Share

Bab 13

Penulis: Rania
Natalie buru-buru membujuk Fenny, "Ibu, gimanapun, Shania itu mantan istri Charles. Nggak bagus kalau kamu berbuat begitu. Lagian, masih ada kamar kosong di rumah. Kalau nggak, biarkan saja Shania tinggal di sini."

Setelah mendengar ucapan Natalie, satpam itu menatap Shania yang berpakaian sederhana dengan tatapan mengejek. Mantan istri seperti ini mungkin menolak untuk meninggalkan suaminya yang kaya.

Shania mengabaikan ekspresi orang lain dan menolak, "Nggak usah."

Kemudian, dia pergi dengan menyeret kopernya. Akan tetapi, langit tiba-tiba menjadi gelap dan hujan deras mulai turun.

Saat sedang sial, bahkan minum air pun bisa tersedak.

Shania melihat baterai ponselnya yang hanya tersisa 2% dan tak kuasa menertawakan dirinya sendiri. Hanya ada hutan di sekelilingnya dan sama sekali tidak ada tempat untuk berteduh. Dia yang sekujur tubuhnya basah kuyup terlihat makin menyedihkan di tengah hujan deras.

Tiba-tiba, sebuah mobil Cayenne berhenti di samping Shania dan seorang pria berjalan mendekat dengan memegang payung hitam untuk menghalangi guyuran hujan deras.

Rayden tersenyum tipis dan menatap Shania yang terlihat menyedihkan. "Shania, kebetulan banget!"

Di bawah hujan deras, hati siapa pun pasti akan tergerak apabila ada pria tampan nan anggun yang datang menghampiri dengan membawa payung.

Namun, Shania hanya tertegun sejenak, lalu berkata tanpa daya, "Kebetulan banget! Apa Bos Ray bisa beri aku tumpangan?"

Rayden tidak langsung menjawab. Mata gelapnya menyapu Shania untuk sesaat sebelum menjawab dengan lembut, "Ayo masuk dulu ke mobil."

Suhu di dalam mobil lumayan tinggi. Begitu Shania masuk, rasa dinginnya pun sedikit mereda. Rayden memberinya sebuah handuk, lalu menunduk untuk membaca dokumen supaya Shania bisa menyeka air hujan dari tubuhnya.

Shania menerima handuk itu, lalu menyeka air hujan dari kepalanya sambil termenung. Kelembutan dan perhatian yang terpancar dalam setiap detail ini sudah cukup untuk menunjukkan bahwa pria ini memiliki didikan yang baik.

Shania baru bertemu beberapa kali dengan Rayden. Namun, setiap kali Rayden membantunya, sikap Rayden selalu begitu lembut dan tenang. Apakah Rayden berbuat begitu supaya dia setuju untuk mengobati adiknya?

Shania hanya tenggelam dalam pikirannya untuk sejenak, tetapi mobil mereka telah perlahan-lahan berhenti di depan sebuah gedung apartemen. Kemudian, terdengar suara berat dan merdu pria itu berkata, "Hujan di luar begitu deras, sedangkan tubuhmu basah kuyup. Ganti saja dulu pakaianmu sebelum pulang."

Shania mengangkat kepalanya dan bertemu pandang dengan tatapan lembut dan penuh perhatian pria itu. Dia mengurungkan niatnya untuk menolak dan mengangguk perlahan.

Apartemen itu tidak jauh dari Vila Grandise. Mungkin karena dekat, Rayden baru membawanya kemari.

Saat membuka pintu, interior apartemen ini ternyata jauh lebih cerah dari yang dibayangkan. Di atas wallpaper biru langit, terdapat awan yang melayang. Begitu melihatnya, suasana hati siapa pun pasti membaik.

Shania mengerjap dan merasa sedikit ragu bahwa ini adalah rumahnya Rayden.

Mendengar suara pintu dibuka, seorang wanita paruh baya muncul dan menyapa dengan hangat, "Tuan Rayden, kenapa kamu datang kemari? Siapa nona ini?"

"Bi Jenna, ini temanku, Shania. Dia mau mandi dan ganti pakaian."

Jenna segera mengeluarkan sepasang sandal wanita. "Cepat masuk! Aku akan pergi ambilkan pakaian Nona Yurika, sekaligus buatkan air jahe untuk kalian."

Rayden mengangguk ke arah Jenna, lalu menatap Shania dengan lembut, "Ini apartemen adikku. Dia kuliah di Universitas Arinda dan tinggal di sini karena tempat ini dekat sama kampus. Bi Jenna biasanya tinggal di sini untuk menjaganya."

Shania langsung mengerti.

Pada saat ini, ponsel Rayden tiba-tiba berdering. "Aku jawab telepon dulu."

Kemudian, dia berbalik dan berjalan ke depan jendela kaca.

Mata Shania tertuju pada lukisan di dinding. Lukisan itu terlihat sangat menenangkan. Daun-daun musim gugur berguguran di bawah cahaya yang hangat. Ada sebuah ayunan yang sedang berayun di halaman dan dua anak perempuan yang bergandengan tangan. Wajah mereka dihiasi senyum berseri-seri di bawah sinar matahari.

Ketika Shania tanpa sadar menyentuh lukisan itu, terdengar suara berat Rayden bergema dari belakangnya. "Ini lukisan adikku."

Shania pun berbalik. Tatapan pria itu berubah jadi begitu mendalam hingga dapat membangkitkan rasa duka dan obsesi seseorang. Namun, hanya dalam sekejap, tatapan itu kembali menjadi jernih, tenang, dan berseri-seri.

Hati Shania pun tergerak. Dia mendongak dan bertanya dengan lembut, "Rayden, apa anak perempuan di lukisan ini adikmu?"

"Emm." Rayden mengangguk dan menjawab, "Dia melukisnya di usia 14 tahun. Waktu itu, dia belum sakit."

"Lalu, anak perempuan yang satu lagi itu siapa?"
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 100

    “Aku nggak ingin ke rumah sakit. Cukup makan obat pereda rasa sakit saja,” gumam Shania.Tangan Rayden yang sedang memegang setir mobil semakin erat lagi. “Biasanya sesakit ini?”“Biasanya nggak. Tadi aku minum sebotol bir dingin.”“Apa kamu lupa?” Suara Rayden terdengar berat.Shania terbengong sejenak. “Ingat, hanya saja aku melupakannya karena terlalu gembira.”Mobil telah berhenti di depan pintu rumah sakit. Tidak ada lagi yang mengantre di tengah malam. Hanya ada dokter UGD dan dokter jaga saja.Untung saja dokter jaga hari ini adalah dokter kandungan. Dokter membukakan resep obat dan juga membuka obat pereda sakit.“Ingat, obat herbalnya diminum sehari sekali. Jangan lupa.”Shania mengangguk. “Aku mengerti.”Sebenarnya Shania ingin mengatakan bahwa tidak perlu membesarkan masalah. Biasanya dia tidak akan sesakit ini, hanya saja tadi dia lupa, malah meminum bir.Setelah kembali ke mobil, raut wajah Rayden kelihatan muram. Dia menghentikan mobil di bawah apartemen, kemudian membawa

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 99

    Satu hari sebelum kompetisi dimulai, Shania sedang sibuk di sekolah. Dia bersama anggota departemen acara dan perencanaan sedang sibuk untuk menyusun dekorasi. Bahkan, Wisnu juga merasa tidak tenang hingga ikut memantau hingga larut malam.“Apa soal kompetisi sudah disimpan dengan baik?” tanya Wisnu.Shania mengangguk. “Sudah diletakkan di dalam brankas ruangan konseling. Hanya aku saja yang punya kunci brankasnya.”Wisnu mengangguk. “Baguslah kalau begitu.”Setelah Wisnu pergi, Shania masih merasa tidak tenang. Dia pun mengecek seluruh peralatan di dalam aula.Setelah semuanya sudah diurus dengan baik, waktu sudah menunjukkan pukul 23.30. Shania yang merasa lelah itu menghela napas lega. Apa pun ceritanya, asalkan kompetisi besok bisa berjalan lancar, semua rasa letih itu juga pantas dirasakannya.Shania kembali ke ruangan konseling untuk membereskan barang-barang. Saat belum keluar, dia menerima panggilan dari Yurika. “Yuri?”Terdengar suara perhatian Yurika. “Kak Shania, kenapa kamu

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 98

    “Kata siapa aku nggak akan menghadiri kompetisi pengetahuan psikologi kampus ini?” Terdengar suara yang familier.Mata Shania terbelalak. Dia memalingkan kepalanya dengan syok.Pintu ruangan rektor dibuka. Sandra bersama asistennya berjalan ke dalam.Yasmin menatap kehadiran orang itu dengan tatapan tidak percaya. “San … Sandra!”Sandra langsung mengabaikan mereka, lalu berjabat tangan dengan Latif. “Salam kenal, aku Sandra.”“Bu Sandra, kenapa kamu bisa kemari?” Shania menatapnya dengan terbengong.“Nanti aku akan jelaskan kepadamu.” Sandra menatap Fenny. “Bu, sekarang aku sudah pasti akan menjadi juri dari kompetisi kali ini. Seharusnya nggak tergolong kesalahan?”Raut wajah Fenny kelihatan muram. Dia saling bertukar pandang dengan Yasmin. Kenapa Sandra bisa setuju? Jangan-jangan Rayden diam-diam telah membantu Shania?“Bu Sandra, apa kamu benar-benar setuju untuk menjadi juri kompetisi?” tanya rektor.Sandra mengangguk. “Emm, aku sudah bisa memastikan.”“Mana mungkin? Bukannya kamu

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 97

    Seharusnya dia adalah psikolog yang dicari Rayden untuk Yurika, yang mana juga merupakan wanita yang menunggunya di depan resepsionis hotel tadi.Di bagian belakang dokumen ini diletakkan selembar prosedur kompetisi pengetahuan psikologi, termasuk isi pertanyaan.Sandra berpikir mungkin seharusnya dia berhubungan dengan mahasiswa generasi baru. Bisa jadi mahasiswa generasi baru itu mendatangkan kejutan untuknya.Setelah Shania pulang ke rumah, dia pun menghadap jendela sembari termenung. Dia merasa omongan Sandra memang benar. Dia telah menempuh studi lanjutan di luar negeri selama bertahun-tahun dan berpartisipasi dalam banyak proyek penelitian psikologi. Dia memiliki pandangan yang sangat unik dalam bidang tersebut.Kepulangan Sandra kali ini bukan hanya untuk membantu para pakar dan akademis psikologi di Kota Narkha saja, melainkan juga demi menganalisis dan membedah satu kasus psikologis khusus. Waktunya sangat berharga.Seandainya kontribusi Shania bisa lebih berharga daripada sem

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 96

    Sandra berkata dengan tersenyum tidak berdaya, “Shania, aku rasa aku sudah bicara dengan sangat jelas. Aku nggak ada waktu dan juga nggak akan menghadiri kegiatan kompetisi.”Asisten menghalangi Shania, lalu berkata dengan raut serius, “Bu, kali ini waktu kepulangan Bu Sandra ke dalam negeri terbatas. Semua kegiatannya sudah diatur sebelumnya. Jadi, kami nggak bisa mengubah jadwal dan mengikuti kompetisi yang kamu katakan.”“Bu Sandra, apa kamu sudah baca dokumen yang aku berikan kepadamu?” tanya Shania dengan harapan.Sandra juga tidak menyangka Shania akan begitu keras kepala. Dia mengangguk. “Aku sudah baca dokumen itu. Nggak dipungkiri, mahasiswa Universitas Arinda memang sangat hebat. Aku merasa ada banyak gagasan mereka yang sangat bagus.”Sandra mengedipkan matanya. “Begini, Shania, aku nggak merasa dokumen-dokumen itu bisa membuatku mengubah jadwalku.”“Kepulanganku kali ini demi mengikuti diskusi dengan para ahli psikologi di Kota Narkha untuk membahas berbagai permasalahan ps

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 95

    “Bu Shania, masalah ini sangat penting. Lebih baik kamu pergi cari kabar dulu, bagaimanapun kompetisi masih tersisa beberapa hari lagi.” Latif merasa ragu.Latif memang adalah rektor, tetapi masih ada para direksi di atasnya.“Aku mengerti, Pak Latif.” Shania kelihatan serius. Perbuatan Keluarga Fariz telah mendorongnya menjadi buah bibir orang-orang. Setelah keluar dari kantor rektor, Shania kembali ke ruangan konselingnya. Yurika pun sedang menunggunya di sana.“Kak Shania, aku sudah tahu semuanya. Apa yang harus kita lakukan sekarang?”Shania berkata dengan tersenyum getir, “Cuma bisa menghubungi Bu Sandra lagi.”Di antara dokumen yang Shania berikan kepada Sandra, dia juga menyelipkan tesis miliknya sendiri, yang berkaitan dengan arah penelitian terbaru Sandra. Namun, bagaimana kalau Sandra tidak sempat melihatnya?Pada jam tiga sore, Yasmin membaca perbincangan sengit di forum dengan puas. Dia mengganti beberapa akunnya untuk membawakan suasana, supaya semua orang percaya Sandra

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status