Share

Bab 2

Penulis: Safiiaa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-30 22:29:44

"Tidak, Dek. Mas tidak akan menceraikanmu!" sengit Mas Rasyid tak terima. Ia berusaha membangunkan tubuhku dengan paksa lalu memelukku seolah ia begitu takut kehilanganku.

"Mengapa memelukku sedemikian kerasnya?" ujarku lemah. Badanku yang sedang gemetar karena tangis, tak akan sanggup melawan tubuhnya yang kekar.

"Mas tidak mungkin bercerai denganmu. Bagaimana dengan keluarga kita nanti? Bagaimana Mas harus bilang pada Ibu nanti?" balasnya sedikit khawatir. Ia seolah sedang merasa cemas akan dampak yang akan terjadi nantinya.

"Apa Mas tidak pernah berpikir bagaimana keluarga kita sebelum memulai menyalakan api dalam rumah tangga ini?" balasku dengan tatapan nanar. Mataku sudah penuh dengan genangan air yang kembali siap meluncur membasahi wajah.

"Mas khilaf, Dek." Mas Rasyid makin erat mendekap badanku.

"Khilaf tidak akan membawamu sampai pada pernikahan siri itu, Mas!" pekikku tertahan. Ingin rasanya aku berteriak sekencang mungkin tapi badanku yang lemah dan hatiku yang hancur membuat bibirku kelu.

"Maafkan, Mas, Dek. Mas tau Mas salah."

"Lalu, apa dengan minta maaf, semua akan selesai?" ujarku datar.

"Setidaknya Mas sudah mengakui ini semua." Mas Rasyid merenggangkan pelukannya. Suaranya terdengar berat. Debaran napasnya tak lagi seirama dan terasa hingga dadaku yang menempel dengan dadanya.

"Lalu mengapa tidak dari awal tadi Mas mengaku? Mengapa menungguku mencari bukti itu sendiri?" Tanganku berusaha menepis pelukannya yang tak lagi erat tapi tangannya terlalu erat mengunci badanku.

"Jelaskan padaku siapa perempuan itu, Mas? Bagaimana kalian hingga sampai menjalin hubungan haram itu!" ucapku penuh penekanan. Perlahan aku mendorong badannya agar mengurai pelukannya yang hampir membuatku susah bernapas.

"Dia seprofesi dengan Mas."

"Guru juga? Satu sekolah juga?" sahutku penasaran.

Mas Rasyid mengangguk lemah. Sorot matanya tak lagi tajam, kini ada banyak penyesalan yang kutangkap dari sorot mata itu.

"Bahkan profesi yang begitu mulia, telah kalian coreng dengan perbuatan kalian ini." Aku mendesis. Sungguh sangat disesalkan, sama-sama berprofesi sebagai pahlawan tanpa tanda jasa tapi kelakuan mereka sungguh memalukan.

"Mas khilaf, Dek. Makanya kamu ikut Mas pindah ke Surabaya agar Mas tak lagi kesepian."

"Lalu? Apa artinya pernikahan siri kalian itu jika aku turut tinggal di Surabaya nantinya? Tidak, Mas. Maafkan aku. Aku tidak bersedia dimadu." Aku menjawab dengan tegas dan mantap.

"Tapi Mas bisa ceraikan dia jika kamu ikut Mas tinggal di sana."

Rupanya Mas Rasyid tidak bisa meraba sesuatu yang tak kasat mata. Mataku pun mengitari sekitar ruangan. Dan kudapati sebuah buku yang tergeletak di nakas dekat dengan ranjang kami.

Kuraih buku tersebut, lalu kusobek satu lembar dan kuremas dengan keras hingga kertas itu menjadi kecil dalam genggaman tanganku. Setelahnya kubuka kembali kertas tersebut dan kutunjukkan di hadapan Mas Rasyid.

"Lihat ini, Mas. Lihat kertas ini. Setelah kuremas, bentuk kertas ini tak lagi bisa licin seperti semula. Ada banyak bekas lipatan yang tidak bisa kembali seperti ketika kertas ini masih baru."

Mas Rasyid tercengang melihat apa yang kulakukan. Menjelaskan dengan ucapan sepertinya tidak akan bisa membekas di kepalanya.

Bibir Mas Rasyid menganga melihat apa yang kulakukan ini. Mungkin baginya terasa aneh ketika aku mengibaratkan perasaan seseorang dengan sebuah kertas.

Namun aku tidak peduli. Aku kembali meraih kertas tersebut dan merobeknya menjadi beberapa bagian yang lebih kecil lagi dengan hati yang kesal. Kusobek dengan penuh kekuatan karena seluruh luka yang ia goreskan tidak akan bisa sembuh seperti sediakala.

"Bahkan ketika kusobek seperti ini, Mas tidak akan bisa menyambungnya menjadi satu bentuk yang utuh. Seperti inilah hatiku, Mas."

"Apakah masih pantas jika Mas Rasyid meminta maafku?" sambungku pias.

"Allah saja Maha memaafkan hambaNya, mengapa kamu tidak mau memaafkanku?" balasnya seperti tanpa rasa bersalah.

"Mengapa Mas meminta maaf jika dengan sadar melakukan hal itu? Seharusnya sebelum Mas melakukannya, Mas sudah sadar akan konsekuensinya."

"Maafkan Mas, Dek. Mas khilaf." Tubuh Mas Rasyid merosot ke lantai. Jari-jari tangannya yang kekar itu meraih jemariku yang tergeletak lemas di atas pangkuanku.

Kutepis dengan keras tangan tersebut hingga badannya hampir terpelanting ke samping. Bukan maksudku sok suci atau bagaimana, tapi sungguh aku masih syok dan hatiku masih tak percaya jika Mas Rasyid bisa melakukan hal ini padaku.

"Apa Mas tidak berpikir bagaimana perasaan seorang wanita jika Mas menyakiti hatinya dengan sengaja? Apakah Mas lupa bahwa anakmu juga adalah perempuan, yang bisa saja karma itu akan datang padanya. Naudzubillah."

"Mas khilaf, Dek. Maafkan Mas." Mas Rasyid menunduk. Wajahnya ia tutup dengan dua telapak tangannya yang besar itu.

"Beribu kali Mas minta maaf pun, nyatanya tidak akan bisa membuatku lupa akan gambar yang baru saja kulihat itu."

Dengan cepat aku berjalan meninggalkan Mas Rasyid yang masih terpekur di atas lantai. Ia hanya memandangku dengan tatapan nelangsa tanpa punya keberanian untuk mencegah langkahku.

Namun, ada yang membuat hatiku mencelos saat aku membuka pintu kamar dan kudapati putriku sedang berdiri di balik pintu yang baru saja kubuka.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
yuli yulifah
isteri memabg wajib mengikuti dimana suami tinggal. isteri wajib taat patuh pada suami. suami sudah mengajak tapi isterinya hanya memikirkan keluarganya. sesudah nikah isteri milik suaminya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 105

    "Mbak Anita balik sini lagi?" sapa Laili, tetangga sebelah rumah, saat Anita baru saja turun dari mobil yang ditumpanginya."Iya, Mbak. Bagaimanapun rumah sendiri lebih nyaman." Anita tersenyum setelah menjawab pertanyaan tetangganya. Di dalam gendongannya, Nata masih terlelap."Ah iya, Mbak bener. Apalagi diantara kalian belum ada anak."Anita hanya tersenyum untuk menjawab ucapan tetangganya itu. Ia pun lantas masuk ke dalam rumahnya setelah Pak Mahmud membantunya menurunkan koper, meninggalkan perbincangan yang tak berarti dengan tetangganya itu."Makasih ya, Pak," ucap Anita setelah menyelipkan amplop ke dalam genggaman tangan laki-laki yang telah menjemputnya."Sama-sama, Mbak."Selepas kepergian Pak Mahmud, Anita duduk bersandar di sofa ruang tengah. Matanya memejam, memikirkan langkah hidup selanjutnya. Kepergian Hamid yang tiba-tiba membuatnya harus berpikir keras, sama ketika ia baru saja menyandang status janda dulu.Kepala Anita kembali mengingat obrolannya dengan Nisa sebe

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 104

    Sindy bersama Anita berangkat menuju rumah sakit tempat Hamid dirawat. Rasa cemas tak henti-hentinya singgah dalam diri Anita membayangkan bagaimana keadaan sang suami.Ditambah dengan pertengkaran pagi tadi yang membuatnya benar-benar merasa bersalah karena telah membuat sang suami pergi bekerja dengan hati yang tidak nyaman."Semoga kondisi Mas Hamid tidak mengkhawatirkan," lirih Anita tak tenang."Semoga ya, Mbak. Baru kali ini Mas Hamid kayak gini, biasanya ngga pernah. Pasti ada sesuatu yang terjadi sampai dia nyetir mobil ngga konsentrasi begini.""Mbak juga ngga tau. Mas Hamid ngga pernah cerita masalah apapun yang terjadi sama usahanya. Biasanya kalau ada apa-apa, pasti dia duduk lama di ruang kerja. Kalau sudah begitu, Mbak ngga akan berani ganggu.""Mas Hamid memang begitu. Ngga pernah terbuka soal kerjaan sama istrinya. Baginya, masalah dia soal kerjaan adalah masalah dia sendiri.""Padahal Mbak malah senang kalau diajak diskusi.""Itulah, Mbak."Perjalanan pun tiba di ruma

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 103

    "Mbak belum pernah ke mall ini," ucap Anita setibanya mereka di lobby utama. Ia mengamati sekitar dengan dua bola matanya sambil membawa Nata dalam gendongan."Masak belum pernah, Mbak? Secara bapak duitnya banyak.""Bukan perkara duit, Sa. Tapi memang ngga ada waktunya kesini. Kalau sendirian juga Mbak ngga mungkin bisa pergi. Mana berani.""Mbak ngga ngajak aku sih," seloroh Nisa. Ia tertawa setelahnya."Ya mana kepikiran, Sa. Kamu di sana, Mbak disini.""Iya juga sih. Ya sudah, yuk jalan lagi." Nisa menggandeng tangan Anita menuju ke area mall. Mata Anita mengitari sekitar, betapa selama beberapa bulan ini ia hanya menghabiskan waktu di rumah saja tanpa sedikitpun berpikir untuk berjalan-jalan menikmati udara luar. Ia hanya pergi ketika akan mengunjungi Naila atau ke tempat bulik. Selebihnya, Anita hanya di rumah menunggu sang suami pulang kerja."Kemana, Sa?" tanyq Anita saat Nisa menggandengnya menuju eskalator."Cari makanan, Mbak.""Tadi di rumah ditawari makan ngga mau.""Bed

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 102

    "Halo," panggil suara di ujung panggilan. Suara bariton dari lelaki yang saat ini membuat hati Anita kebat-kebit."Sayang?"Anita terdiam. Ia masih belum ingin menjawab panggilan dari sang suami."Sayang masih di situ kan?" ucap Hamid lagi. Ia melihat ponselnya yang masih menampakkan layar panggilan."Sayang aku minta maaf," kata Hamid lagi. Ia tahu pasti sang istri merasa aneh dengan sikapnya tadi pagi. Ditambah dengan penolakannya atas permintaan Anita."Emm ... I-iya, Mas." Anita menjawab dengan ragu-ragu."Aku minta maaf ya, tadi aku buru-buru berangkat soalnya ada masalah yang harus Mas selesaikan." Hamid menurunkan nada suaranya. Ia paham dengan perasaan seseorang yang kini mulai memenuhi relung hatinya."Aku yang harusnya minta maaf. Aku terlalu banyak permintaan pada Mas.""Enggak, ngga apa-apa. Oh Iya, Mas cuma mau kasih tau kalau Mas nyuruh Sindy cari pembantu buat kamu.""Pembantu? Mas aku bisa kerjain semuanya sendiri.""Ngga apa-apa. Biar dia bantu kamu beres-beres sekal

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 101

    Anita terduduk melamun di ruang tengah. Ia masih belum bisa menerima penolakan Hamid terhadap permintaannya. Ada rasa kesal dan amarah yang mulai bergelut dalam dadanya. Akan tetapi, Anita sadar bahwa segalanya sudah terpenuhi di rumah ini. Ia tidak kekurangan apapun yang bisa dijadikan alasan untuk menjadi wanita mandiri.Dering telepon berbunyi dari ponsel yang ada di sampingnya. Anita pun segera meraih ponsel itu untuk menerima panggilan dari seseorang."Assalamualaikum," sapa suara di ujung sana."Waalaikum salam. Ciee manten baru," goda Anita setelah mendengar suara Nisa yang terdengar ceria. Suara Nisa itu menjadi hiburan tersendiri di saat hatinya sedang kesal."Hihihi, Mbak nih! Bikin malu aja," balas Nisa cengengesan. Wajahnya merona karena mengingat bagaimana rasanya menjadi pengantin baru."Nyesel kan, kenapa ngga dari dulu aja nikahnya.""Hahaha enggak juga. Ada sih dikit tapi lebih ke riweh nya, Mbak. Tapi alhamdulilah semua berjalan dengan lancar.""Alhamdulillah. Mbak

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 100

    Hamid membawa Anita duduk di teras samping rumahnya. Jam dinding yang berputar masih menunjukkan angka lima lebih tiga puluh menit, masih ada banyak waktu untuk bisa berbicara dengan istrinya soal semalam.Laki-laki yang memakai kaos polos dengan celana pendek itu menatap sang istri yang menunduk. Ia menunggu perempuan yang rambutnya dikucir kuda itu menjawab pertanyaannya yang baru saja dilempar."Ada apa denganmu?" tanya Hamid sekali lagi. Ia masih terus menikmati wajah Anita yang membisu."Mas bukan dukun, bukan pula orang pintar yang tahu isi hatimu tanpa harus bertanya lebih dulu. Kalau ada apapun, baiknya bicarakan pada Mas, untuk kita bahas bersama. Jangan tiba-tiba diam seperti ini." Hamid berusaha menjelaskan apa yang ia mau. Memulai hubungan tanpa perkenalan yang dekat memang harus ada salah satu pihak yang menjadi mengalah untuk memulai. Jika pihak perempuan tidak demikian, maka pihak laki-laki yang harus mengalah untuk memulai membangun komitmen kedepannya.Anita diam saj

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status