Share

Bab. 10. Pengajuan Berkas Perceraian.

Aku duduk menghadap dinding, sembari menyisir rambut ikalku. Cermin kesayanganku telah pecah seribu, tak dapat disatukan lagi. Kini saat aku duduk di depan meja rias, hanya putih dinding yang kulihat. 

Kuraba dinding bekas cermin itu, paku untuk menggantung cermin itu masih disana. Cermin yang membersamaiku hampir selama pernikahan kami. Pecah, Sudah tak ada.

Teringat lagi betapa sakitnya, melihat foto dan video dalam gawai Mas Harto. Bagaimana dengan penuh emosi kupukul cermin itu dengan tangan, hingga berlumuran darah. Sakit? jangan ditanya, namun sakitnya tak lebih perih dari hatiku.

Maafkan aku Mas, yang  lelah mencoba selalu bersabar dan terlihat tegar. Maaf Mas aku pergi meninggalkanmu. Hatiku tak sekuat itu, untuk terus diterpa cobaan bertubi-tubi. Jangankan air dalam sumur, air mataku juga bisa mengering.

Kubuka laci meja, kuambil beberapa lembar kertas putih di dalamnya. Ternyata mengurus perceraian tanpa pengacara sangat melelahkan. Aku harus bolak-balik dari kantor balai desa menuju kecamatan hanya untuk meminta tanda tangan dan surat keterangan lainnya.

Rasa lelah mengurus perceraianku ini, masih bisa kutahan. Daripada harus terus hidup bersama dengan Mas Harto, orang yang sangat kucinta tapi tega menyiksa hati dan pikiran.

Aku hanya manusia biasa, merasakan sakit jika dilukai dan marah saat dikhianati. Jika bisa aku ingin berteriak memaki, menampar, memukul wajahmu yang dengan tega mendua dengan wanita lain.

Namun apa dayaku, yang hanya manusia biasa. Air mata satu-satunya pengobat sakit di hati. Aku lelah, mencoba pasrah dan menerima perlakuan Mas Harto padaku. Berkas perceraian telah kuajukan ke pengadilan. Aku menggugat cerai suami yang telah menikahiku selama dua puluh tujuh tahun itu. 

Dalam lembar surat gugatan, kutulis identitasmu orang yang tergugat. Lalu identitasku sebagai penggugatnya. Nama kita bersanding untuk terakhir kali, bukan sebagai pasangan tetapi bersandingan yang terakhir dalam sidang perceraian.

Berkas-berkas pengajuan gugatan cerai yang asli sudah kukumpulkan di Pengadilan Agama. Yang kupegang ini hanya salinannya. Berkasku akan diperiksa lebih dulu oleh Pak Hakim.

Setelah pemeriksaan berkas-berkas selesai, mungkin dalam jangka waktu beberapa minggu, pihak pengadilan akan menghubungiku lagi.

πŸ’”πŸ’”πŸ’”

"Dari Umar, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda …." Lelaki berjenggot itu, berhenti berbicara, menghela napas dalam-dalam.

"Sesuatu yang halal tapi dibenci Allah adalah perceraian, Hadis Riwayat Abu Daud dan Hakim," ucap pengisi ceramah pagi itu, melanjutkan kata-katanya yang tegas dengan sorot mata tajam menyapu seluruh jemaah yang hadir dalam masjid.

"Tentunya bukan suatu kebetulan bila Rasulullah saw berkata dengan susunan kalimat di atas yang menuntut kejelian kita untuk memahami dengan iman bahwa kita harus berpikir seribu kali sebelum memutuskan untuk bercerai," jelasnya lagi.

Aku yang hanya tamatan smp ini, sedikit bingung mengartikan kata-katanya. Apa artinya aku tak boleh bercerai? Lalu jika Mas Harto terus mengulangi kesalahannya, apa aku harus diam saja?

Ragu-ragu, kuangkat tangan kanan setinggi kuping. Aku ingin bertanya, rasa ingin tahu, dan semua masalah hidupku butuh dipecahkan. Perlahan tangan tinggi terangkat, ingin menyuarakan isi hati.

"Iya, ada apa Ibu yang berjilbab biru?" Mata Sang Ustaz, menangkap tanganku yang terangkat, kulambaikan beberapa kali agar terlihat di antara jemaah lain.

"Assalamualaikum Pak Ustaz, saya ingin bertanya. Apa artinya kita tidak boleh bercerai begitu, Pak? jika bertahan semakin tersakiti, dan rumah tangga malah terasa seperti neraka, bukankah lebih baik diakhiri?" tanyaku padanya.

"Pertanyaan yang bagus," balasnya dengan senyum.

"Begini maksud dari hadis tersebut, karena pada kalimat tersebut yang ditekankan adalah kebencian Allah pada perceraian itu bukan pada halalnya. Jadi Allah membolehkan perceraian, namun sangat membencinya," jelasnya lagi.

"Paham, Ibu?" 

Aku mengangguk perlahan. Meresapi kata-kata Pak Ustaz. Jadi boleh bercerai, tapi kita dibenci oleh Tuhan? begitukah?

Bagaimana ini Tuhan akan membenciku? Tuhan ... aku sangat takut dengan azabmu. Namun aku sudah tak kuat lagi, bersabar menghadapi sifat dan perbuatan Mas Harto.

"Allah yang menciptakan ikatan perjanjian kokoh pernikahan, maka Allah pula yang lebih patut untuk memutuskannya. Lalu mengapa kita tega untuk melakukan hal yang menghancurkan apa yang telah dibangunkan Allah dalam pernikahan tersebut?"

"Inilah salah satu dari maksud mengapa Allah membenci perceraian sekalipun halal karena di situ kita telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan apa yang dicintai Allah yaitu agar kita tetap berjuang untuk mempertahankan ikatan perjanjian pernikahan." Melihatku masih dengan alis bertaut, bingung. Pak Ustaz menambahkan alasan lagi kenapa Allah membenci perceraian.

Mendapat penjelasan yang sangat panjang, kemudian aku mengerti.

Kepalaku manggut-manggut meresapi penjelasan tadi.

Mas Harto sudah melanggar ikatan perjanjian pernikahan, ia telah menghancurkan pernikahan dengan berselingkuh, secara tidak langsung ia memutuskan pernikahan ini. Aku berhak mengajukan perceraian.

πŸ’—πŸ’—πŸ’—

Kutekan nomor pada secarik kertas lusuh, nomor seorang teman yang tidak sengaja kujumpai saat meminta tanda tangan Kepala Desa.

"Halo, Assalamualaikum …," suara tenor di seberang sana mengucap salam.

"Wa-alaikumuss salam, halo Mas Yusuf, ini, Hening," jawabku.

"Ning yang ketemu di Balai desa tiga hari yang lalu itu? iya, ada apa Ning?" tanyanya.

Aku tersenyum, ternyata Mas Yusuf masih mengingatku.

"Hening mau minta tolong, Mas!" lirih aku berucap, dengan nada sedikit memelas.

"Minta tolong apa?" tanya suara di seberang sana dengan ramah.

"Kalau saya bisa, insyaallah pasti akan saya bantu," tambahnya lagi.

"Begini saya mau menggugat cerai suami. Saya gak tahu gimana caranya. Mas, Pengacara, 'kan? Apa yang harus saya lakukan?" tanyaku kemudian, pena di jemari siap mencatat langkah-langkah yang harus kulakukan. Aku sangat awam dengan hal yang berbau hukum seperti ini.

Untungnya, aku bertemu teman lama yang ternyata berprofesi sebagai pengacara. Tuhan memang baik, Ia takkan membebankan sesuatu melebihi kemampuan hambanya. Dan di tiap masalah Ia telah menyiapkan jalan keluarnya. Yakinlah jika masalahmu seluas lautan, ingatlah kita punya tuhan pemilik jagad raya ini.

Panjang lebar ia menjelaskan langkah-langkah perceraian. Untuk langkah awal aku harus datang ke Pengadilan Negeri setempat, mengisi blanko gugatan atau blanko permohonan.

Kemudian sebagai pihak berperkara harus menghadap petugas meja pertama dan menyerahkan surat gugatan atau permohonan. Minimal enam rangkap surat permohonan beserta foto copy kutipan akta nikah yang sudah ditempeli materai dan cap pos, juga foto copy KTP.

Aku juga bisa meminta penjelasan mengenai panjar biaya perkara yang akan kubayar untuk sidang perceraianku ini, pada petugas di meja pertama. Uang panjar ini kemudian akan ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

Setelah mengetahui nominal panjar biaya perkara, petugas di meja pertama akan memberikan nomor rekening Bank yang telah ditunjuk pemerintah, secepatnya aku harus melakukan pembayaran via transfer rekening pada bank yang ditunjuk.

πŸ’”πŸ’”πŸ’”

Bersambung ….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status