Sentuh Aku Seperti Kau Milikku

Sentuh Aku Seperti Kau Milikku

last updateLast Updated : 2025-07-18
By:  StrroseUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
9Chapters
17views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Leah Caldwell terpaksa menikah dengan Valesco Arden, putra dari pengusaha ternama yang menderita gangguan psikologis akibat trauma masa kecil dan tekanan keluarga. Pernikahan mereka bukan karena cinta, melainkan bagian dari rencana keluarga besar untuk “menyelamatkan” nama dan warisan. Namun Leah tak menyangka, di balik tatapan tajam dan sikap dingin suaminya, tersembunyi jiwa yang begitu rapuh dan haus akan kasih sayang. Meski terus diterpa ledakan emosi, kemarahan tak terduga, dan sikap posesif Valesco yang menyiksa, Leah memilih bertahan. Diam-diam, ia berjuang menyembuhkan luka batin suaminya, bahkan jika itu berarti mengorbankan dirinya sendiri. Situasi menjadi semakin rumit saat Kenneth Arden— ayah Valesco yang manipulatif dan ambisius—turun tangan, memaksa Leah untuk menceraikan putranya. Bagi Kenneth, Leah adalah kelemahan. Dan bagi Leah, Kenneth adalah bayangan gelap yang siap merobek sedikit ketenangan yang baru ia genggam. Ketika cinta mulai tumbuh di antara kebisuan, luka, dan amarah, Leah harus memilih: bertahan demi suami yang mulai ia sayangi, atau menyerah pada tekanan dan melepaskan satu-satunya pria yang benar-benar membutuhkannya. Blurb: "Kau pikir aku tak bisa melihat? Setiap kali kau tersenyum, itu bukan untukku... tapi untuk luka yang ingin kau sembuhkan." Leah terdiam. Tangisnya pecah ketika mendengar suara Valesco yang serak dan parau. "Dan yang paling menyakitkan… aku takut saat kau benar-benar berhasil menyembuhkanku, kau akan pergi dariku."

View More

Chapter 1

Bab 1 Pernikahan tanpa Janji

“Luruskan bahumu. Senyumnya jangan palsu” bisik ibunya, sambil merapikan veil di atas kepala Leah.

Senyum Leah mengeras, bukan karena kurang latihan, tapi karena terlalu sering dipaksa. Setiap pasang mata menyorot setiap langkahnya menuju altar, di mana pria yang akan menjadi suaminya berdiri seperti patung marmer—dingin, sempurna dan tak terjangkau.

Valesco Arden.

Pria dengan setelan hitamnya, rambut rapi dan wajah tenang nyaris tak menunjukkan ekspresi. Ia hanya menatap Leah seperti benda seni yang baru saja ia beli.

Leah tahu, dirinya bukanlah pengantin... ia adalah sebuah trofi. Ia benda yang dipamerkan dalam gala kemenangan dan dimiliki oleh seorang pria yang tak pernah benar-benar ingin mencintai.

Leah tak benar-benar peduli tentang perannya, tapi didalam, jiwanya gemetar. Setiap langkah menuju Valesco adalah satu langkah menjauh dari dirinya sendiri. Dari mimpi-mimpi yang pernah ia rajut diam-diam. Dari suara tawa yang dulu bebas ia lepaskan di pagi hari. Kini, semuanya redup, tertutup sorot cahaya dari altar dan undangan yang bersorak palsu.

Langkah demi langkah terasa berat di bawah tatapan tamu undangan yang sebagian besar bahkan tidak dikenalnya. Musik orkestra mengalun lembut, tapi tidak cukup untuk menutupi detak jantung Leah yang terlalu keras hingga terasa di telinganya sendiri.

Sampai di altar, ia mengangkat wajah. Mata mereka bertemu—dan seperti yang sudah ia duga, Valesco tidak tersenyum. Hanya menatap, menilai, seperti seorang kurator yang masih belum yakin pada lukisan di depannya.

“Leah Caldwell” Dia bersuara.

Untuk pertama kali Leah mendengar pria yang akan menjadi suaminya itu bicara dan ini adalah pertemuan pertama mereka. Pertemuan yang langsung dilakukan diatas altar.

Valesco mengulurkan tangan. Gerakannya lambat, penuh kendali, seperti tak ada ruang untuk spontanitas di hidupnya. Leah meletakkan tangan di atasnya, merasakan betapa dinginnya kulit itu—dingin bukan karena suhu, tapi karena jiwa yang beku di balik tulang dan fisik yang terlihat sempurna.

Pendeta mulai berbicara. Kalimat-kalimat suci melayang di udara, sementara Leah menatap pria di hadapannya, berusaha menemukan manusia di balik nama besar itu.

Namun, yang dilihatnya hanya cangkang.

Cangkang yang telah memilihnya bukan karena cinta, tapi karena Leah cocok dengan gambaran istri ideal: anggun, tenang, dan diam.

“kau terlihat cantik” puji Valesco lirih, tapi tidak ada senyum di matanya. Namun Leah tahu jika itu ucapan yang jujur

“Terimakasih, kau juga” balas Leah pelan, senyum di bibirnya tetap utuh, karena banyak mata yang melihatnya termasuk kedua orang tua Valesco.

Dan saat pendeta bertanya, “Apakah kau bersedia...?”

Leah menoleh, menatap jemarinya yang masih digenggam ringan. Jantungnya berdetak pelan namun mantap. Ia tahu jawabannya. Tapi ia juga tahu, tak semua jawaban harus diucapkan hari ini.

Mungkin... tidak semua pernikahan dimulai dengan kata ‘ya’.

“Aku bersedia” ucapnya pada akhirnya.

Suara itu terdengar mantap, namun hanya Leah yang tahu betapa hampa rasanya. Riuh tepuk tangan membanjiri ruangan pemberkatan itu. Lampu-lampu kristal di langit-langit berpendar gemerlap, menyambut janji yang bahkan tak pernah benar-benar lahir dari hati.

Pernikahan selesai. Cincin tersemat. Ciuman di dahi—bukan bibir—menjadi tanda yang paling “hangat” dari pria yang kini resmi menjadi suaminya.

Tamu mulai berdiri. Tak banyak, hanya sekitar 40 orang karena pernikahan ini terasa sangat ‘intimated wedding’ meski tidak satupun dari keintiman itu benar-benar terasa bagi Leah.

Musik klasik mengalun. Dan Leah, seperti boneka porselen, berjalan bersama Valesco menuruni altar. Sekedar formalitas untuk menyapa tamu.

Tiba-tiba, suara langkah hak tinggi mendekat tergesa. Sang ibu, mengenakan gaun satin biru tua yang mewah namun tak terlalu mencolok, berdiri di hadapan Valesco dan Leah.

Senyumnya palsu, tapi matanya tajam penuh tuntutan.

“Sudah selesai. Sekarang, mana janjimu?” Ucap Lilith tanpa malu, seolah upacara suci tadi adalah transaksi jual beli biasa.

Diam-diam Leah terkekeh. Ibunya benar-benar menjiwai peran dan Leah tak boleh kalah dari ibunya itu.

“Ibu—”

“Diam, Leah!” potong ibunya tajam. “Kau sudah jadi milik orang. Ibu sudah serahkan segalanya. Sekarang giliran dia yang membayar.”

Valesco menoleh perlahan. Tatapannya tak berubah, tetap datar. Namun mata elangnya melirik ke sisi kanan, ke arah seseorang yang berdiri nyaris tak terlihat di balik pilar besar.

Eriko, asistennya yang setia, melangkah maju. Rapi, tenang, dan seperti biasa, tanggap. Ia mengeluarkan sebuah amplop hitam dari dalam map kulit, lalu menyerahkannya pada Lilith, Ibu Leah.

“Sebagaimana telah disepakati” ujar Eriko santai namun terasa dingin. “Jumlah penuh. Dengan ini, hubungan antara anda dan Nyonya Leah resmi berakhir.”

“A-apa?” Leah berbisik, matanya membelalak.

Lilith justru tersenyum lebar. “Akhirnya” gumamnya seraya membuka amplop itu sedikit, melihat cek bernilai 100 juta dollar dan dokumen yang terlipat rapi di dalamnya.

Lilith menatap Leah. “Kau dapat yang kau inginkan. Ibu juga. Jadi jangan pernah menyesal. Hiduplah dengan tenang” Lalu ia berbalik, hak tingginya berdetak tajam di lantai marmer saat ia meninggalkan ruangan, seperti tak pernah menjadi bagian dari hidup Leah.

Leah tak bergerak. Tangannya mulai bergetar tanpa sadar.

Leah tahu jika semuanya sudah direncanakan namun mengapa rasanya tetap menyakitkan?

Valesco hanya menatapnya, lalu berkata datar “Tak semua warisan layak dipertahankan.”

Satu kalimat yang menusuk... tapi mungkin benar.

Tapi disini, Leah-lah yang paling tahu semua kebenaran tentang itu.

“Leah...”

Suara lembut seseorang memanggilnya.

Leah menoleh. Seorang wanita paruh baya dengan gaun berwarna champagne mendekatinya. Anggun, penuh wibawa, dengan senyum yang terasa terlalu halus untuk acara semegah ini. Di sampingnya berdiri seorang pria dengan jas abu gelap, wajahnya tegap dan mata tajam, seperti potret Valesco dua puluh tahun ke depan.

“Selamat” ucap wanita itu—Joy Arden, ibu Valesco, saat menghampiri mereka “Kalian terlihat... serasi.”

Leah mengangguk sopan. “Terima kasih” Leah membalas senyum, samar. Ia tak mau berkata apa-apa lagi. Tubuhnya masih terasa seperti properti dalam sebuah acara pameran. Tapi ia tetap angguk sopan, menjaga etiket yang ditanam sejak kecil.

“Aku pergi dulu” Pamit Valesco pada kedua orang tuanya. Mata gelap itu sempat melirik Leah sejenak sebelum menuju beberapa tamu pria

Joy menyentuh lengannya pelan. “Kami tahu Valesco... sulit didekati. Tapi dia anak yang baik. Hanya... keras kepala. Seperti ayahnya.” Ia menoleh singkat ke suaminya.

Kenneth Arden tertawa kecil, lebih seperti dengusan puas. “Dia pria yang tahu apa yang dia inginkan. Dan dia memilihmu, Leah. Itu sudah cukup bukti. Cukup lakukan seperti yang selama ini kau pelajari” Bisiknya pelan, memastikan kalimat terakhir itu hanya terdengar dari antara mereka bertiga

“Baik, Tuan Arden” ucap Leah patuh

Leah dipilih seperti furnitur. Seperti arloji. Seperti investasi.

Dirinya yang pintar dan unggul selama kuliah dipilih menjadi salah satu alat investasi keluarga Arden dan celakanya, Leah tak bisa menolak atau keluarganya terancam.

Joy menatapnya dalam, seolah mencoba menyelami pikirannya. “Kami berharap kamu bisa membuatnya lebih hangat. Valesco bukan anak yang pandai menunjukkan perasaan. Tapi dia bukan pria jahat, Leah. Kami percaya padamu dan setelah kamu berhasil, kami akan memberikan keinginanmu sesuai kesepakatan”

Leah mengangguk lagi “Terima kasih, Nyonya Arden.”

“Panggil aku Joy” jawab wanita itu cepat, senyum tak berubah. “Sekarang kau keluarga Arden”

Keluarga.

Leah memandangi Valesco di kejauhan. Pria itu berdiri dengan segelas sampanye di tangan, masih seperti patung dalam museum. Pandangannya datar, tak sedang mencari Leah. Ia hanya berdiri. Seperti pilar batu. Teguh, dingin, dan abadi.

Pesta baru saja dimulai.

Dan perannya sebagai istri Valesco Arden... baru saja ditulis di lembar pertama.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
9 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status