Share

Penjelasan yang Menoreh Luka

Author: Young Lady
last update Last Updated: 2024-11-08 19:16:59

Ringisan pelan lolos dari bibir Irish karena cengkraman Arthur hingga membuat pergelangan tangannya terasa perih. “Sakit. Lepas!”

Irish pikir Arthur akan mengabulkan permintaannya dengan mudah. Namun, yang dirinya dapati malahan ekspresi lelaki itu semakin gelap. Tanpa peduli dengan Irish yang meringis meminta dilepaskan, Arthur malah sengaja menarik Irish hingga menabrak tubuhnya.

“Apa? Cerai?” desis Arthur sinis.

“Beraninya kamu meminta cerai? Kamu bukan siapa-siapa tanpa diriku!” sembur Arthur penuh penekanan.

Sekuat tenaga Irish mendorong Arthur hingga akhirnya cekalan lelaki itu terlepas dari tangannya. Menyisakan rasa perih hingga berdenyut-denyut. Namun, ia mempertahankan ekspresinya tetap datar. Wanita itu mengangkat kepala membalas tatapan Arthur tak kalah sengit.

“Aku ingin kita berpisah secepatnya. Dia sudah kembali. Kurasa sudah waktunya pernikahan ini berakhir,” jawab Irish tanpa ragu.

Ekspresinya memang tampak sangat meyakinkan. Seolah-olah inilah yang dirinya inginkan. Padahal kini hatinya tersayat-sayat hingga terasa pedih. Tadinya Irish berharap pernikahan ini tidak akan pernah berakhir. Namun, sekarang harapannya telah sirna.

“Kalau kalian ingin kembali bersama, kita harus bercerai. Jangan sampai namamu menjadi buruk karena ini,” imbuh wanita itu lagi.

Irish tahu kalau Arthur sangat menjaga nama baik dan reputasi. Oleh karena itu, mereka selalu tampil kompak di depan umum. Seolah seperti pasangan serasi yang saling mencintai. Ia ingin mempermudah lelaki itu sekaligus melepaskan diri dari status yang mengikatnya.

Jika hubungan Arthur dan Elyza terendus publik. Bukan hanya nama Arthur yang jelek, tetapi juga nama Elyza. Irish yakin Arthur tidak akan membiarkan nama pujaan hatinya menjadi buruk. Dan itu tidak akan terjadi kalau Arthur dan Irish sudah berpisah.

Arthur kembali menarik Irish, memangkas jarak di antara mereka. “Hanya aku yang berhak memutuskan hubungan kita. Kamu tidak berhak memerintahku!”

Irish terkekeh sinis. “Baiklah. Aku yang akan mengurusnya. Kamu hanya perlu menandatanganinya.”

Beberapa orang yang berseliweran di sekitar sana membuat Arthur kontan melepas cengkramannya pada lengan Irish. Lelaki itu memang selalu menjaga reputasi dengan baik di mana pun itu. “Pulanglah. Lupakan omong kosong ini. Aku akan memaafkanmu.”

Irish tertawa miris dan menarik kasar cincin yang tersemat di jari manisnya. Kemudian melemparkan benda itu ke arah Arthur. “Penyesalan terbesar dalam hidupku adalah menikah denganmu!”

Tindakan Irish membuat Arthur terkejut bukan main. Sepersekian detik kemudian, air muka lelaki itu berubah. Kobaran amarah tampak sangat jelas di manik hitamnya. “Ambil dan pakai cincin itu lagi!” titahnya penuh penekanan.

“Tidak akan!” jawab Irish tak kalah tegas.

Sejak hari pernikahan mereka, Irish bahkan tak pernah melihat Arthur memakai cincin itu. Hanya dirinya saja yang memakai cincin tersebut. Arthur tidak berhak memaksanya menggunakan cincin itu lagi karena mungkin saja lelaki itu sudah lebih dulu membuang cincin kawinnya.

“Kita bicara di rumah. Aku harus mengantar Elyza. Semalam dia keserempet mobil. Keluarganya sedang berlibur di luar negeri. Aku hanya—”

“Apa aku meminta penjelasan? Tidak perlu repot-repot menjelaskannya!” potong Irish tanpa mau mendengar penjelasan Arthur.

Irish tidak membutuhkannya. Penjelasan itu hanya akan menambah luka di dadanya. Selama ini Arthur tak pernah peduli padanya, bahkan ketika dirinya jatuh sakit. Namun, lelaki itu langsung pergi menemui Elyza begitu mendapat telepon.

Irish menatap Arthur yang sekarang telah beranjak pergi dengan tawa miris. Di saat seperti ini pun lelaki itu masih lebih mementingkan Elyza. Arthur seperti ingin mempertahankannya, namun juga membuangnya di waktu yang bersamaan.

Setetes cairan bening akhirnya luruh dari manik mata Irish. Pertahanannya runtuh setelah Arthur pergi. Sesak yang membelenggu dadanya kian menyiksa. Wanita itu bergegas pergi dari sana setelah menghapus kasar lelehan air matanya.

Tangis Irish benar-benar pecah ketika telah memasuki taksi. Wanita itu berjanji pada dirinya sendiri jika ini adalah terakhir kalinya ia menangis karena Arthur. Salahnya yang terlalu berharap pada pernikahan ini. Namun, sekarang hanya tinggal mengakhirinya saja.

Tatapan sinis Maudy langsung menyambut kedatangan Irish begitu sampai ke rumah. “Dari mana saja kamu? Pagi-pagi sudah keluyuran!”

“Aku ada urusan sebentar, maaf tidak sempat pamit,” jawab Irish yang sebenarnya sedang enggan berbicara dengan siapa pun.

“Jangan banyak alasan! Kalau kamu masih ingin tinggal di sini, jangan seenaknya!” sembur Maudy lagi.

Sebelah sudut bibir Irish terangkat. “Tenang saja, Ma. Sebentar lagi aku akan pergi dari sini.”

Wanita paruh baya dengan riasan tebal itu mengernyit heran. Namun, setelah mencerna ucapan Irish, senyumnya langsung mengembang. “Arthur sudah mengumumkan perceraian kalian? Baguslah.” Setelah itu, Maudy langsung melengos pergi begitu saja.

Irish melanjutkan langkah gontainya ke kamarnya. Ia mengambil kopernya yang berada di atas lemari menggunakan kursi. Koper itu sedikit berdebu karena sudah dua tahun lamanya diletakkan di sana. Setelah membersihkan debu yang menempel di kopernya, dirinya langsung memasukkan pakaiannya ke sana.

Tidak perlu menunggu lebih lama lagi, Irish akan pergi hari ini juga. Sembari menahan nyeri yang masih terasa di bawah perutnya, ia terus bergerak membereskan barang-barangnya. Memastikan tidak ada sampahnya yang tertinggal di sini saat dirinya pergi nanti.

“Apa-apaan ini? Siapa yang mengizinkanmu pergi?!” bentak Arthur yang baru saja memasuki kamar.

Irish terkesiap dan dibuat semakin terkejut saat Arthur mengeluarkan semua benda yang telah dirinya susun di dalam koper. Wanita itu berusaha mencegah tindakan suaminya, namun tidak berguna. Irish menatap nanar seluruh pakaian serta benda-benda miliknya yang berserakan di lantai.

“Apa yang kamu lakukan? Kamu tidak berhak melarangku pergi!” sahut Irish nyaring. Deru napasnya memburu dengan wajah memerah menahan emosi.

“Tentu saja aku berhak! Kamu lupa kalau aku adalah suamimu? Kamu tidak bisa pergi ke mana pun tanpa izinku!” tegas Arthur dengan tatapan nyalang.

Tiba-tiba Arthur melangkah ke pintu dan mencabut kunci yang menggantung di sana. Menyadari apa yang akan Arthur lakukan, Irish bergegas menyusul suaminya itu. Namun terlambat, lelaki itu sudah lebih dulu mengunci pintu kamar dari luar.

“Arthur! Buka pintunya!” seru Irish sembari menggedor pintu kamarnya sekuat tenaga hingga buku-buku jarinya memerah.

Irish terus berteriak, meminta Arthur membuka pintu meski tak tahu lelaki itu masih berada di dekat pintu atau tidak. Namun, hingga suaranya serak, Arthur tetap tak membuka pintu tersebut. Tubuh Irish meluruh di lantai dengan tangan yang masih menggedor pintu dengan sisa-sisa tenaganya.

Irish menyerah dan memilih menjauh dari pintu. Kemudian, membereskan barang-barangnya yang berserakan karena ulah Arthur. Pintu kamarnya hanya terbuka sebentar ketika waktu makan tiba. Namun, tetap saja ia tidak memiliki kesempatan untuk keluar.

Pelayan datang mengantarkan makanan untuknya setiap jam makan dan Irish tidak menyentuh makanan itu sama sekali. Selera makannya benar-benar hilang. Hanya mencium aroma makanan saja sudah membuatnya mual. Irish pun tak merasa lapar sama sekali meski hanya minum saja.

“Kenapa kamu tidak menyentuh makananmu? Jangan menguji kesabaranku, Irish! Cepat habiskan makananmu!” Arthur meletakkan piring penuh makanan di depan Irish yang duduk meringkuk di samping ranjang. Wajahnya mengeras, tampak marah besar.

Irish bangkit dari posisinya dan menatap Arthur dengan sorot dingin. “Aku tidak lapar. Biarkan aku pergi. Aku tidak akan mengganggumu lagi.”

“Jangan ngelantur. Sekarang, kamu makan dan setelah itu tidur!” titah Arthur dengan tatapan tajam.

“Aku tidak mau!” tolak Irish mentah-mentah.

Irish menghempaskan piring yang Arthur sodorkan padanya. Piring itu pecah dan isinya berhamburan di lantai. Irish bangkit dari posisinya dan langsung menarik koper berisi barang-barangnya. Bertekad langsung pergi, namun tiba-tiba kepalanya berputar hingga pandangannya menggelap.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Berpisah, Dia Terus Mengejarku   Perasaan yang Berbalas

    “Selamat atas pembukaan butikmu. Mama akan mengajak teman-teman mama kemari. Mama yakin butikmu akan sukses,” tutur Maudy sembari menggandeng tangan Irish. “Terima masih, Ma. Kalau mama butuh gaun untuk acara apa pun, kabari aku. Aku akan menyiapkan yang terbaik,” jawab Irish seraya mengikuti langkah Maudy menelusuri butiknya yang baru saja diresmikan. Butuh waktu dua tahun hingga Irish yakin untuk kembali terjun ke dunia fashion. Sebenarnya, butik ini telah selesai dibangun sejak tahun lalu, namun karena masih banyak yang perlu dipersiapkan, peresmiannya baru dilaksanakan sekarang. Karina, Tristan, Billy, Prayoga hingga Maudy turut mempromosikan butik ini. Sedangkan Arthur sudah memesan beberapa jas untuk menghadiri beberapa acara besar, sekaligus membantu Irish promosi. Arthur juga telah merekomendasikan pakaian rancangan Irish pada beberapa kolega bisnisnya. Kini, butik Irish dipenuhi oleh teman-teman sosialita Maudy. Kejutan yang luar biasa bagi Irish. Sebab, ia tak menyang

  • Setelah Berpisah, Dia Terus Mengejarku   Rencana Licik yang Berhasil

    “Kemarilah. Kenapa mengintip di sana?” tanya Arthur yang mendapati keberadaan Irish dari ekor matanya. Irish yang sedang memperhatikan gerakan tangan terampil Arthur kontan tersentak. Lelaki itu sedang menyuapi Kenneth dan Kennedy secara bergantian. Ia hanya ke toilet sebentar setelah menyiapkan makanan untuk si kembar dan anak-anaknya malah sudah disuapi oleh Arthur. “Bisa bicara sebentar?” pinta Irish pada Arthur yang sedang menyuapi Kenneth dan Kennedy di balkon penthouse. “Bicara saja. Kamu tidak perlu meminta izin.” Arthur masih sibuk mengelap mulut putra-putranya yang belepotan. Irish mengelap tangannya yang basah, lalu menyusul ke balkon. Ia duduk di samping Arthur, kemudian mengambil alih mangkuk makanan Kenneth dan menyuapi sang putra. Sedangkan Arthur berlanjut menyuapi Kennedy yang sudah tidak sabaran. “Biar aku yang menyuapi anak-anak. Kamu makan juga. Sekarang sudah siang,” ucap Arthur sembari menatap Irish sekilas. “Nanti saja. Aku masih kenyang,” jawab Irish semba

  • Setelah Berpisah, Dia Terus Mengejarku   Batal Cerai?

    Arthur masih berbaring dengan posisi membelakangi pintu spontan menoleh ke sumber suara. Bukan suara mamanya yang terdengar, melainkan suara Irish. Dan benar-benar saja, ketika dirinya berbalik, Irish yang berdiri di depan pintu sembari membawa anak-anaknya di dalam stroller. “Ya sudah kalau kamu tidak menerima kami di sini, kami akan pergi.” Irish berpura-pura berbalik dan mendorong stroller si kembar, seolah-olah benar-benar akan pergi. Arthur spontan bangkit dan berakhir meringis karena tubuhnya masih nyeri. Irish yang hendak bermain-main dengan Arthur pun akhirnya dibuat khawatir dan langsung menghampiri lelaki itu. Lalu, membantu Arthur duduk dengan benar. “Mana yang sakit? Kenapa kamu bergerak sekaligus begitu? Apa aku harus menghubungi dokter?” berondong Irish yang tampak benar-benar khawatir. Arthur baru keluar dari rumah sakit kemarin. Lelaki itu belum benar-benar pulih. Pergerakan mendadak mungkin dapat membuat luka Arthur semakin parah. Irish hendak merogoh tasnya dan m

  • Setelah Berpisah, Dia Terus Mengejarku   Hanya Ingin Irish

    Tangan Maudy nyaris mendarat di wajah Irish, namun Irish lebih dulu menangkis tangan wanita paruh baya itu. Ia dapat membaca pergerakan Maudy dan tentu saja ia tak akan membiarkan itu terjadi. Meskipun saat ini dirinya memang bersalah atas kecelakaan Arthur. “Kamu mulai berani, hah?!” bentak Maudy sembari menarik tangannya yang masih dipegang oleh Irish. “Mama tidak mau menyapaku dulu? Sudah lama kita tidak bertemu.” Irish menyunggingkan senyum tipis. Ia tetap bersikap santai, berbanding terbalik dengan Maudy yang tampak sangat murka. “Mama mau minum apa? Sudah sarapan atau belum? Mau sarapan bersamaku?” tawar Irish yang sebenarnya tak memiliki apa pun untuk disuguhkan pada Maudy. Irish melakukan ini hanya untuk basa-basi saja sekaligus mencairkan suasana. Walaupun tampaknya Maudy sudah tidak mau diajak berbasa-basi lagi. Apalagi dengan banyaknya orang yang wanita paruh baya itu bawa. Ini seperti penggerebekan. Irish sudah bisa menebak jika Maudy akan bersikap seperti ini saat me

  • Setelah Berpisah, Dia Terus Mengejarku   Gengsi untuk Mengakui

    “Aku minta maaf. Dugaanku membuat rumah tangga kalian berantakan,” sesal Billy karena selama ini bersikukuh jika Arthur ingin mencelakai Irish. Billy pun tak menduga jika Elyza se licik ini sampai bisa merencanakan semuanya dengan mulus dan menjadikan Arthur sebagai kambing hitam. Billy sampai terkecoh dan mengira Arthur adalah dalang dari semuanya karena seluruh bukti mengarah pada lelaki itu. “Tidak apa-apa. Hubungan kami memang sudah berantakan sejak lama,” jawab Irish dengan senyum kaku. “Aku mau lihat buktinya. Apa saja yang dia katakan?” Irish memilih mengalihkan pembicaraan. Tak ingin memperpanjang pembahasan tentang rumah tangganya. Billy membuka tas dan menyalakan laptopnya. Ia langsung membuka file berisi bukti-bukti tentang keterlibatan Elyza dalam insiden di butik Irish. Bukan itu saja. Namun, juga beberapa insiden yang menimpa Irish. Semuanya karena perbuatan Elyza. Bahkan, orang yang menabrak Irish dan berujung menabrak Arthur hingga membuat lelaki itu lumpuh. Pemil

  • Setelah Berpisah, Dia Terus Mengejarku   Kembali Satu Ranjang

    “Apa maksudmu?” tanya Arthur dengan kening mengerut. “Aku akan ikut denganmu.” Tanpa menunggu respon Arthur, Irish langsung masuk ke bangku bagian belakang mobil lelaki itu. Irish sudah memikirkan ini matang-matang. Ia memang ingin merawat Arthur. Meskipun Arthur tinggal bersama Maudy, ia tetap akan tinggal di tempat lelaki itu berada. Ini sebagai bentuk tanggungjawab dan ungkapan terima kasihnya pada Arthur. Barusan, Irish menelepon kakeknya dan meminta izin untuk tinggal bersama Arthur selama proses pemulihan lelaki itu. Entah sampai kapan, ia belum tahu pasti. Yang jelas, untuk saat ini ia benar-benar ingin merawat Arthur dulu hingga keadaan lelaki itu membaik. Cukup sulit mendapat izin dari Paryoga. Oleh karena itu, Irish agak lama berada di toilet saat bertelepon. Namun, pada akhirnya izin yang dirinya inginkan tetap ia dapatkan. Saat keluar dari sana, ia malah hampir tertinggal. Sedangkan dirinya tak tahu di mana tempat tinggal Arthur sekarang. “Kenapa kalian sangat tidak s

  • Setelah Berpisah, Dia Terus Mengejarku   Yang Penting Aku Masih Hidup

    “Itu yang membuatmu di sini sekarang?” tanya Arthur sembari terkekeh pelan. Irish yang hendak menyimpan baskom di toilet spontan kembali berbalik dan melangkah ke bangsal Arthur. Ia menggeleng samar. Dirinya berada di sini bukan karena keadaan Arthur, bukan karena rasa bersalahnya. Namun, karena dirinya memang ingin berada di sini. “Bukan karena itu. Aku memang ingin merawatmu,” jawab Irish yang sudah jatuh berlutut di samping bangsal Arthur. Ia menyentuh tangan lelaki itu yang terpasang infus. Arthur mendengus pelan. “Berarti aku memang lumpuh? Kenapa diam saja? Kamu takut?”Irish mengangkat kepalanya. Membalas tatapan Arthur dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Ia dapat melihat dengan jelas kekecewaan di mata lelaki itu. Kondisi kaki lelaki itu pasti menjadi pukulan besar bagi Arthur dan akan menghambat banyak hal ke depannya. Sungguh, jika bisa bertukar posisi, Irish tak ingin Arthur menyelamatkannya hari itu. Biarlah dirinya yang celaka sebab tabrakan tersebut terjadi karena k

  • Setelah Berpisah, Dia Terus Mengejarku   Seperti Putra Tidur

    Saat menoleh ke belakang, Irish terbelalak melihat Arthur yang sudah membuka mata dan kini menggenggam tangannya. Ia mengerjapkan matanya, tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Namun, genggaman pada tangannya saat ini membuatnya tersadar jika ini nyata. “Apa sekarang wajahku menyeramkan?” tanya Arthur dengan suara serak dan satu alis terangkat. Irish spontan kembali melangkah ke arah Arthur dan memeluk lelaki itu. Air matanya menetes tanpa bisa dicegah. Lama-kelamaan isak tangisnya mulai terdengar. Ini benar-benar nyata, bukan bagian dari khayalannya. Bukan sekadar kelegaan yang dirinya rasakan. Perasaan menyiksa itu kini sepenuhnya hilang. “Akhirnya kamu sadar,” gumam Irish di sela isak tangisnya. Selama seminggu ini, Irish tak berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Apalagi melihat kondisi Arthur yang tak menunjukkan perubahan signifikan. Rasanya, ia ingin bertukar posisi dengan lelaki itu. Sebab, memang seharusnya dirinya yang celaka. Arthur mengangkat tangan kirinya

  • Setelah Berpisah, Dia Terus Mengejarku   Jangan Menghukum Dirimu Sendiri

    “Apa ini bagian dari rencanamu juga?” gumam Billy sembari menatap Arthur yang masih memejamkan mata. Billy berhasil memaksa Irish untuk pulang dan istirahat di rumah. Sebagai gantinya, ia yang menjaga Arthur di sini. Arthur sudah dipindahkan ke ruang perawatan VVIP. Namun, hingga saat ini lelaki itu belum sadarkan diri. Dan Irish sudah berulang kali menanyakan kondisi Arthur melalui whatsapp. Billy yang baru kembali dari kantin rumah sakit langsung menarik kursi di samping bangsal Arthur. Ia mengamati wajah dan tubuh Arthur. Bukan hanya patah kaki, tangan kanan Arthur juga patah. Wajah lelaki itu penuh luka dengan kening yang diperban. “Kamu sangat bodoh kalau ini bagian dari rencanamu juga. Kamu bisa mati dan belum tentu Irish bersedia kembali padamu,” monolog Billy pada Arthur yang masih tak sadarkan diri. Arthur terlalu sering membuat skenario untuk menarik perhatian Irish. Oleh karena itu, Billy sedikit curiga jika ini adalah bagian dari rencana Arthur juga. Sebab, lelaki itu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status