnis. Tapi kau tahu, ada tekanan dari pihak sponsor. Mereka ingin komitmen penuh.]
[Kalau itu bisa menyelamatkan proyek keluarga dan nama baik perusahaan, aku akan berdiskusi lagi dengan tim hukum.]
Perlahan, tapi pasti wajah Bima memucat.
Adik tirinya juga mendadak gelisah. Dia pun memasang wajah memelas, “Mbak Andin, apa kamu tak malu? Kita–”
“Malu?” Andini yang sebenarnya menahan diri, sontak merasa kesal.
Dibukanya amplop yang baru didapatkan sore itu dan mengeluarkan beberapa foto perselingkuhan Bima dan Amanda.
Tak lama, Andini melemparkannya ke udara seperti confetti.
“Lihat ini, para tamu terhormat!” seru Andini dengan suara lantang.
“Inilah calon mempelai pria kita, Bima Abimanyu, si pecundang sejati yang tega mengkhianati tunangannya. Dan ini dia, adikku tercinta, Amanda, yang dengan senyum manis merebut calon suami kakaknya sendiri. Sungguh drama yang memukau, bukan?”
Suasana ballroom meledak dalam kekacauan. Para tamu berteriak, berbisik, dan saling menunjuk dengan ekspresi terkejut dan jijik.
Beberapa orang mencoba menenangkan situasi, sementara yang lain justru menikmati pertunjukan itu. Bima dan Amanda, yang tak tahan malu, mencoba melarikan diri dari sana.
Namun Andini tidak membiarkan mereka lolos begitu saja. Dengan gerakan cepat, ia mencengkeram pergelangan tangan Amanda, mencegahnya untuk kabur. “Kalian mau pergi ke mana? Pertunjukan belum selesai!” serunya dengan seringai sinis.
Bima menarik tangan Andini dengan kasar. “Lepaskan dia, Andini! Kamu sudah gila!”
Andini menepis tangan Bima dengan gerakan refleks. Amarahnya yang selama ini tertahan akhirnya meledak. Dengan sekuat tenaga, ia menampar wajah mantan tunangannya itu.
PLAK!
Tamparan itu begitu keras hingga meninggalkan jejak merah di pipi Bima. Beberapa anak kecil yang melihat kejadian itu tertawa cengengesan, mengira itu bagian dari pertunjukan badut.
Amanda merentangkan tangannya di depan Bima, melindungi suaminya dari amarah Andini. “Mbak Andin, apa yang kamu lakukan? Kamu tega sekali menampar suamiku!” serunya dengan air mata berlinang.
Andini tertawa sinis. “Tega? Kalian yang tega mengkhianatiku, merebut kebahagiaanku, dan sekarang kalian berlagak menjadi korban? Sungguh, aku tidak habis pikir dengan kelakuan kalian.”
Hanya saja, Andini menyadari bahwa para pengawal ballroom mulai mendekat ke arahnya.
Tatapan mereka tajam dan mengancam. Sepertinya, keluarga Hadinata tidak akan membiarkan Andini lolos begitu saja setelah membuat kekacauan di pesta pernikahan ini.
Dengan cepat, Andini mengambil keputusan. Ia tidak akan membiarkan dirinya ditangkap dan dipenjarakan oleh keluarga kejam itu.
Saat seorang pelayan mendorong kereta kue pengantin mendekat, Andini mengambil kue besar itu dan melemparkannya tepat ke wajah Bima.
Krim putih dan potongan buah-buahan menghiasi wajah tampan pria itu, membuatnya terlihat konyol dan memalukan.
Para tamu tertawa terbahak-bahak melihat pemandangan itu. Memanfaatkan situasi, Andini pun pergi dari sana.
“Tangkap gadis itu!” pekik ibu Bima dengan wajah merah padam.
Ia memerintahkan para pengawal bertubuh besar untuk mengejar Andini dan menyeretnya ke kantor polisi!
Setahun kemudian, Waktu bergulir begitu cepat. Kebahagiaan tengah menyelimuti keluarga kecil Andini dan Dewa. Tak terasa Andini dan Dewa sudah menyambut ulang tahun putra pertama mereka dengan penuh sukacita. Baby Axel tumbuh sehat. Ia sudah bisa berjalan dan mulai bisa bicara meski masih terbata-bata. Baby Axel adalah kesayangan keluarga Hadinata. Dia mirip sekali Dewandaru Hadinata saat kecil, sangat aktif, cerdas dan menggemaskan. Ruang tamu kediaman Hadinata telah disulap menjadi ruang perayaan ulang tahun pertama Axel. Balon-balon warna-warni menggantung di setiap sudut, menambah ceria suasana ruangan yang biasanya tampak elegan dan tenang.Di atas meja utama, sebuah kue tar berbentuk mobil-mobilan berdiri mencolok. Hiasannya rapi, lengkap dengan detail kecil yang membuat Axel terus menunjuk-nunjuk tak sabar. Di atasnya, lilin-lilin kecil dipasang berjajar, menunggu dinyalakan untuk momen paling ditunggu hari itu.Dewa merangkul Andini, mendekatkan wajahnya pada baby Axel. “Ga
Andini menatap Naura dengan lekat. Terlihat ada perubahan pada wajah dan tubuhnya. Wajah Naura tampak bersinar terang. Auranya beda sekali. Beberapa bagian tubuhnya terlihat berisi. Andini mengamati setiap detail kecil sahabatnya. Akhirnya, ia pun menarik sebuah kesimpulan. “Kamu hamil ya Nana?”Mata Naura melebar, nyaris loncat dari tempatnya. Sebetulnya, ia belum mau membocorkannya. Ia merasa hamil trimester awal itu sangat rentan. Namun ternyata Andini punya bakat intelijen. Mudah sekali ia menebak. Andini tak sabar mendengar jawaban Naura. Matanya memicing. Ia menaik turunkan alisnya. Sebuah tanda bahwa Naura harus segera menjawab pertanyaan penting darinya. Sebelum menjawab Naura sempat melirik ke arah suaminya, dr Dipta yang ngobrol soal perusahaan dengan Dewa. ya, begitulah pria itu mudah sekali akrab. Ketika Andini dan Naura mengobrol berdua. Mereka sudah mengobrol tentang investasi. Karena suaminya tidak meresponnya, Naura menunduk malu seperti orang yang ketahuan berbuat
“Mas, aku jadi deg-degan nih,” imbuh Andini menatap Dewa–yang sedang sibuk merapikan bawaan ke dalam tas bayi berukuran besar. Dewa terkesiap. Ada apa dengan istrinya? Perasaan tadi dia baik-baik saja.Dewa menatap istrinya lurus. “Kenapa?” tanya Dewa penasaran lalu ia menarik kesimpulan. “Oh, kamu gugup jadi seorang ibu ya,”Sebelum Andini menyahut, ada keraguan sebelum ia mengungkapkan isi hatinya. “Bukan itu Mas. Maksudku, aku gugup. Sekarang kita akan tinggal di rumah Ibu dan Ayah. Kamu tahu kan tinggal sama mertua itu em,”Pikiran Andini mulai kemana-mana. Apalagi setelah melihat dan mendengar berita tentang tinggal dengan mertua itu tidak nyaman. Pasti mereka akan banyak mengatur dan ikut intervensi dalam kehidupan rumah tangga mereka. Dewa terdiam, mencoba membaca isi kepala istrinya. Ia membelai sisi wajahnya, berusaha menenangkannya. “Sayang, kamu gak usah khawatir. Ibu dan Ayah senang kita tinggal di rumah. Kalau misalkan Ibu bicara macam-macam sama kamu atau ngatur, bila
Bima dan Amanda datang dengan membawa banyak perlengkapan, seolah hendak berkemah selama tiga hari. Amanda menggendong bayi mereka yang chubby dan lincah, berusia sekitar tujuh bulanan, sementara Bima memanggul tas besar berisi diapers, selimut, dan entah apa lagi.Baik Dewa maupun Andini sempat tak bisa menyembunyikan rasa terkejut mereka. Melihat bayi mereka dijenguk oleh anggota keluarga rasanya kebahagiaan mereka semakin melimpah.Andini tersenyum ketika Amanda, adik tirinya memeluknya. Ke duanya sudah berdamai dengan keadaan. Andini yang pemaaf dan Amanda yang berusaha bertobat dan menebus setiap kesalahan yang ia perbuat pada kakaknya. Amanda berbisik lirih pada telinga Andini. “Selamat, Mbak. Sekarang Mbak Andin sudah menjadi seorang wanita sempurna. Menjadi seorang ibu. Aku ikut senang Mbak,”Ketika pelukan mereka terlepas, Amanda masih menggenggam tangan Andini. “Sekarang baby Lea punya temannya, baby boy. Siapa namanya Mbak?”Andini saling lirik dengan Dewa. “Kami masih gal






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviewsMore