Pulau O.
“APA! Bagaiamana mungkin kalian tak tau bocah sebesar itu tak ada di Villa. Apa kalian pikir putriku memiliki kesaktian dan menghilang begitu saja! Cari di semua tempat! Bahkan jika harus melenyapkan pulau ini, aku tak peduli! Temukan putriku, atau kalian akan terkubur dipulau ini!” Jasmine yang tak mendapati batang hidung si bocil Rose di Villa, mengamuk hebat.
Para pengawal dan bahkan para pekerja Villa biasa ikut kena imbasnya.
Jasmine benar-benar lepas kendali saat semua berhubungan dengan putrinya.
“Mommy, kau mencariku?” tanya si bocil Rose yang baru kembali ke Villa.
Jasmine menoleh.
“Sayang, kau darimana saja. Kau baik-baik saja?” Jasmine memeriksa seluruh tubuh si bocil Rose dengan cemas.
“Oh ayolah Mom, aku baik-baik saja. Aku hanya menikmati pemandangan alam yang belum pernah kulihat saja.” si bocil Rose lalu menaruh bokong di sofa ruang tamu.
“Kau yakin baik-baik saja? Kan Mommy sudah bilang jangan bermain terlalu jauh. Dan kau malah menghilang lebih dari 2 jam.” Jasmine terus mengomel tanpa jeda.
“Hey, hey, hey. Sudahlah. Putrimu baru pulang dan kau terus memarahinya. Apa kau sehat?” Ramos muncul membela cucu cantiknya.
Ramos lalu duduk di sofa samping si bocil Rose sambil mengusap kepalanya, pelan.
“Kau pasti lelah sudah bermain lama, kakek akan memasak makanan enak untukmu. Kau pasti lapar kan?” Ramos berbica lembut pada si bocil Rose.
Tapi bukannya menjawab, si bocil Rose malah menatap datar kakeknya dan berkata: “Kakek, seperti apa wajah Daddy ku?”
Ramos dan Jasmine yang mendengar pertanyaan si bocil Rose saling tatap.
“Hm! Ap-apa yang kau bicarakan sayang?” Ramos yang gugup pura-pura bodoh.
Si bocil Rose yang merasa tak dapat jawaban lalu menatap wajah Jasmine. Jasmine yang tak tau harus berkata apa, bungkam seribu bahasa.
Si bocil Rose lalu berdiri dari duduknya dan berjalan menuju kamarnya.
Jasmine dan Ramos kembali saling tatap.
Namun lagi-lagi si bocil Rose menghentikan langkahnya tepat di anak tangga. Si bocil Rose berbalik menatap ramah Ramos dan Jasmine sambil berkata: “Kakek, bisakah aku mengganti pertanyaanku?”
Ramos dan Jasmine lagi-lagi saling tatap, ragu.
“Wajah kakek dan Mommy terlihat sama. Apakah itu sebuah tanda bahwa kalian adalah Ayah dan Anak?”
Ramos dan Jasmine membatu.
“Bocil ini. Ada apa dengannya?” batin Ramos, penasaran.
“Tentu saja, wajah yang sama adalah bukti bahwa seseorang itu memiliki hubungan darah. Bukan hanya dari wajah, mungkin bisa dari sifat, sikap dan banyak hal yang mirip baru bisa di sebut memiliki ikatan darah. Tapi tidak semua. Karena konon, di dunia ini ada 7 rupa yang mirip tanpa hubungan darah sama sekali. Apa kau mengerti, putriku?” jelas jasmine singkat.
Si bocil Rose terdiam.
“Baiklah, aku mengerti.” ucap si bocil Rose lalu pergi ke kamarnya.
Jasmine dan Ramos bernapas lega.
“Ada apa dengannya? Apa sesuatu terjadi saat dia diluar tadi?” tanya Ramos, penasaran.
“Entahlah, tapi ku rasa, ini bukanlah sesuatu yang baik.” Jasmine menatap tajam punggung si bocil Rose yang mulai menghilang dari pandangannya.
“Tidak. Semua akan baik-baik saja sayang. Aku akan memastikan itu.” batin Ramos yang seperti menyadari sesuatu.
“Ah benar, malam ini pembukaan hotel baru milik Pak Tua Han. Ikutlah dengan Papa. Ajaklah juga Rose, sepertinya Pak Tua Han juga memiliki seorang cucu laki-laki seusia Rose.”
“Em, paman Han ada pulau ini juga? Baiklah kalau begitu, aku akan bersiap.” jawab Jasmine, cepat.
*
Malam harinya, disebuah Hotel super mewah yang baru saja di resmikan. Ramos dan Jasmine serta si bocil Rose tampak hadir sedikit terlambat.
“Oh, Kau sungguh datang?” sapa Pak Tua Han sembari bersalaman dengan sahabatnya.
“Ah, maaf aku terlambat. Cucuku yang cantik sedikit rewel. Kau tau lah, bocil,” ucap Ramos sambil memainkan satu kedipan matanya.
“Aha ha ha. Kau ini. Ku pikir tak ada yang lebih merepotkan dari cucu laki-laki ku, ternyata, cucu perempuanmu tak jauh beda rupanya.” Pak Tua Han terbahak-bahak.
“Ah, ini?” Pak Tua Han menyapa Jasmine.
“Hallo paman, lama tak jumpa.” sapa Jasmine ramah.
“Jasmine. Oh sayang, kau kah ini. kau masih saja begitu cantik sayang. Bagaimana kabarmu?” Pak Tua Han lalu memeluk Jasmine.
“Aku baik paman.” jawab Jasmine singkat.
“Lalu, dimana putri mu?” tanya Pak Tua Han lagi.
Jasmine dan Ramos menoleh kesana kemari. Si bocil Rose, sudah menghilang dari peradapan.
“Rose, kemana anak itu?” Jasmine celingukan.
Sementara itu, di sudut ruang. Tepatnya di dekat meja yang berisikan aneka makanan ringan. Dua pasang sorot mata elang sedang beradu tajam.
Di sisi kanan ada Si bocil Rose yang menatap marah sambil melipat kedua tangannya.
Dan di sisi kiri, ada bocil tampan yang balik menatap si bocil Rose, dengan kedua tangan di kantong celananya.
“Kau! Bocil. Siapa kau?” tanya si bocil tampan, mendominasi.
“Cih! Kau saja anak kecil, malah memanggilku bocil. Tak sadar diri kau!” jawab Si bocil Rose, Badass.
“Dasar bodoh! Maksudku kau itu anak siapa?” si bocil tampan terlihat menahan marah.
“Ya anak manusia lah, pertanyaan bodoh!” si bocil Rose melengos kesal.
“Oh, anak manusia ya. Kirain anak monster!” si bocil tampan cekikikan, mengejek Rose.
“YA! Jaga bicaramu atau aku akan menghajarmu. Lagian kau buta kah, lihat aku baik-baik. Bahkan seorang pria dewasa bersedia menungguku, karena wajah ini. Dan kau mengatakan aku anak monster, matamu picek ya!” umpat si bocil Rose, kesal.
“Cih! Aku heran dengan para gadis zaman sekarang. Di bilang cantik sedikit saja, sudah menganggap diri paling oke!. Padahalkan, itu cuma dusta. Mau saja di bodoh-bodohin!” Si bocil tampan terus memprovokasi si bocil Rose.
“Ya! Kau bilang apa! Jadi kau mau bilang aku ini bodoh! Begitu! Iya!” Si bocil Rose makin nyolot.
Si bocil tampan tersenyum puas. Lidah tajamnya berhasil membuat si bocil Rose naik darah.
“Setelah ini, aku akan membuatnya menangis. Kemudian kakek akan merasa bersalah dan menyuruhku meminta maaf pada bocah ini. Lalu aku akan meminta pulau ini sebagai ganti rugi kata “maaf” ku yang berharga. Yes! Aku memang sangat cerdas.” batin si bocil tampan sembari senyum senyum aneh.
Tapi ternyata, sedetik kemudian....
“Ah, sudahlah. Aku tak mau bermain denganmu lagi. bye!” si bocil Rose lalu berbalik hendak pergi.
Si bocil tampan, tersentak. Sikap si bocil Rose di luar dugaannya. Belum lagi kaki si bocil Rose melangkah jauh, tali pita besar di gaun si bocil Rose di tarik paksa oleh si bocil tampan.
Dan benar saja, gaun si bocil Rose robek.
“Akhh!!!” teriak si bocil Rose menggema di seisi ruang hotel.
Dan tentu saja, teriakan kuat si bocil Rose menjadi pusat perhatian para tamu undangan. Tak terkecuali Ramos, Jasmine dan Pak Tua Han.
“Rose,” seru Jasmine yang melihat putri cantiknya seakan ingin menelan bocil tampan di hadapannya.
“Sean,” gumam Pak Tua Han sambil menatap cucunya yang memegang tali pita gaun yang copot.
“Cucu mu,” tanya Ramos.
Pak Tua Han mengangguk, malu.
“Cucu mu,” tanya balik Pak Tua Han.
“Hm.” jawab singkat Ramos.
"TANGGUNG JAWAB!" teriak si bocil Rose, marah.
“Rose!” bentak Jasmine.
Si bocil cantik itu lalu menatap mommy nya, menahan tangis.
“Tak boleh begitu sayang, apa mommy mengajarkan mu untuk berteriak kepada seorang teman?” Jasmine lalu mendekati putri cantiknya dan berjongkok.
“Tapi Mom. Hiks, hiks, hiks, ini gaun tante Rose waktu kecil. Dan lagi, dia bukan temanku.” Si bocil Rose sesenggukan sedih sekali.
Gaun itu memang sangat penting bagi si bocil Rose. Jasmine yang mengerti perasaan sedih si bocil Rose lalu memeluk putri cantiknya.
“Sudahlah, Mommy akan memperbaikinya nanti. Oke. Jangan menangis lagi.” Jasmine berusaha menenangkan hati putrinya. Si bocil Rose tak menjawab, wajahnya masih terlihat sedih.
Tiba-tiba....
“AKU AKAN BERTANGGUNGJAWAB!!!” ucap lantang Sean si bocil tampan.
Jasmine Ramos dan para tamu undangan lalu menatap Sean.
“Sean...,” gumam Pak Tua Han, tak mengerti.
“AKU AKAN BERTANGGUNGJAWAB!!! MARI KITA MENIKAH!!!” Sean menatap yakin wajah cantik si bocil Rose.
Si bocil Rose seketika berhenti menangis. Sambil mengusap ingusnya dengan tangan, si bocil Rose lalu melepaskan pelukan mommynya dan berjalan mendekati Sean.
Jarak wajah Sean dan si bocil Rose hanya selangkah saja.
“Ya! Kau bilang apa. Menikah. Kau sudah gila ya. Aku bahkan belum merasakan ujian kelulusan sejak duduk di bangku sekolah anak-anak karena virus CORONA, dan sekarang kau malah mengajakku BERUMAHTANGGA. Sakit Jiwa!” si bocil Rose memarahi Sean sambil melipat tangannya didada.
“Heyeuh, dasar bodoh!. Bukan sekarang. AYO KITA MENIKAH SETELAH DEWASA NANTI. Aku tak tau seberapa penting gaun ini untukmu. Dan aku tak sengaja sudah merusaknya. Kau pasti sangat terluka. Untuk itu, aku minta maaf. Kau boleh memarahiku sesukamu dan sebanyak yang kau mau. Tapi sudah okey. Jangan menangis lagi. Aku benci lihat INGUS MU!!!” Sean lalu mengusap sisa ingus dipipi si bocil Rose dengan sapu tangannya.
Si bocil Rose hanya terdiam sambil menatap wajah Sean yang kini sangat dekat dengannya. Sedetik si bocil Rose terpesona akan paras tampan Sean.
Sean pun merasakan hal yang sama. Wajah kedua bocah tak aqlak itu, kini mirip kepiting yang di rebus setengah matang.
Suasana ruang berubah hening sesaat, para tamu undangan tampak menikmati adegan romantis dua bocil, Sean dan Rose.
“Jadi, haruskah ku umumkan pertunangan cucu-cucu kita?” Pak Tua Han menyenggol bahu kiri Ramos.
Ramos hanya tersenyum.
“Lakukan sesukamu.” imbuh Ramos, pasrah.
Dan benar saja, kakek Sean yang sangat bersemangat akhirnya menyiarkan berita pertunangan Si tampan Sean dan si cantik Rose.
Namun, belum lagi kakek Sean menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba....
“AKU MENENTANG PERTUNANGAN INI!” seseorang dengan suara Barithone muncul dan memecah keramaian.
Seluruh tamu undangan yang tadinya bersorak riang berubah tenang seketika.
Pandangan para tamu undangan termasuk Ramos dan Jasmine tertuju pada si pemilik suara baritone yang berjalan tegas mendekati si bocil Rose.
Melihat wajah si pemilik suara baritone, Jasmine mendadak sakit kepala hebat.
“Akhh. Sakit sekali. Sakit. Ada apa dengan ku.” batin Jasmine yang melihat serpihan kenangan buram seorang pria yang mirip dengan pria di hadapannya.
Jasmine menahan sakit di kepalanya.
“Kau bertunangan dan tak meminta ijin ku. Tidakkah kau keterlaluan?” Leon menatap Si bocil Rose sembari tersenyum aneh.
Si bocil Rose tak menjawab. Si bocil Rose hanya menatap polos wajah tampan Leon yang terus tersenyum padanya.
“Kau. Siapa kau?” tanya Sean, lantang.
Leon lalu menatap si bocil Sean.
Masih dengan senyum aneh yang sesekali singgah di bibirnya. Leon berkata: “Aku...,”
“DADDY-KU!!!” si bocil Rose menyela sembari menyeringai.
Jasmine melotot kaget!!!
*
*
*
To be continued...
Pulau O.Dan masih di hotel mewah.Kedatangan tak terduga Leon ke pesta peresmian hotel kakek Sean benar-benar mencuri perhatian para tamu undangan.“Kau. Siapa kau?” tanya Sean, dingin.Leon lalu menatap Sunny, si bocil tampan.Masih dengan senyum aneh yang sesekali singgah di bibirnya. Leon berkata: “Aku...”“Daddy-ku!!!” si bocil Rose, menatap angkuh wajah tampan Leon.Ramos keget setengah mati.Jasmine sesak napas!.“Rose,” Jasmine yang panik lalu menarik tubuh putrinya menjauh dari Leon.Leon hanya terdiam menatap wajah cantik Jasmine yang mendekati si bocil Rose. Leon terlihat menahan amarah dan rasa rindu yang bercampur aduk.“Bebie...,” batin Leon, menahan diri.*LEON POVSesaat setelah kepergian si bocil Rose dari kedai es krim.“Dalam 30 menit. Temukan semua tentang si bocil kurang ajar, barusan!”
Pulau O. Di Villa Leon. Setelah makan malam dengan sebuah fakta yang membingungkan, Leon yang berhasil mendominasi si bocil Rose, tanpa bertanya langsung membawa Jasmine dan si bocil Rose ke Villanya. Awalnya Jasmine berontak hebat, minta di pulangkan ke Villanya. Tapi karena si bocil Rose terus merengek dan tertidur di pelukkan Leon, Jasmine akhirnya mengalah saja. Disebuah kamar mewah yang ada di lantai dua, Jasmine tampak terdiam sambil menatap wajah cantik putrinya yang terlelap. Jasmine yang duduk di sisi ranjang, terlihat sedang memikirkan sesuatu. “Kau, sungguh bukan Rose kah?” sederet kalimat tanya yang Leon lontarkan kala di resto, membuat Jasmine tak bisa melupakannya. Tatapan penasaran dari wajah tampan Leon terus mengganggu pikirannya. Sedetik kemudian, serangan sakit di kepala Jasmine kambuh. Lagi-lagi, potongan bayangan-bayangan kisah manis Leon yang bercumbu dengan seorang wanita muncul di ingatan Jasmine
Masih di Villa Leon.Di ruang makan.“Mommy, Daddy.” sapa si bocil Rose yang melihat Jasmine dan Leon muncul bersamaan.“Pagi sayang.” Jasmine lalu mencium kepala si bocil Rose yang duduk manis sambil memegang gelas susu.“Apa tidurmu nyenyak?” Leon ikut mencium kepala si bocil Rose, dengan lembut.“Em.” jawab si bocil Rose, polos.“Lalu, bagaimana dengan kalian. Apa Mommy dan Daddy bersenang-senang?” si bocil Rose menatap lugu wajah Jasmine dan Leon.Leon dan Jasmine mendadak gugup. Jasmine tak menjawab. Jasmine memilih minum air putih di hadapannya biar tenang.“Tentu saja. Daddy dan Mommy bersenang-senang. Sangat senang, malah.” Jelas Leon, yakin.Dan benar saja, “ukhuk, ukhuk,” jawaban Leon membuat Jasmine tersedak batuk-batuk. Jasmine melotot ke arah Leon.Leon masa bodoh.“Mom. Kau baik-baik saja?” tanya si
Pulao O, dan masih di Villa Leon.Jasmine yang melihat Leon sudah babak belur muntah darah, tak memiliki kesan sedikit pun. Seolah, Leon bukanlah apa-apa atau sesuatu yang harus di perhitungkannya. Sementara Leon yang menatap Jasmine penuh cinta, terus tersenyum seperti orang bodoh.“Cih! Kurasa, belaianku yang sangat lembut itu, sudah membuat otakmu bergeser ya?” ejek Jasmine.“Hm! Kau sangat mengenaliku rupanya, bebie. Jadi, bagaimana kalau kita lanjutkan pertarungan ini di ranjang saja.” Leon menggoda Jasmine dengan tatapan penuh napsu.“Ya! Kau!” Jasmine terprovokasi.Dengan rasa kesal yang setinggi gunung Himalaya, sedalam samudra Hindia, Jasmine kembali hendak menghantam Leon.Leon bersiap dengan senang hati, menyambut bogem mentah dari bebie tercinta-nya. Namun belum lagi kepalan kuat Jasmine mendarat di wajah Leon, tiba-tiba....Bruk! Jasmine jatuh bersimpuh dihadapan Leon. Serangan sakit di
Di Villa Rose."Oh, tampaknya kau tak terkejut dengan kedatangan kami,papa." ucap Jasmine yang muncul bersama si bocil Rose.Ramos yang saat itu sedang duduk di ruang tamu bersama Pak tua Han, menatap kedatangan putri dan cucunya, tenang. Tak ada ekspresi terkejut ataupun cemas karena Jasmine dan si bocil Rose tak pulang semalaman.Jasmine lalu mendekati ayahnya dan duduk berhadapan dengan Ramos. Sementara pak tua Han yang duduk disamping Ramos memilih berdiri dan meninggalkan kedua ayah anak itu."Kalian berdua, bicaralah dengan kepala dingin. Jantungku sedang tak sehat saat ini." ucap pak tua Han sembari melangkah pergi.Jasmine tak menimpali ucapan Kakek Sean, pandangan fokus pada Ramos yang kini juga sedang menatapnya."Jadi, darimana kau akan mulai, papa?" Jasmine tersenyum remeh pada ayahnya."Hm! Jadi kau sudah mengetahuinya. Lalu, apa lagi yang perlu ku jelaskan?" Ramos menyandarkan tubuhnya, lebih bersantai."PAPA!" be
Masih di pulau O. Setelah malam dimana kecurigaan pak tua Han dan Ramos mengarah pada satu sosok yang di yakini adalah otak dari segala kemungkinan yang terjadi, Ramos yang ragu bercampur yakin, memilih mengawasi si bocil Rose diam-diam. Sementara si bocil Rose yang tau rencana kakeknya, memilih bersikap biasa saja dan menghentikan segala gerakan ektreemnya. “Cih! Mengawasi setiap gerak gerikku. Kau terlalu mudah di tebak kakekku sayang,” batin si bocil Rose sembari melirik ekor mata kakek yang duduk di sampingnya. “Jadi, kita pulang sore ini Pah?” tanya Jasmine yang baru muncul entah darimana. “Hm, pagi ini Sean sedang mengurus kepindahannya, mungkin akan selesai siang hari. Karena kelak dia akan tingal bersama kita. Jadi, sekalian saja berangkatnya.” Jawab Ramos, santai. “Heuh? Apa kakek bilang? Sean akan tinggal bersama kita. Kok kakek tak ada cerita?” si bocil Rose terlihat tak senang. “Aku kan tunanganmu, ya sudah se
Masih di markas senjata milik Shadow.Di ruang kerja “KETUA”.Jasmine tampak menyelidik seisi ruang.Sambil menumpu kedua telapak tangannya ke belakang, Jasmine kemudian menatap hampa jendela kaca yang tembus ke sebuah taman besar di halaman belakang.“Uh~ Mengapa kau memukulku dengan sangat keras. Ini benar-benar sakit Sweety,” rintih Tiger sambil mengompres wajahnya yang bengkak.Jasmine tak menjawab. Hanya melirik sekilas teman lamanya itu kemudian kembali menatap hampa taman belakang Markasnya.“Terima kasih.” Ucap Jasmine tiba-tiba, tanpa berbalik menatap Tiger.Tiger kaget setengah mati, mendengar ucapan Jasmine. Karena sejauh ingatannya, Rose yang kini berganti nama menjadi Jasmine itu adalah MONSTER berdarah dingin yang irit bicara.Tak pernah bicara lebih dari 10 kata saat mulutnya terbuka, dan tak mengenal kata “MAAF” apalagi “TERIMA KASIH”.Tapi
Setelah menikmati makan pagi bersama, Jasmine dan Leon tampak berbincang serius di taman belakang Mansion. Juga ada si bocil Rose dan Sean yang menemani tunangan kecilnya itu, bermain boneka santet. "Jadi, apa rencana mu selanjutnya?" tanya Jasmine, datar. "Hm? Rencana apa maksudmu?" Leon pasang tampang bodoh minta diinjek. "Berhentilah berpura-pura bodoh, atau akan ku buat kau benar-benar menjadi idiot!" Jasmine yang kesal buang muka, menatap Sean dan si bocil Rose yang memang berjarak agak jauh. Leon tersenyum. "Tempramen mu ini, ah..., benar-benar tak berubah. Tapi aku menyukainya." goda Leon lagi sambil menenggak jus jeruk nya. Jasmine tak menimpali ucapan Leon, hanya mata tajamnya saja yang melirik sekilas ayah dari putrinya itu. "Menikah! Mari kita menikah." imbuh Leon sembari tersenyum. Jasmine kaget setengah mati, mata indahnya melotot tak percaya dengan apa yang di dengar telinganya. "Sinting!" maki Jas