Share

Bab 14

Penulis: Rania
Rayden terdiam sangat lama. Ketika Shania mengira Rayden tidak akan menjawab, Rayden baru berkata dengan tenang, "Dia itu seorang teman."

Nada suara Rayden terdengar agak aneh. Namun, Shania tidak ingin mencari tahu cerita orang lain. Dia pun segera mengganti topik pembicaraan.

"Rayden, maaf. Apa aku boleh tanya tentang gejala spesifik adikmu?"

"Dia nggak tahan lihat darah. Dari waktu ke waktu, dia juga bisa hilang ingatan. Waktu interaksi sama lawan jenis yang nggak dikenal, dia bisa muntah-muntah dan menjerit. Dalam situasi tertentu, dia juga bisa hilang kendali dan menjerit ketakutan."

Sikap Rayden terkesan agak menjauh dan acuh tak acuh.

Setelah mendengarkannya, Shania tenggelam dalam pikirannya. Semua gejala ini hanyalah reaksi dari stimulasi yang berlebihan. Mungkin dalam ingatan Yurika, ada adegan yang membuatnya sangat takut dari lubuk hatinya.

Sebelum Shania sempat mengatakan semua itu, Jenna telah kembali dengan membawa pakaian. "Nona Shania, air mandinya sudah disiapkan. Ini pakaian Nona Yurika. Bentuk tubuh kalian kurang lebih sama. Nona seharusnya bisa pakai baju ini."

Shania mengucapkan terima kasih, lalu masuk ke kamar mandi untuk mandi dan berganti pakaian. Namun, dia tidak menyangka sistem kekebalan tubuhnya begitu lemah. Setelah berganti pakaian dan mengeringkan rambut, pipinya menjadi sangat merah, sedangkan matanya terlalu berbinar.

Melihat tampang Shania, Rayden tertegun sejenak. Dia meletakkan tangannya ke dahi Shania untuk memeriksa suhu tubuhnya, lalu berkata dengan tidak berdaya, "Kamu demam."

Shania sudah agak linglung karena demam dan hanya merasa suara pria itu sangat merdu. Dia pun secara naluriah menolak, "Aku baik-baik saja. Tolong bantu aku telepon Lucy. Lucy akan datang menjemputku."

Mungkin karena demam, Shania terlihat sedikit kekanak-kanakan dan lembut. Tatapan Rayden yang dingin pun memancarkan sedikit ketidakberdayaan. Dia membungkuk untuk menggendong Shania, lalu menelepon Lucy.

Shania yang berada dalam keadaan setengah sadar pun mendekati sumber kehangatan itu. Dia bisa merasakan embusan napas hangat menerpa telinganya.

"Bi Jenna, aku bawa dia ke rumah sakit dulu."

Saat Shania tersadar, Rayden sudah pergi. Dia hanya mendengar Lucy menghela napas dengan lega.

"Nia, kamu sudah siuman? Lapar nggak? Aku sudah belikan bubur buat kamu."

Shania memang agak lapar setelah seharian tidak makan dan mengambil bubur itu. Saat teringat kejadian semalam, dia bertanya, "Lucy, siapa yang bawa aku ke rumah sakit?"

Senyum tipis tersungging di bibir Lucy. "Aku nggak sempat tanya. Di mana kamu ketemu pria itu? Ck, ck. Dia bukan cuma memikat dan tampan, juga sangat sopan."

Itu berarti Rayden yang mengantarnya ke rumah sakit. Jantung Shania pun berdebar untuk sejenak.

Kemudian, dia mendengar Lucy memuji tanpa henti, "Ini pertama kalinya aku ketemu sama pria setampan itu! Nia, dia jauh lebih baik daripada si brengsek Charles. Kok kalian bisa bersama? Kenapa dia bisa antarin kamu ke rumah sakit?"

Shania merasa pusing mendengar ocehan Lucy. Dia hanya menceritakan kejadian kemarin secara ringkas. Saat mengungkit tentang Rayden, dia juga hanya mengatakan itu adalah teman.

Setelah mendengar tentang perbuatan Charles, Lucy sangat marah hingga bahkan berhenti bertanya tentang Rayden.

"Sialan! Charles benar-benar nggak tahu malu dan nggak tepati janjinya! Demi bela Natalie sekeluarga yang gila, dia malah buat kamu jatuh sakit! Aku akan telepon dia sekarang juga untuk minta pertanggungjawabannya!"

Shania menghentikannya dengan tenang. "Nggak usah, dia juga nggak salah. Rumah itu memang miliknya. Gimanapun, dokumennya masih lagi diproses."

Lucy tetap merasa kesal. "Tapi, dia sudah bilang rumah itu untukmu!"

Shania menghiburnya, "Tenang saja, nggak ada yang bisa menindasku."

Hanya saja, Shania memang perlu mencari tempat tinggal untuk sementara. Dia pun membuka ponsel dan hendak mencari informasi di internet apakah ada rumah yang sesuai dengan yang diinginkannya. Namun, dia malah menemukan dua pesan dari kontak baru di WhatsApp-nya.

[ Ini Rayden. ]

[ Kemarin, aku masih ada urusan lain. Berhubung temanmu lagi jagain kamu, aku minta dia untuk tambahkan WhatsApp-ku ke ponselmu. ]

Setelah mengingat kejadian kemarin, Shania pun membalas.

[ Terima kasih untuk kemarin. ]

Saat teringat masalah rumah, Shania bertanya lagi.

[ Rayden, kalau boleh tahu, dari mana adikmu beli apartemennya itu? Aku akan kerja di Universitas Arinda dan mau sewa tempat tinggal di dekat sana. ]

Setelah mengirim pesan itu, Shania baru menyadari bahwa dirinya agak absurd.

Untungnya, Rayden tidak membalas untuk waktu yang lama. Shania pun menghela napas lega. Berhubung dirinya sudah hampir pulih, dia tidak ingin dirawat di rumah sakit lagi. Setelah menyelesaikan prosedur keluar rumah sakit bersama Lucy, dia langsung menghubungi Charles.

"Di mana kamu sekarang?"

Charles mengerutkan kening dan menjawab dengan nada acuh tak acuh. "Ada apa?"

"Datanglah ke kantor catatan sipil untuk urus akta cerai."
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 100

    “Aku nggak ingin ke rumah sakit. Cukup makan obat pereda rasa sakit saja,” gumam Shania.Tangan Rayden yang sedang memegang setir mobil semakin erat lagi. “Biasanya sesakit ini?”“Biasanya nggak. Tadi aku minum sebotol bir dingin.”“Apa kamu lupa?” Suara Rayden terdengar berat.Shania terbengong sejenak. “Ingat, hanya saja aku melupakannya karena terlalu gembira.”Mobil telah berhenti di depan pintu rumah sakit. Tidak ada lagi yang mengantre di tengah malam. Hanya ada dokter UGD dan dokter jaga saja.Untung saja dokter jaga hari ini adalah dokter kandungan. Dokter membukakan resep obat dan juga membuka obat pereda sakit.“Ingat, obat herbalnya diminum sehari sekali. Jangan lupa.”Shania mengangguk. “Aku mengerti.”Sebenarnya Shania ingin mengatakan bahwa tidak perlu membesarkan masalah. Biasanya dia tidak akan sesakit ini, hanya saja tadi dia lupa, malah meminum bir.Setelah kembali ke mobil, raut wajah Rayden kelihatan muram. Dia menghentikan mobil di bawah apartemen, kemudian membawa

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 99

    Satu hari sebelum kompetisi dimulai, Shania sedang sibuk di sekolah. Dia bersama anggota departemen acara dan perencanaan sedang sibuk untuk menyusun dekorasi. Bahkan, Wisnu juga merasa tidak tenang hingga ikut memantau hingga larut malam.“Apa soal kompetisi sudah disimpan dengan baik?” tanya Wisnu.Shania mengangguk. “Sudah diletakkan di dalam brankas ruangan konseling. Hanya aku saja yang punya kunci brankasnya.”Wisnu mengangguk. “Baguslah kalau begitu.”Setelah Wisnu pergi, Shania masih merasa tidak tenang. Dia pun mengecek seluruh peralatan di dalam aula.Setelah semuanya sudah diurus dengan baik, waktu sudah menunjukkan pukul 23.30. Shania yang merasa lelah itu menghela napas lega. Apa pun ceritanya, asalkan kompetisi besok bisa berjalan lancar, semua rasa letih itu juga pantas dirasakannya.Shania kembali ke ruangan konseling untuk membereskan barang-barang. Saat belum keluar, dia menerima panggilan dari Yurika. “Yuri?”Terdengar suara perhatian Yurika. “Kak Shania, kenapa kamu

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 98

    “Kata siapa aku nggak akan menghadiri kompetisi pengetahuan psikologi kampus ini?” Terdengar suara yang familier.Mata Shania terbelalak. Dia memalingkan kepalanya dengan syok.Pintu ruangan rektor dibuka. Sandra bersama asistennya berjalan ke dalam.Yasmin menatap kehadiran orang itu dengan tatapan tidak percaya. “San … Sandra!”Sandra langsung mengabaikan mereka, lalu berjabat tangan dengan Latif. “Salam kenal, aku Sandra.”“Bu Sandra, kenapa kamu bisa kemari?” Shania menatapnya dengan terbengong.“Nanti aku akan jelaskan kepadamu.” Sandra menatap Fenny. “Bu, sekarang aku sudah pasti akan menjadi juri dari kompetisi kali ini. Seharusnya nggak tergolong kesalahan?”Raut wajah Fenny kelihatan muram. Dia saling bertukar pandang dengan Yasmin. Kenapa Sandra bisa setuju? Jangan-jangan Rayden diam-diam telah membantu Shania?“Bu Sandra, apa kamu benar-benar setuju untuk menjadi juri kompetisi?” tanya rektor.Sandra mengangguk. “Emm, aku sudah bisa memastikan.”“Mana mungkin? Bukannya kamu

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 97

    Seharusnya dia adalah psikolog yang dicari Rayden untuk Yurika, yang mana juga merupakan wanita yang menunggunya di depan resepsionis hotel tadi.Di bagian belakang dokumen ini diletakkan selembar prosedur kompetisi pengetahuan psikologi, termasuk isi pertanyaan.Sandra berpikir mungkin seharusnya dia berhubungan dengan mahasiswa generasi baru. Bisa jadi mahasiswa generasi baru itu mendatangkan kejutan untuknya.Setelah Shania pulang ke rumah, dia pun menghadap jendela sembari termenung. Dia merasa omongan Sandra memang benar. Dia telah menempuh studi lanjutan di luar negeri selama bertahun-tahun dan berpartisipasi dalam banyak proyek penelitian psikologi. Dia memiliki pandangan yang sangat unik dalam bidang tersebut.Kepulangan Sandra kali ini bukan hanya untuk membantu para pakar dan akademis psikologi di Kota Narkha saja, melainkan juga demi menganalisis dan membedah satu kasus psikologis khusus. Waktunya sangat berharga.Seandainya kontribusi Shania bisa lebih berharga daripada sem

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 96

    Sandra berkata dengan tersenyum tidak berdaya, “Shania, aku rasa aku sudah bicara dengan sangat jelas. Aku nggak ada waktu dan juga nggak akan menghadiri kegiatan kompetisi.”Asisten menghalangi Shania, lalu berkata dengan raut serius, “Bu, kali ini waktu kepulangan Bu Sandra ke dalam negeri terbatas. Semua kegiatannya sudah diatur sebelumnya. Jadi, kami nggak bisa mengubah jadwal dan mengikuti kompetisi yang kamu katakan.”“Bu Sandra, apa kamu sudah baca dokumen yang aku berikan kepadamu?” tanya Shania dengan harapan.Sandra juga tidak menyangka Shania akan begitu keras kepala. Dia mengangguk. “Aku sudah baca dokumen itu. Nggak dipungkiri, mahasiswa Universitas Arinda memang sangat hebat. Aku merasa ada banyak gagasan mereka yang sangat bagus.”Sandra mengedipkan matanya. “Begini, Shania, aku nggak merasa dokumen-dokumen itu bisa membuatku mengubah jadwalku.”“Kepulanganku kali ini demi mengikuti diskusi dengan para ahli psikologi di Kota Narkha untuk membahas berbagai permasalahan ps

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 95

    “Bu Shania, masalah ini sangat penting. Lebih baik kamu pergi cari kabar dulu, bagaimanapun kompetisi masih tersisa beberapa hari lagi.” Latif merasa ragu.Latif memang adalah rektor, tetapi masih ada para direksi di atasnya.“Aku mengerti, Pak Latif.” Shania kelihatan serius. Perbuatan Keluarga Fariz telah mendorongnya menjadi buah bibir orang-orang. Setelah keluar dari kantor rektor, Shania kembali ke ruangan konselingnya. Yurika pun sedang menunggunya di sana.“Kak Shania, aku sudah tahu semuanya. Apa yang harus kita lakukan sekarang?”Shania berkata dengan tersenyum getir, “Cuma bisa menghubungi Bu Sandra lagi.”Di antara dokumen yang Shania berikan kepada Sandra, dia juga menyelipkan tesis miliknya sendiri, yang berkaitan dengan arah penelitian terbaru Sandra. Namun, bagaimana kalau Sandra tidak sempat melihatnya?Pada jam tiga sore, Yasmin membaca perbincangan sengit di forum dengan puas. Dia mengganti beberapa akunnya untuk membawakan suasana, supaya semua orang percaya Sandra

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status