Home / Rumah Tangga / Setelah Kau Mendua / Menuntaskan Yang Tertunda

Share

Menuntaskan Yang Tertunda

Author: YuRa
last update Last Updated: 2024-02-03 22:25:19

Alan tiba-tiba mengakhiri panggilan video itu. Firda menjadi sangat kesal, karena ia sendiri sudah mulai tegang juga.

"Pasti Alan takut ketahuan istrinya. Huh!" Firda hanya menggerutu saja, kemudian ia memakai pakaiannya yang tadi sempat ia buka ketika melakukan panggilan video.

Ia melirik jam pada ponselnya, menunjukan pukul enam sore. Ia merasa kesepian di apartemen ini. Bara Syahreza, suami Firda sedang keluar kota selama satu Minggu untuk urusan pekerjaan. Ini hari keempat Bara pergi. Mereka sudah menikah selama tiga tahun dan sampai hari ini belum dikarunia anak. Firda pernah sekali mengalami keguguran. Setelah itu belum hamil lagi.

Pertemuannya kembali dengan Alan, membuat gejolak gairahnya naik lagi. Ia merasa jatuh cinta lagi kepada Alan, apalagi Bara selalu sibuk dengan pekerjaannya. Bara sebagai direktur di perusahaan papanya Bara, selalu bepergian. Sedangkan Firda, ia juga bekerja di perusahaan papanya sendiri.

Kehadiran Alan membuat hidup Firda semakin berwarna, walaupun mereka harus melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Mereka sedang mengalami puber kedua.

"Mau ngapain ya? Bosan sekali rasanya. Masih tiga hari lagi Bara pulang. Besok baru bisa bertemu Alan. Apa aku telpon Alan ya, biar ia kesini," gumam Firda sambil memainkan ponselnya.

Ting tong! Ada seseorang yang memencet bel pintu apartemennya. Membuyarkan lamunan Firda.

"Tumben Bara pulang hari ini. Untung aku tadi belum sempat menelpon Alan untuk datang kesini," kata Firda dalam hati. Ia berjalan menuju ke pintu apartemennya.

Ceklek! Matanya terbelalak lebar melihat siapa yang datang.

"Alan!" seru Firda seakan tidak percaya dengan kedatangan Alan. Bergegas ia menarik tangan Alan dan mengunci pintu apartemennya.

"Kok kamu langsung kesini? Padahal tadi aku baru mau menelpon kamu, memintamu untuk datang kesini," kata Firda yang bergelayut manja.

"Salah sendiri kamu memancingku. Kamu sengaja ya? Diajak VC an kok malah menggoda." Alan langsung menggendong Firda ala bridal ke tempat tidur. Tidak lupa ia menonaktifkan ponselnya, supaya Aira tidak menelponnya.

Sudah bisa dibayangkan apa yang terjadi selanjutnya. Desahan menggema di seluruh kamar Firda.

"Kamu pamit apa sama istrimu?" tanya Firda ketika mereka sudah menyelesaikan satu ronde. Alan yang masih tampak ngos-ngosan menatap sekilas pada Firda. Kemudian ia menarik nafas panjang.

"Tadi Aira nggak ada di rumah. Mungkin ia sedang pergi bersama Kenzo ke minimarket."

"Oh. Aku tadi kaget waktu bel berbunyi. Aku pikir Bara yang pulang, eh ternyata kamu yang datang."

"Senang nggak kalau aku yang datang?"

"Tentu saja! Kita kan bisa bersenang-senang." Firda menggoda Alan lagi.

"Kamu hebat sekali, aku sampai ngos-ngosan ngikutin irama permainanmu," kata Alan sambil tangannya bergerilya.

"Kamu juga hebat. Luar biasa, membuatku merem melek." Firda menggelitik Alan, dan akan berlanjut ke ronde kedua.

Ting tong! Belum sempat mencapai puncak, terdengar bel berbunyi. Alan dan Firda langsung berpandangan mata. Mereka tampak kaget dan bergegas beranjak dari tempat tidur. Alan merasa pusing karena hasratnya belum tersalurkan lagi.

"Apa suamimu pulang?" tanya Alan.

"Katanya masih tiga hari lagi ia pulang." Firda berkata dengan suara bergetar.

Segera Alan dan Firda memakai pakaian, Firda buru-buru membersihkan tempat tidurnya.

"Kamu sembunyi dulu di kamar sebelah, nanti kalau sudah aman aku panggil kamu, baru kamu keluar," kata Firda memberikan arahan pada Alan.

Ting tong!

Alan mengangguk, ia bergegas melakukan apa yang diperintah oleh Firda. Setelah mematut diri di depan cermin, merapikan baju dan rambut, Firda pun segera membuka pintu apartemennya.

Ceklek! Firda tampak lega ketika melihat sosok yang berdiri di depan pintu.

"Lama sekali sih buka pintunya? Lagi ngapain coba kamu sendirian disini, apa kamu ketiduran?" cerocos Gita, sahabat karibnya.

Gita pun menghempaskan tubuhnya di sofa yang ada.

"Jangan bilang kalau kamu lupa, padahal kamu yang menyuruhku kesini." Gita melanjutkan ucapannya lagi.

Firda duduk di sebelah Gita, ia masih terpaku belum fokus dengan kondisi yang ada. Ia tadi berfikir kalau yang datang itu adalah Bara. Seharusnya ia senang ternyata yang datang itu Gita. Ia masih agak syok.

Gita mengenduskan hidungnya ke tubuh Firda.

"Kenapa?" tanya Firda.

"Kamu kok keringatan kayak gini, parfum mu juga beda." Gita langsung membelalakkan matanya.

"Kamu habis ML ya? Berarti aku mengganggumu? Kok nggak bilang sih kalau Bara sudah pulang? Katanya masih tiga hari." Gita langsung cemberut, karena rencananya tadi mereka berdua akan pergi ke kafe bersenang-senang, malah Bara sudah pulang.

"Bara memang belum pulang." Firda menjawab dengan pelan.

"Terus?".selidik Gita.

Entah kenapa, Firda tidak bisa berbohong dengan Gita. Mereka berdua memang bersahabat karib sejak SMA. Gita juga mengenal Alan dan kisah cinta antara Alan dan Firda.

"ML sama siapa? Kamu kok nggak pernah cerita kalau punya yang lain? Hayo mulai nakal ya?" selidik Gita.

"Gara-gara berteman denganmu," sahut Firda.

"Kok bisa gara-gara aku?"

Gita memang belum menikah, tapi ia berpacaran dengan suami orang. Tentu saja segala kebutuhannya dipenuhi oleh pacarnya itu.

"Karena kamu pacaran dengan suami orang, aku jadi ikut-ikutan," kilah Firda.

"Tapi kan kamu sudah punya suami."

"Mencari variasi, biar nggak bosan." Firda menjawab dengan cengengesan.

"Siapa laki-laki itu?" tanya Gita.

Firda tersenyum penuh teka-teki.

"Apakah Bastian?" tanya Gita menyebut staf Firda di kantor. Karena Firda sering memuji Bastian ketika berbicara dengan Gita.

Firda menggelengkan kepalanya.

"Kamu kenal kok dengan orangnya."

Firda pun masuk ke kamar yang ditempati Alan untuk sembunyi.

"Gimana? Aman?" tanya Alan.

Firda mengangguk.

*Ayo keluar," ajak Firda.

Alan malah mendekap tubuh Firda.

"Kepalaku pusing, tadi belum keluar," bisik Alan.

"Tapi…" Firda belum sempat menyelesaikan ucapannya, tapi Alan langsung memotongnya.

"Sebentar saja ya? Biar pusingku hilang."

Mereka berdua pun menuntaskan yang sempat tertunda.

Alan dan Firda pun keluar dari kamar menuju ke ruang tamu. Gita terkejut melihat sosok yang bersama dengan Firda, begitu juga Alan.

"Gila kamu, Fir?" seru Gita. Firda hanya tersenyum.

"Halo Gita," sapa Alan. Kemudian duduk di sebelah Firda.

"Kok bisa?" tanya Gita.

"Ya jelas bisa."

"Ngapain lama sekali keluar dari kamar? Jangan bilang kalau kalian ML lagi." Gita menebak.

"Menuntaskan yang tertunda," sahut Firda dengan senyum penuh arti.

"Ya sudah kalian berdua bercerita sepuasnya, aku mau pulang," pamit Alan.

Alan pun berdiri, Firda mengikuti Alan kemudian mereka berdua berc*uman mesra dan penuh gairah. Tidak lagi punya rasa malu, padahal ada Gita.

"Woi, ada aku disini. Kalian bikin aku pengen saja!" teriak Gita mengagetkan dua insan yang dipenuhi hawa nafsu duniawi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Idham Kholid
bagus kali kk
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Dasar pasangan gila
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Setelah Kau Mendua   Ending

    Tok tok! Terdengar suara orang mengetuk pintu.“Masuk!” Bara terlihat kesal karena mengganggunya.Pintu terbuka dan ada seorang perempuan setengah baya yang tampak anggun dan berwibawa. Perempuan itu tersenyum melihat Bara dan Aira, Aira pun tersenyum. Ia menatap Aira dengan tatapan lembut tidak seperti Olivia tadi.“Mama telpon kamu, tapi nggak diangkat-angkat. Ternyata kamu sibuk dengan perempuan ini. Inikah orangnya?” tanya mamanya Bara yang bernama Sinta.“Iya, Ma. Ini menantu Mama.” Bara berkata sambil tersenyum.Aira kaget mendengar ucapan Bara.“Sayang, ini Mama.” Bara memperkenalkan mamanya pada Aira. Aira pun mendekati Sinta dan mengajaknya bersalaman. Tapi malah Sinta langsung cipika-cipiki. Jantung Aira berdetak dengan kencang.Sinta mengajak Aira untuk duduk bersebelahan.“Bara sering bercerita tentang kamu, setiap Mama minta mengajakmu ke rumah, alasannya kamu yang belum mau.”Aira menatap Bara, Bara hanya tersenyum simpul. “Aira takut kalau Mama itu seperti mertua-mertu

  • Setelah Kau Mendua   Jangan Jual Mahal

    Hari ketiga di rumah sakit.Ceklek! Pintu dibuka, tampak Bara dengan sorot mata yang sulit diartikan.“Pak Bara,” gumam Aira.“Aku kecewa sama kamu. Kenapa kamu tidak memberitahu kalau Kenzo dirawat di rumah sakit?” “Bagaimana mau memberitahu, sedangkan Bapak pergi ke luar kota. Aku takut akan mengganggu.”“Jangan panggil aku bapak! Kalau kamu menelponku, aku akan berusaha pulang. Bagaimanapun caranya.” Suara Bara yang terdengar tegas, membuat hati Aira terasa nyeri. Ia hanya diam seribu bahasa. Bara berjalan mendekati Kenzo yang sedang tertidur. Kemudian mengelus kepalanya. “Tadi malam aku telepon, nggak diangkat. Kenapa kamu sengaja menghindariku? Apakah aku berbuat salah?” Bara menatap Aira.“Tadi malam aku ketiduran, aku nggak tahu kalau ada yang menelpon.” Aira memberikan alasan.Drtt..drtt..ponsel Bara berdering, ia melihat ke layar ponsel. Kemudian mengabaikan panggilan itu.“Kamu tahu, aku kecewa karena aku mendengar dari orang lain, bukan dari kamu. Seharusnya akulah oran

  • Setelah Kau Mendua   Benar-benar Kecewa

    Aira disibukkan dengan pekerjaannya, sampai lupa kalau sudah waktunya istirahat. Biasanya Vani yang mengingatkannya, tapi hari ini Vani sedang keluar bersama beberapa staff untuk suatu urusan. “Bu, dipanggil Pak Bara,” kata seorang OB mendekati Aira.“Saya?”“Iya, Bu. Ditunggu di ruangannya.”“Ok, terima kasih.”“Ngapain Pak Bara memanggilku ya? Apa yang aku kerjakan tadi salah ya?” kata Aira dalam hati. Ia takut jika sampai melakukan kesalahan.“Masuk!” Terdengar suara Bara, ketika Aira mengetuk pintu ruangan.“Bapak memanggil saya?” tanya Aira dengan sopan.Bara mengangguk, ia masih menyelesaikan pekerjaannya. “Duduklah!” Bara menunjuk sofa yang ada di ruangan itu. Aira mengangguk.Baru beberapa kali Aira masuk keruangan ini. Ruangan yang tampak elegan, tanpa banyak furniture dan barang-barang.Bara mendekati Aira sambil memegang kantong berisi makanan dan duduk di depannya.“Nggak usah tegang gitu, masa sama calon suami kok formal sekali,” ledek Bara.“Ini dikantor, Pak!”“Aira,

  • Setelah Kau Mendua   Lelah Dengan Keadaan

    Sejak kejadian Bara mengantar Kenzo pulang, Aira tidak pernah bertemu dengan Bara lagi. Aira juga tidak bercerita hal ini pada Vani, ia malu untuk bercerita. Apalagi beberapa hari ini Vani disibukkan dengan persiapan lamaran. Entah kenapa, di pikiran Aira selalu ada nama Bara. “Ada berita heboh, Mbak.” Tiba-tiba Vani datang dengan tergopoh-gopoh, mengagetkan Aira yang sedang berkonsentrasi pada pekerjaannya. “Ada apa?” Aira menoleh ke arah Vani.“Pak Bara datang bersama calon istrinya.”Deg! Aira merasa lemas.“Kok tahu kalau itu calon istrinya?” tanya Aira.“Mereka berdua tampak mesra. Perempuannya cantik sekali, lebih cantik dari Bu Firda.” Vani nyerocos membicarakan tentang Bara dan perempuan itu. Hati Aira semakin sakit, tapi tidak mungkin ia meminta Vani untuk berhenti berbicara. Ia hanya diam saja tanpa berkomentar.*Menjelang tidur malam, Aira masih teringat cerita Vani tadi siang. “Aku terlalu ge er, seharusnya aku tahu kalau Pak Bara mengantar Kenzo itu karena kasihan. B

  • Setelah Kau Mendua   Duren

    Satu bulan sudah berlalu, hubungan Aira dengan Gunawan dan Dwita tetap baik. Tapi Dewi dan Trisa masih sama seperti dulu, tidak menyukai Aira. Beberapa kali Aira datang di rumah Gunawan untuk ikut acara mendoakan Alan, tapi tanggapan Dewi masih dingin. Aira tidak peduli, yang penting kehadirannya diterima baik oleh Gunawan dan Dwita.Keluarga besar Aira juga tidak tahu kalau Alan sudah meninggal. Aira pernah menelpon ayahnya untuk memberitahu berita ini, tapi tidak diangkat oleh Hasan. Ketika ia menghubungi ibunya, malah ditolak. Sejak saat itu, komunikasi dengan orang tuanya hampir tidak pernah ia lakukan lagi. Daripada ia sakit hati, lebih baik ia menjaga mentalnya untuk tetap waras.Berita perceraian Bara dan Firda ternyata sudah menyebar di kantor. Entah dari mana berita itu, tapi sepertinya sudah menjadi trending topik di kantor. Banyak spekulasi tentang penyebab perceraian itu, salah satunya adanya orang ketiga. Beberapa orang mulai kasak-kusuk, bahkan ada yang mulai mencari per

  • Setelah Kau Mendua   Pergilah, Nak!

    Di rumah sakit.“Siapa yang menelpon?” tanya Gunawan pada Dwita.“Firda.”“Kalau dia menelpon lagi, nggak usah diladeni.”“Iya, Pa.”“Apa dia tahu kalau Mas Alan kecelakaan? Terus ingin tahu bagaimana kondisinya.”“Sudah, biarkan saja. Kita tidak ada urusan dengannya.”“Baik, Pa.” Akhirnya Dwita menuruti ucapan papanya.Suasana pun tampak hening lagi. Mereka berdua masih menunggu di depan ruang ICU. Menunggu kabar baik tentang kondisi Alan. Dewi tadi sudah sadar dan sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Kondisinya sudah membaik, tidak ada luka serius pada Dewi. Dewi ditemani oleh kakak perempuannya, Dita. Sedangkan Alan kondisinya tadi mulai stabil, tapi ternyata memburuk lagi. Ia belum sadar juga, karena itu ia dipindahkan ke ruang ICU.“Kok Mas Alan belum sadar juga ya, Pa? Padahal luka luarnya hanya sedikit,” kata Dwita membuka obrolan dengan papanya.“Mungkin ada luka dalam yang belum terdeteksi.”“Semoga Mas Alan cepat sadar.”“Amin, doakan yang terbaik untuk Alan.” Pintu ICU te

  • Setelah Kau Mendua   Menyesal Berkepanjangan

    Ceklek! Pintu IGD terbuka, semua mata langsung melihat ke arah pintu.“Bagaimana kondisi istri dan anak saya, Dok?” tanya Gunawan sambil berjalan mendekati dokter.“Kedua pasien masa kritisnya sudah lewat, tapi memang belum siuman. Karena itu biar mereka di ruangan ini dulu, sampai kondisi mereka benar-benar stabil.”“Bagaimana dengan luka-lukanya, Dok? Maksud saya yang luka bagian mana saja?” “Belum bisa dilakukan tindakan lain, menunggu kondisi stabil, baru nanti akan dicek semuanya. Berdoa saja, mudah-mudahan tidak ada luka yang serius.”“Kalau tidak ada luka serius, kok sampai pingsan?” tanya Trisa.“Pingsannya bisa saja karena syok. Nanti setelah pemeriksaan lebih lanjut bisa diketahui hasilnya bagaimana. Mohon bersabar ya, kami mengupayakan yang terbaik untuk kedua pasien.” “Boleh saya masuk ke dalam, Dok?” tanya Gunawan dengan wajah memelas.Dokter kasihan melihat wajah Gunawan, yang sepertinya sangat tertekan.“Boleh, tapi hanya sebentar saja dan satu per satu.”“Terima kasi

  • Setelah Kau Mendua   Kecelakaan

    “Alan, sepertinya Mama mengenal perempuan tadi.” Dewi berkata dengan ragu-ragu.Alan hanya diam saja, ia masih memikirkan apa yang terjadi pada Firda.“Bukankah itu tadi Firda?” tanya Dewi. “Yang mana, Ma?” “Yang duduk di kursi roda tadi.”“Masa, sih.” Alan pura-pura tidak percaya.“Iya juga ya, Mama ragu kalau itu tadi Firda. Memangnya Firda sakit? Perasaan Firda sehat-sehat saja. Ah, mungkin itu tadi bukan Firda.” Dewi juga ragu dengan penglihatannya tadi.Alan mendorong kursi roda mamanya menuju ke ruang terapi. Satu Minggu sekali Dewi harus melakukan terapi, untuk mengembalikan saraf-saraf yang bermasalah supaya bisa seperti sedia kala. Yang mengantarkan Dewi terapi juga bergantian, antara Gunawan, Dwita, Trisa dan Alan. Selama menunggu mamanya diterapi, Alan masih memikirkan tentang Firda. Sudah lama Firda tidak menghubunginya, ia mau menghubungi duluan, takut kalau ketahuan Bara. Ia masih ingat dengan ancaman Bara beberapa waktu yang lalu.“Sakit apa Firda ya? Kok Malvin yang

  • Setelah Kau Mendua   Tidak Percaya Diri

    “Mama lemas, Pa,” kata Dewi dengan pelan, nafasnya tersengal-sengal. Gunawan menoleh ke arah Dewi yang tampak sangat pucat.“Ma, kenapa?” Gunawan meminggirkan mobilnya dan kemudian berhenti. Ia memeriksa kondisi istrinya.“Pusing.” Suara Dewi terdengar bergetar.“Sabar ya, Ma.” Gunawan melajukan kendaraannya lagi. Tujuannya adalah rumah sakit. Dengan berusaha bersikap tenang, Gunawan melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi.Sampai di rumah sakit ia langsung menuju ke IGD. Ia memberikan isyarat pada satpam untuk mendekati mobilnya.“Pak, tolong kursi roda,” pinta Gunawan pada satpam. Satpam dengan cekatan mengambil kursi roda. Dibantu Gunawan, Dewi turun dari mobil dan langsung duduk di kursi roda.“Tekanan darah Ibu tinggi sekali, lebih baik dirawat saja. Biar pengobatannya maksimal,” kata dokter yang memeriksa Dewi.“Nggak bisa rawat jalan saja, Dok?” tawar Dewi dengan pelan, karena tubuhnya sangat lemas.“Biar maksimal pengobatannya, Bu.”“Sudahlah, Ma. Kita ikuti anjuran d

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status