“Sudah waktunya makan siang?” gumannya seorang diri.
Mahra langsung fokus pada Refans yang keluar dengan terburu-buru. Lalu menancap gas mobilnya keluar dari perkarangan kantor. Berselang beberapa saat, dua buah mobil jep dan ssatu mobil Hammer seakan mengekori sang suami. Mahra segera mengekori mereka dengan perasaan cemas.
“Ya Tuhan lindungilah suamiku!” ucapnya berkali-kali.
Mobil Refans terus melaju. Bukan ke rumah makan yang biasa di datanginya tapi jauh ke arah jalan lain. Mobil terus melaju di bawah rinai hujan bulan Desember.
“Apakah Bang Refans nggak sadar kalau ada yang ngikutin dia?” pikir Mahra.
Mahra berada di paling belakang. Setelah setengah jam, Refans masuk ke sebuah rumah mewah dengan gaya minimalis.
“Itu rumah siapa?” Pikir Mahra. “Kok Bang Refans punya kuncinya juga?”
Sembilan laki-laki kekar keluar dari mobil mereka. Seorang lelaki dengan postur cukup tinggi. Kulitnya nampak mencolok dari kedelapan pengawalnya. Dia mengenakan kemeja putih lengannya digulung sampai ke siku. Auranya yang terlihat mengintimidasi. Apalagi kacamata hitam menutup wajahnya.
Mereka mendekati pintu bersama-sama.
“Dobrak!” perintah atasannya.
Dua lelaki kekar itu mendobrak secara bersamaan. Pintu langsung terbuka tanpa ampun.
Mahra segera menyusul mengikuti mereka. Dari luar rumah Mahra bisa mendengar suara bentakan.
“Apa kau tidak menemukan wanita lain untuk kau ajak tidur, selain istriku, hah!” bentak seorang laki-laki dengan suara yang cukup kencang.
Mahra celingak-celinguk memasuki rumah asing yang sudah berantakan ulah para bodyguard tadi.
“Lepasin aku bangsat!” umpat Refans.
Mahra membekap mulut terkejut melihat suaminya yang terjerabam di lantai. Lalu Refans dipukul berkali-kali. Sedangkan seorang perempuan meloncat-loncat karena dipegangi oleh seorang lelaki yang kekar.
“Mas Angga lepasin aku!” teriak perempuan itu.
Refans terdiam, nampak ciut di depan lelaki jakung itu. Kejantanannya runtuh di depan mereka. Muka sudah lebam tak berdaya. Lelaki yang dipanggil Angga, mengarahkan seluruh tenaga untuk kembali menghujam pukulan ke Refans.
Mahra sudah tidak bisa membiarkan “Stop! Tolong lepaskan suami saya!” teriaknya.
Laki-laki berkemeja putih menghentikan pukulannya.
“Kau siapa?” tanya Angga bos komplotan tersebut.
“Sa-ya, saya istrinya,” jelas Mahra sambil melangkah lagi untuk meraih Refans.
“Gila, sangat gila. Rupanya sudah beristri kau,” Angga tersenyum licik. Kembali menonjoknya dengan penuh amarah.
“Baiklah!” Angga melepaskan Refans.
Angga mendekati perempuan yang mengakui istri Refans. Dia memperhatikan dari ujung kepala hingga ujung kaki. Sejenak mengingat.
“Dia kan Mahra. Nadiatul Mahra! Bagaimana bisa dia menjadi istri keparat ini? Sialan!” umpatnya dalam hati. Wajah teduh Mahra membuatnya berkeringat dingin. Pesona perempuan berhijab itu selalu membuatnya candu.
“Kamu istrinya? Bagaimana bisa kamu menikah dengan lelaki seperti itu?” tanya Angga dengan wajah beringas. Mahra terdiam, dia segera mengangkat langkah untuk mendekati suaminya. Tapi tangan Angga mencegahnya.
Sebuah pukulan hebat mengenai wajah Refans.
“Hei bangsat! Ini peringatan untukmu. Karena sudah bermain api denganku!” gumannya dengan suara gemetar.
“Mas dengarkan aku!” teriak perempuan yang hanya mengenakan bikini itu.
“Diam kau pelacur!” teriak Angga lagi.
“Oh ya, Refans! Aku sebenarnya tidak mempermasalahkan jika kamu selingkuh dengan istriku. Sehingga aku punya alasan yang kuat untuk menceraikannya!” ujar Angga lagi.
Mahra menahan tangis mati-matian. Refans selingkuh dengan istri orang. Pantas jika jika selama ini, Refans jarang pulang ke rumah.
“Dan lagi, aku rasa kau gila. Seperti ini istri di rumah masih saja mencari wanita di luar sana, dan kau dapat istri orang pula semacam dia,” Angga memalingkan wajah pada Lira istrinya. Dia tidak sudi menatap istrinya yang hanya memakai linggeri yang cukup transparan.
Refans sudah tak bisa menjawab, dia kalah telak.
“Kau bodoh dan tolol, Refans. Tapi tidak mengapa jika kau mau tukaran istri. Aku sangat tidak keberatan!” gelak tawa liciknya pecah.
“Tidak Mas! Aku tidak mau cerai dari kamu!” teriak perempuan itu.
“KAU KUTALAK TIGA.” teriak Angga dengan kencang.
Lira terduduk lemas. Pengawal sudah melepaskan perempuan itu.
“Mas aku nggak mau pisah sama kamu!” lirihnya.
“Mulai hari ini aku bukan suamimu lagi! Jangan pernah muncul di lingkaranku lagi!” bentak Angga.
Lira tak bisa lagi berkata-kata. Pupus sudah harapannya.
Refans terdiam, dia memang tak ada hati pada Lira. Dia hanya ingin merusak kehidupan Angga melalui istrinya. Rupanya Angga sama sekali tidak berjuang untuk mempertahan Lira.
“Bagaiman Bos Refans? Sekarang perempuan sialan itu sudah kutalak. Silahkan kau tidur bersama dia sepuas-puasnya. Aku tidak masalah lagi,” ejek Angga. “Tapi, kamu harus tahu! Kita sedang tidak berjuang untuk perempuan kan?”
“Apa yang kau mau, bajingan!” bentak Refans.
“Aku mau sesuatu yang lebih berharga dari perusahaanmu?” Angga tersenyum melihat Mahra yang memapah tubuh Refans.
Refans terdiam. Skandal perselingkuhannya dengan Lira akan menjadi senjata Angga menjatuhkannya.
“Kamu tahu, delapan puluh persen investor di perusahaanmu kerabatku. Hanya dengan menjentik jemari mereka bisa menarik semua saham mereka!”
“Apa maumu?” tanya Refans lagi.
“Aku mau kau serahkan penulis hebat ini untukku?” ucap Angga dengan lembut.
Mahra terkejut mendengarnya, jemarinya memeluk tubuh Refans lebih kuat. Dia tidak mau diserahkan begitu saja pada orang tidak dikenal itu.
“Baik, silahkan ambil perempuan ini untukmu!” Refans menolak Mahra bagai barang ke arah Angga. Mahra terhuyung ke lantai tepat di bawah kaki saingannya itu. Angga segera menolong Mahra untuk bangkit, Tapi dia menepis tangan laki-laki tidak dikenal itu.
“Aku talak kamu Nadia Asyuratul Mahra dengan talak tiga,” ucapnya seperti ragu-ragu.
Mahra membekap mulut, sesantai itu, semudah itu Refans mengucapkan talak. Hanya karena takut investornya hilang. Refans sudah melepaskannya. Air matanya tumpah. Isaknya sangat dalam bahkan hanya nampak tubuhnya yang berguncang. Mahra sudah benar-benar hancur, nyatanya dia sama sekali tidak berarti untuk Refans
”Mulai hari ini kau angkat kaki dari rumahku. Bawa barang-barangmu semua. “ tambah Refans lagi.
Mahra segera berlari keluar, tanpa lagi menoleh pada siapapun. Dia mengendarai mobil di bawah hujan yang membuatnya semkain menyayat hati. Entah kenapa setelah bertahan dengan segala penderitaan. Dia harus menerima talak tiga dari suami yang dulu begitu memujanya.
Hujan bulan Desember menjadi saksi. Rumah tangganya kandas begitu saja. Mahra menepikan mobilnya ke pinggir jalan. Sambil menangis tergugu. Meratapi nasip yang cukup malang. Setelah cukup lama dia mengambil sebuah note, Dia menulis sesuatu.
Desember 2017
Hujan bulan Desember menjadi saksi bagaimana rumah tanggaku kandas. Cintaku pupus ditelan keegoisan. Yah, aku tidak begitu menguntungkan untuk bisnisnya. Selamat tinggal!
Semoga setelah hujan bulan desember aku akan menemukan hidup baruku.
Nadia Mahra
Lima tahun kemudian.Tidak terasa waktu bergulir begitu cepat. Kini anak-anak sudah tumbuh menuju dewasa. Si kembar sudah SMA menjelang tamat. Rasa-rasanya, Angga ingin segera pensiun dari pekerjaannya. Dia sudah mempercayai beberapa kerabat dekat untuk mengelola perusahaannya.“Sayang, rasanya aku di rumahnya. Pensiun lebih cepat!” ucap Angga pagi itu setelah anak-anak semua pergi sekolah. Mahra selama tidak memiliki bayi. Sudah kembali aktif menulis.“Terserah Mas! Mahra senang aja kalau Mas di rumah! Apalagi Mas sudah bekerja sejak muda. Pensiun dini lebih baik sebagai bonus kerja keras selama ini!” Mahra menghentikan pekerjaannya. Lalu duduk di sampingnya.“Kamu masih tetap cantik!” Angga menatap sang istri lebih lekat.“Mahra sudah tua, Mas! Sudah ada satu dua uban!” ujarnya tersipu.“Tapi, masih tetap cantik!” Angga menggamit tangan sang istri.“Mas juga masih gagah, orang tidak akan percaya Mas sudah menuju kepala lima!” Mahra membalas tatapan sang suami.“Karena Mas masih gant
“Total belanjaan Kakak seratus dua puluh ribu!” ucap Kasir.Alika merongong tasnya. Capek dia cari-cari dompet. “Duh kemana sih domper?” keluh Alika.“Kak?” panggil kasir. “Antriannya panjang sekali.”Dia baru sadar ada sepuluh orang sedang mengatri di belakang.“Aduh maaf bang, dompet saya tinggal! Saya transfer aja boleh?” tanya Mahrasambil menahan malu.“Tidak bisa kak, rekening toko lagi bersamalah!” ujar kasir.“Tapi, gimana bang saya nggak bawa dompet!” Alika sudah hampir menangis.Tiba-tiba seseorang meletakkan dua lembar pecahan dua ratus di sana. “Ini sekalian untuk bayaran ustazah ini!” ujar laki-laki itu dengan tenang. Sembari menunjukkan sebotol air mineral dan bisquit.“Oke!” kasir lamgsung mengerjakan tugasnya.Alika masih di sana terpaku. Mengingat sejenak sepertinya pernah jumpa. Tapi dimana? laki-laki dengan penampilan kasual nampak santai dengan celana training, baju kaos jersey dan sepatu olahraga.“Terima kasih Pak!” seru Alika cepat-cepat.“Sma-sama Ustazah!” lak
Bab 1Mengenal Makhluk HidupAlika merupakan siswa kelas III SD. Alika tinggal bersama Ayah dan Ibunya dan adiknya Affa. Affa masih berumur tiga tahun. Alika sangat menyayangi adik Affa.Setiap hari Alika ke sekolah dengan berjalan kaki dengan Dini dan Andi. Mereka tinggal di satu komplek Perumahan Hijau. Dini, Andi dan Alika berteman baik sejak kelas I.“Hari ini kita belajar apa?” tanya Andi sambil mengayun langkah.“Kita akan belajar tentang makhluk hidup,” sahut Alika.“Makhluk hidup itu seperti kita ini, Ka?’’ tanya Dini.“Iya, makhluk hidup seperti kita ini manusia, hewan dan tumbuhan,” jelas Alika sambil menunjuk ke arah pohon yang memayungi jalan yang mereka lewati.“Apa saja ciri-ciri makhluk hidup, Ka?” tanya Andi lagi.“Memerlukan makan dan minum, bernapas, tumbuh dan berkembang biak,” sahut Alika lagi.“Pintar sekali kamu, Ka. Tahu dari mana?” tanya Dini.“Aku baca buku, Dini. Ayah dan Ibuku selalu menghadiahkan aku buku dan mengajakku ke perpustakaan,” jawab Alika.“Nanti
Danil sangat kikuk duduk diantara orang-orang yayasan. Dimana penampilannya sangat mencolok. Semua laki-laki di sana menggunakan peci, serta baju koko yang cukup sopan. Belum lagi yang perempuan, membuat dia menjerit seakan sedang terjebak ke dalam tempat yang sangat sulit dia dambakan.Sebelum rapat dimulai. Angga sengaja meminta Danil duduk di sampingnya.“Maaf sebelumnya, Ustaz Ustazah semua. Perkenalkan ini Danil tangan kanan saya di perusahaan. Hari ini kebtulan saya ajak ke sini, untuk mengenal dunia pendidikan lebih jauh!” jelas Angga. Membuat semua orang memperhatikan Danil dengan seksama. Laki-laki dengan postur tubuh proposional. Hitung mancung, alis tebal dan sekilas terlihat berkarisma. Buru-buru ustazah di sana menundukkan pandang. Karena spek laki-laki di depan mereka sangat memukau, bagai artis.Danil agak terkejut dengan penuturan bosnya. Apa ini cara bosnya mengenalkan dia pada ustazah di sana. Rapat berlangsung. Beberapa ustazah menyampaikan laporan mereka. Ada juga
Angga pulang hampir larut. Tidak biasanya dia seperti itu. Namun, beberapa pekerjaan menjelang akhir tahun ini membuat semuanya sibuk. Apalagi dia baru memecat sekretarisnya.“Danil, tolong carikan sekretaris baru untukku! Ingat laki-laki ya!” perintahnya.“Baik, Bos. Akan segera saya dapatkan!” sahut Danil. Danil merupakan kaki tangan ANgga. Namun, dia punya jabatan yang besar di perusahaan itu.“Maafkan saya terkait Sela Bos. Saya menyesal terhadap kejadian yang menimpa Bos!” tambah Danil. Angga sedang bersiap hendak pulang.“Its Oke. Jadi kita lebih waspada ke depan!” sahut Angga. Sekali lagi dia melihat jam di pergelangan tangannya. Sudah menunjukkan jam 12 dini hari. Sudah lama dia tidak lembur selama ini.“Baik, Bos.” Danil menunggu Bosnya keluar dari ruangan.Lalu mereka berjalan beriringan untuk ke parkiran.“Danil, kalau nanti kamu bekerluarga usahakan, melindungi dan menjaga pernikahanmu. Banyak sekali wanita jalangyang mengincar kalau kita punya pekerjaan dan penghasilan y
Sela keluar dari gedung pencakar langit itu dengan berat hati. Mau gimana lagi, dia benar-benar dipecat secara tidak terhormat. Bahkan bodyguard menyeretnya dengan kasar.“Saya ingin mengambil barang-barang saya dulu!” pintanya memelas karena ada beberapa barang berharganya di sana.“Ingat hanya lima menit kamu sudah keluar dari gedung ini!” tegas bodyguard tersebut. Sela berjalan cepat menuju lift lalu ke ruangannya tepat di samping ruangan Angga, sang CEO.Saat menenteng sebuah kardus keluar dari sana. Dia berpapasan dengan kedua temannya Ani dan Dini. Bukan rasa kasihan yang ditunjukkan malah diejek habis-habisan.“Aduh Sela- sela baru setengah jam lalu, kita bilang apa. Kamu mimpi ketinggian. Kasian sekali. Padahal cita-citanya mau jadi simpanan bos!” ledek Dini.“Memang kamu itu terlalu kepedean tahu. Kamu bisa tuh, incarin om sana, tapi tidak dengan Bos Angga. Dia itu spek setia. Kamu belum lihat istrinya secantik dan sekeren apa. Dibandingkan kamu bukan apa-apa Sel!” tambah Ani