Share

Gara-Gara Mesin Cuci.

Author: Winarsih_wina
last update Last Updated: 2024-01-19 10:24:05

Bab9 (Gara-Gara Mesin Cuci)

"Kau lihat itu istrimu, dia bahkan membeli mesin cuci. Daripada boros, uangnya kan bisa untuk DP motor buat adikmu sekolah." Dua hari setelah keributan bersama kedua iparnya. Kini sang ibu mertua datang-datang mengamuk karena Amara membeli mesin cuci.

Brak ....

Amara mengebrak meja, dia sudah capek menghadapi keluarga suaminya yang semakin tidak manusiawi. Bahkan untuk mesin cuci saja mertuanya datang bersama para tetangga.

"Cukup! Aku sudah muak, Bu. Memangnya kenapa kalau aku beli mesin cuci? Asal ibu tau, tak ada uang mas Bram yang aku pakai untuk membeli mesin cuci ini."

Amara berteriak dia sudah sangat kehabisan kesabaran. Apalagi saat melihat suaminya hanya diam saja.

"Kenapa kau tak bicara, Mas. Katakan kalau mesin cuci ini aku beli, mengunakan uang kiriman bapak. Uang yang sebagian besar dinikmati oleh ...," ucap Amara yang terpotong pekikan Bram.

"Cukup Amara! Kau tak perlu berteriak, saat bicara dengan ibu. Apa kau tak punya sopan-santun." Amara melotot karena Bram memotong ucapannya, hanya untuk melindungi harga dirinya sebagai suami, itu membuat Amara semakin muak.

"Kalau begitu katakan pada ibumu. Mulai sekarang jangan takut dengan uang anaknya, tak akan aku minta sepeserpun, kalau perlu kita pisah saja agar ibu dan adikmu puas menikmatinya." Bram terkejut, dia tak menyangka Amara akan semarah itu. Para tetangga yang dibawa ibunya, untuk melihat mesin cuci yang dibeli istrinya perlahan menghilang.

"Sejak kapan mertuamu kirim uang, Bram? Pandai istrimu bicara untuk menutupi kecurangannya. Dia pikir aku tak tau, kalau dia pandai mengurangi uang belanja." Mendengar ucapan mertuanya membuat Amara kembali murka. Dia melempar gelas yang hendak dia pakai untuk minum, lalu menatap Bram dan ibunya.

"Sejak aku menikah Bu, jangan bilang ibu tak tau soal itu. Bukankah ibu bisa berhitung, berapa gaji mas Bram dan berapa uang yang kalian makan." Amara berkata sinis. Dia juga tersenyum pada suaminya, pria itu terlihat gugup namun masih bersikap angkuh.

"Baiklah kalau kau memilih diam, Mas. Sebelum kita pisah, aku ingin tau sampai mana harga dirimu itu bertahan." Amara semakin muak, dia memilih untuk bergegas pergi saja. Dia membiarkan Bram dan ibunya mematung, mungkin masih tak percaya, kalau Amara bisa berubah seperti itu.

"Mau kemana kau, Ara. Siapkan dulu makanan, kami sudah lapar," ujar Bram.

"Minta ibumu masak biar dia tau, anaknya tak punya uang untuk membeli makanan di rumah istrinya." Amara berkata dengan nada ketus. Lalu melangkah keluar, menuju warung bakso kesukaannya.

"Belikan bakso saja kami tunggu di rumah!" pekik Bram.

Dia yakin Amara akan pergi menuju warung bakso langganannya, sengaja dia minta agar dibelikan bakso saja, karena tak ada makanan di rumahnya. "Mau dibawa kemana mesin cuci itu?!" teriak Amara.

Wanita itu berteriak sangat keras, hingga mengundang para tetangga. Bukan tak ada alasan dia berteriak, karena mesin cuci yang baru dia beli, telah berada di atas becak orang yang terkenal membeli barang bekas. "Ibu jual karena kau tak membutuhkan itu. Uangnya bisa untuk sekolah adik Bram."

Amara menarik napas panjang lalu kembali berteriak. Bram terlihat ketakutan melihat wajah istrinya. "Kau turunkan mesin cuci itu, lalu tinggalkan rumahku. Asal tau saja rumah ini pemberian bapak, jadi jangan sok berkuasa disini. Bilang ibumu jangan biadab jadi orang, main jual barang orang mau jadi maling juga."

Mendengar teriakan Amara, membuat mertuanya marah besar. Apalagi saat orang yang membeli mesin cuci, menurunkan kembali benda itu. "Dasar menantu kurang ajar, kau membuat aku malu."

****

"Kau keterlaluan, Ara. Hanya karena mesin cuci kau melawan ibuku," ucap Bram dengan kesal. "Itu bukan urusanku, Mas. Sudah cukup aku mengalah selama ini, aku juga bisa merasa lelah." Amara meraih gelas lalu mengisinya dengan air sampai penuh.

Setelah ribut dengan mertuanya dia benar-benar haus. Air dingin itu bisa sedikit menenangkannya, meski amarahnya belum mereda karena wajah dan ucapan suaminya "Aku lelah lahir dan batin, apa kau mengerti itu? Andai kau sedikit saja mengerti, aku tak akan menjadi seperti ini." Amara menarik napas lalu pergi ke kamarnya setelah meletakkan gelas yang baru dia pakai.

"Setelah kita menikah, kapan aku pernah melawanmu ataupun ibumu? Tidak pernah sekalipun, tapi apa yang aku dapatkan selain penghinaan dan penindasan yang tak ada habisnya. Selain itu, apa pernah kau berdiri sekali saja di sampingku untuk memberikan sedikit saja pembelaan?" tanya Amara dengan getir.

Bram terdiam mendengar keluh kesah istrinya. Sayangnya keluhan itu hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri, akhirnya meledak juga setelah wanita itu mengetahui pengkhianatan Bram.

Bram tidak tau berapa dalam luka yang dirasakan sang istri. Pria itu baru menyesal setelah semua sudah terjadi, sekarang dia berada di ambang kehancuran setelah kepergian Amara. "Menikahlah lagi dan cari wanita yang baik dan kaya. Jangan yang seperti istrimu itu, bisanya hanya menyusahkan kita saja." Bram memejamkan mata mendengar saran ibunya.

Dia tak mengerti kenapa ibunya begitu membenci istrinya. Setahunya selama menikah Amara memang penurut, tidak sekalipun dia menolak perintah atau permintaan ibunya, tapi kenapa sang ibu tidak menyukainya.

'Setelah menikah memang sebaiknya kalian pisah rumah. Meski terlihat harmonis dan baik-baik saja, tetap ada rasa segan dan tak enak di hati istri ataupun ibumu, Bram.' saran guru ngaji di kampungnya saat Bram meminta saran.

Sayang saran itu tidak berguna sama sekali, karena mereka hanya pisah tak terlalu jauh dari ibu Bram. Alasannya karena Bram masih tidak tega meninggalkan sang ibu tinggal bersama kedua adiknya, apalagi mereka perempuan. Sekarang dia hanya bisa berpikir kemana sang istri pergi dan menghilang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   Berani Menyentuh Keluargaku Rasakan Akibatnya..

    Bagi orang tua hidup sudah lebih dari cukup asal ada anak dan cucu. Setelah memastikan aku dan Ikhram akan membawa anak-anak mengunjungi mereka saat liburan, kakek Ikhram membujuk mama Ikhram agar setuju pergi ke perkebunan teh kami. Meski terlihat tak ikhlas, tapi mama Ikhram akhirnya setuju. Aku dan Ikhram membawa anak-anak mengantar mereka langsung ke perkebunan, awalnya mau menaiki pesawat tapi anak-anak malah mau naik mobil. Alhasil kami membutuhkan tiga hari perjalanan untuk sampai ke perkebunan. Kemudian kami menghabiskan waktu yang tersisa hingga weekend baru kami kembali. Kali ini kami kembali menaiki pesawat, meski tak tega tapi aku menguatkan hati saat meninggalkan kakek dan mama Ikhram. "Mama masih belum menyerah, beberapa hari ini dia mencoba membuatmu merasa bersalah. Untungnya istriku sudah lebih cerdas jadi tidak tertipu lagi, kalau tidak aku akan pusing memikirkan cara menyadarkan mama." Ikhram memelukku, sembari berjalan ke dalam ruang tunggu. Sedangkan di depan

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   pembalasan Ikhram.

    Melihat istri dan anak hampir celaka, di depan mata dan tanpa bisa berbuat apa-apa membuat Ikhram trauma. Setiap kali memejamkan mata dia akan bermimpi buruk, hal itu sudah terjadi selama dua hari ini.Merasa tertekan dan tidak beristirahat dengan tenang, semakin membuatnya frustasi. Hasilnya dalam jangka waktu singkat Ibu kota gempar, dua perusahaan besar dan dua keluarga kelas atas jatuh dalam sekejap. ARTAMA grup mengeksekusi perusahaan Sam dan kakek Ikhram. Tentu saja hal itu menambah masalah baru, namun itu justru membuat Ikhram merasa puas. Aku hanya bisa melihat kepuasannya, karena aku tau rasa sakit yang dia rasakan selama ini."Apa kau yakin akan bertarung dengan kakek dan juga ... Mama?" tanyaku lagi saat menemaninya istirahat, di kamar yang ada dalam ruang kerjanya."Jangan lupa ada Sam juga, kalau merasa iba kau bisa mengatakannya sekarang." Ikhram menyentuh daguku, lalu memberi kecupan di bibir dengan lembut. Mendengar nama Sam di sebut membuatku bingung, "Ada hubungan

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   Hampir Celaka.

    Waktu bersantai bagi seorang wanita yang sudah menikah dan punya anak adalah hal yang paling mewah. Satu atau dua jam untuk menenangkan diri, itu sudah lebih dari cukup bagi mental yang kadang sedikit tertekan. Setelah menyingkirkan Ikhram, akhirnya aku bisa memuaskan diriku dengan belanja dan makan enak. Setelah dua jam menjelajahi jalanan, akhirnya aku pergi ke perusahaan Ikhram dengan membawa satu cup besar boba dan satu kotak besar aneka kue potong. Aneka kue dengan bermacam-macam cream. Ada cream coklat, stroberi dan juga moka, aku tertarik melihatnya jadi membelinya. Siapa sangka ternyata jumlahnya cukup banyak, sebelum Ikhram melihatnya aku akan menyimpannya di pantry saja. Sore baru aku bawa pulang, tentu saja tanpa sepengetahuan suamiku itu. Setelah sampai depan lobby aku celingak-celinguk untuk melihat situasi, jangan sampai kepergok Ikhram yang kadang muncul macam jelangkung itu. Dia kadang bisa muncul kapan saja dan dimana saja, tanpa bau dan tanpa suara pas kan

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   Dijadikan Pion melawan Ikhram.

    Melihat orang gila di rumah sakit jiwa lebih baik, daripada melihat mertua yang mengila, karena tidak bisa melawan menantunya. Aku hanya diam saat melihat mertuaku menangis seperti anak kecil, melihatnya seperti itu membuatku berpikir, apa aku benar-benar tertipu oleh penampilannya ketika pertama kali bertemu. Saat itu mertuaku itu terlihat begitu menderita, dengan wajah pucat yang seperti kurang darah, namun sekarang penampilannya terlihat berubah drastis. Ibarat Kucing telah berubah menjadi Singa, tatapannya juga lebih tajam dan juga kejam. "Aku mamamu, wanita yang melahirkanmu. Apa pantas kau perlakukan seperti ini, hanya demi wanita yang baru kau nikahi?" tanya mama Ikhram dengan sinis. "Aku sudah lama menikahinya, Ma. Dia juga orang yang berdiri di sampingku saat terpuruk dulu, andai tak ada dia aku tak akan berdiri tegak seperti ini di depan mama saat ini." Ikhram memegang tanganku dengan erat. Aku menepuk punggung tangannya agar dia tenang, saat ini kami benar-benar d

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   Tidak Belajar Dari Pengalaman.

    Ujian pernikahan setiap orang berbeda, ada yang diuji dengan anak, suami bahkan dari sang istri. Sedangkan aku, ujian pernikahanku masih sama, baik pernikahan pertama ataupun yang kedua, aku diuji dengan mertua dan wanita kedua. Ujian itu kembali datang, mungkin karena di pernikahan pertama aku gagal mengatasinya. Sedangkan di pernikahan kedua ini, aku bertekad untuk melawan ujian itu, tentu saja dengan dukungan suamiku Ikhram. Sedangkan di pernikahan pertamaku dulu, Bram tidak hanya membantuku mengatasi ujian tersebut, tapi dia justru membuatku putus asa. Sehingga aku menyerah dan memilih bercerai. "Berjuanglah jika memang sudah memilih untuk bertahan, bapak juga setuju jika kau melawan orang yang ingin menghancurkan pernikahanmu. Begitu juga ketika Ikhram tidak lagi mendukungmu, kami bersedia menerimamu kembali pulang," ujar bapak dengan mantap. Ikhram memeluk pinggangku dan berjanji pada bapak dan ibu, bahwa dia tidak akan membiarkan aku berjuang sendiri. Dia bahkan berani

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   Ikhram Melihat Kebusukan Ibunya.

    Ketenangan, sepertinya menjadi sebuah hal yang paling berharga, sehingga begitu sulit untuk aku dapatkan. Hanya dalam waktu seminggu akhirnya wanita itu datang tanpa diundang. Dengan wajah angkuhnya dia menatap, rumah yang aku tempati sekarang. Senyum sinis juga terukir di bibirnya, lalu mulutnya pun mulai berkicau dengan nada penuh penghinaan. "Pantas kau begitu percaya diri, saat meninggalkan rumah putraku. Ternyata kau memiliki cadangan, untuk hidup senang dengan menumpang pada seorang pria. Sudah berapa lama kau bersamanya, jangan-jangan kalian sudah bersama ketika masih bersama dengan Ikhram?" tanyanya sinis. "Aku rasa Kau tidak perlu tahu sejak kapan aku bersamanya, sama seperti ketika kau pergi dan melupakan putramu. Waktu yang kau perlukan untuk pergi cukup banyak, tapi mengapa baru sekarang kau kembali. Apa mungkin tiada paksaan saat itu, jangan marah karena kenyataannya hanya kau yang tahu apa yang terjadi saat itu," ujarku tak mau kalah. "Kau benar-benar wanita kura

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status