Pulau O.
Dan masih di hotel mewah.
Kedatangan tak terduga Leon ke pesta peresmian hotel kakek Sean benar-benar mencuri perhatian para tamu undangan.
“Kau. Siapa kau?” tanya Sean, dingin.
Leon lalu menatap Sunny, si bocil tampan.
Masih dengan senyum aneh yang sesekali singgah di bibirnya. Leon berkata: “Aku...”
“Daddy-ku!!!” si bocil Rose, menatap angkuh wajah tampan Leon.
Ramos keget setengah mati.
Jasmine sesak napas!.
“Rose,” Jasmine yang panik lalu menarik tubuh putrinya menjauh dari Leon.
Leon hanya terdiam menatap wajah cantik Jasmine yang mendekati si bocil Rose. Leon terlihat menahan amarah dan rasa rindu yang bercampur aduk.
“Bebie...,” batin Leon, menahan diri.
*
LEON POV
Sesaat setelah kepergian si bocil Rose dari kedai es krim.
“Dalam 30 menit. Temukan semua tentang si bocil kurang ajar, barusan!” perintah Leon pada X, mafioso bayangan di telepon.
Dan benar saja! Kurang dari 30 menit lebih tepatnya 29 menit kemudian.
Mobil Leon sudah berjalan pelan di depan sebuah Villa yang di huni si bocil Rose selama liburan.
Sambil mengingat semua informasi yang di berikan X, Leon terus menatap Villa tanpa pagar yang pintunya terbuka lebar.
Dari kejauhan, tampak si bocil Rose di sambut pelukan hangat dari seorang wanita cantik.
Ketika wanita cantik yang memeluk si bocil Rose menoleh menatap jalan, betapa terkejutnya Leon.
“Rose!” Leon seketika bag tersambar petir.
*
“Bos, sepertinya si bocil Rose ini bukan bocah dari keluarga yang sederhana. Dari apa yang ku temukan, hanya ada keterangan tentang si bocil Rose yang tinggal bersama kakek dan ibunya. Juga tak ada satupun foto keluarga mereka beredar di internet. Seoalah mereka adalah keluarga yang baru dilahirkan. Karena tak ada apapun di jejak digital tentang keluarga bocil itu sebelum 6 tahun lalu” jelas X panjang lebar.
*
“ 6 tahun, 6 tahun kau menghilang tanpa kabar apapun dan kini muncul seorang bocil yang berwajah sama denganku! Rose, kau memang luar biasa!” Leon yang kesal menyeringai iblis.
*
Back to Hotel mewah.
“Sayang, sepertinya kau lelah. Ayo kita pulang.” Jasmine menggandeng tangan mungil Rose dan berjalan keluar.
Si bocil Rose menurut saja. Saat Jasmine dan si bocil Rose sampai di depan pintu keluar.
Tiba-tiba Leon datang dan langsung menyambar tubuh mungil si bocil Rose dan menggendongnya.
Jasmine terkejut setengah mati. Si bocil Rose dan Leon saling tatap sembari tersenyum penuh isyarat licik.
“Yak! Apa yang kau lakukan?” bentak Jasmine, melotot marah pada Leon.
“Menggendong putriku lah. Kau tak liat kah?” jawab Leon, santai.
“Ya! Siapa putrimu. Kau sudah gila kah. Lepaskan putriku?” bentak Jasmine lagi, naik darah.
Leon tak menggubris ocehan Jasmine.
“Aku lapar, temani aku makan malam.” Leon dengan cueknya lalu menggandeng tangan Jasmine dan menyeretnya pelan.
“Ya! Kau!” Jasmine terus mengomel sepanjang jalan.
Leon benar-benar mempelakukan Jasmine dan si bocil Rose seenaknya.
Ketika di dalam mobil. Si bocil Rose yang terus menempel pada Leon membuat Jasmine makin kesal.
Jasmine terus cemberut sepanjang jalan.
Leon dan si bocil Rose sesekali melirik wajah cantik Jasmine sembari tertawa lucu.
“Ya! Kalian berdua, kalian menertawakan ku hah!” Jasmine menatap kesal Leon dan si bocil Rose.
“TIDAK!” jawab serempak Leon dan si bocil Rose.
Dan benar saja, tingkah lucu Leon dan si bocil Rose juga wajah kesal Jasmine, membuat si tangan kanan Leon yang sedang menyetir cekikikan menahan tawa.
“Ya! Kau tertawa apa!” bentak Jasmine kini menatap marah si tangan kanan Leon yang sedang menyetir.
Seketika Je, tangan kanan Leon bungkam seribu bahasa. Mobil melaju dengan suasana hening yang membahagiakan.
Si bocil Rose terus menepel di pangkuan Leon.
Jasmine yang kesal buang muka sembari menatap jalanan malam pulau O.
*
30 menit kemudian, di sebuah Resto masakan laut.
Beberapa hidangan seafood telah tersedia di atas meja.
Kepiting rebus, Kerang saus pedas, Udang bakar, ikan bakar, cumi bakar yang lengkap dengan sambal dan sayurannya siap di santap.
“Makanlah, kau belum makan malam kan?” ucap Leon sambil menatap wajah cantik Jasmine yang masih cemberut.
“Kenyang!” jawab Jasmine, sewot.
Tapi, sial. “kruyuuuk,” piaraan di perut Jasmine berkata lain.
“Hais, cacing sialan.” gumam Jasmine pelan sambil menutup matanya sedetik karena malu.
“Sudahlah mom, ayo makan. Rose lapar.” ucap si bocil Rose, polos.
“Em, sini Daddy ambilkan nasinya,” Leon dengan penuh kasih sayang mengisi piring kosong di hadapan si bocil Rose dengan nasi dan lauk pauknya.
“Ya! Kau sebut apa dirimu barusan!” Jasmine yang mendengar Leon mengklaim dirinya sebagai Daddy Rose, tak senang hati.
“Yang ini kan, juga ini. Makanlah yang banyak sayang. Supaya kau tumbuh menjadi gadis cantik yang berani dan tak sering lari dari kenyataan” bukannya menjawab kemarahan Jasmine, Leon melirik sekilas wajah kesal Jasmine sembari menyindirnya halus.
“Ya! Apa-apaan lirikan mu barusan?” Jasmine yang kesal melotot ke arah Leon.
“Daddy, ini terlalu pedas”
“Benarkah, berikan pada Daddy.”
Leon dan si bocil Rose tak menggubris kemarahan Jasmine, ayah dan anak itu sibuk dengan kebahagiaan mereka sendiri.
“His!” Jasmine yang tak tahan melihat kedekatan si bocil Rose dengan Leon, buang muka dan memilih menatap laut.
30 menit berlalu. Jasmine tak memakan apapun. Jasmine yang memilih memakan ANGIN terlihat kelelahan.
“Kau lelah?” tanya Leon yang melihat wajah Jasmine mulai lesu.
Jasmine hanya menoleh malas tanpa menjawab.
Namun tiba-tiba, sesuatu menarik perhatian Jasmine.
“Tunggu dulu! Ini?” Jasmine terlihat bingung melihat makanan di meja yang seolah tak tersentuh.
Kecuali Kepiting rebus yang memang tinggal cangkangnya.
“Kenapa? Baru sadar? Tak usah heran. Bukankah semua makanan ini adalah kesukaanmu. Kecuali kepiting ini. Dan ah, sesuai dugaan ku. Putriku pasti juga mengikuti selera makanku.” Leon mengedipkan satu matanya pada si bocil Rose.
Si bocil tersenyum imut sambil mengunyah makanannya.
Karena memang benar, semua hidangan yang di pesan Leon adalah makanan yang di sukai Jasmine. Kecuali kepiting yang justru sangat di gemari Leon. Menurut Jasmine, makan kepiting sangat melelahkan. Yang bisa di makan hanya sedikit, banyak yang di buang dari binatang yang memiliki capit keras itu.
Jamine sebenarnya keheranan dengan selera Leon yang memilih kepiting sebagai makan favoritnya.
“Ah sudahlah. Aku sungguh lelah dengan semua yang terjadi hari ini. Tapi sebelum aku menutup mata lelahku, alangkah baiknya kita perjelas situasi ini.” Jasmine terlihat serius dengan ucapannya.
“Emm.” Leon menarik bibirnya, cuek.
“Baiklah tuan, aku kan mulai. Sebelumnya, bisakah kau memperkenalkan dirimu terlebih dulu.” pinta Jasmine, sopan.
“Hm? Ya! 5 tahun berlalu dan kau melupakanku begitu saja.Tak kusangka, Kau sungguh wanita berhati dingin Rose. Kau masih saja berakting saat hanya ada kita berdua disini! Bukankah kau berhutang penjelasan padaku?” Leon yang merasa kesal melepaskan satu kancing kemejanya, kasar.
“Hm. Rose? Kau mengenal kakak ku?” Jasmine menatap bingung Leon.
“ya... Rose. Kau bahkan bersikap seperti ini terhadapku. Tidakkah kau keterlaluan Rose Frikstos. Hm! Tunggu dulu! Barusan kau bilang apa. KAKAK?” Leon yang lambat loading memastikan pendengarannya.
Leon lalu menatap wajah bingung Jasmine kemudian menatap wajah polos si bocil Rose. Si bocil Rose lagi-lagi tersenyum aneh sembari balik menatap Leon.
“Jasmine Frikstos, Mommy ku!” ucap si bocil Rose, tenang.
Leon lagi-lagi bag tersambar petir.
Bagaimana tidak, wanita di hadapannya yang di kira adalah Rose kekasih gelapnya dahulu, ternyata adalah Jasmine adik perempuan dari kekasihnya. Dan lebih parahnya, putri cantik yang di yakini Leon adalah darah dagingnya ternyata adalah anak dari adik kekasihnya.
Leon...,
HABIS KATA!!!
*
*
*
To be continued....
Pulau O. Di Villa Leon. Setelah makan malam dengan sebuah fakta yang membingungkan, Leon yang berhasil mendominasi si bocil Rose, tanpa bertanya langsung membawa Jasmine dan si bocil Rose ke Villanya. Awalnya Jasmine berontak hebat, minta di pulangkan ke Villanya. Tapi karena si bocil Rose terus merengek dan tertidur di pelukkan Leon, Jasmine akhirnya mengalah saja. Disebuah kamar mewah yang ada di lantai dua, Jasmine tampak terdiam sambil menatap wajah cantik putrinya yang terlelap. Jasmine yang duduk di sisi ranjang, terlihat sedang memikirkan sesuatu. “Kau, sungguh bukan Rose kah?” sederet kalimat tanya yang Leon lontarkan kala di resto, membuat Jasmine tak bisa melupakannya. Tatapan penasaran dari wajah tampan Leon terus mengganggu pikirannya. Sedetik kemudian, serangan sakit di kepala Jasmine kambuh. Lagi-lagi, potongan bayangan-bayangan kisah manis Leon yang bercumbu dengan seorang wanita muncul di ingatan Jasmine
Masih di Villa Leon.Di ruang makan.“Mommy, Daddy.” sapa si bocil Rose yang melihat Jasmine dan Leon muncul bersamaan.“Pagi sayang.” Jasmine lalu mencium kepala si bocil Rose yang duduk manis sambil memegang gelas susu.“Apa tidurmu nyenyak?” Leon ikut mencium kepala si bocil Rose, dengan lembut.“Em.” jawab si bocil Rose, polos.“Lalu, bagaimana dengan kalian. Apa Mommy dan Daddy bersenang-senang?” si bocil Rose menatap lugu wajah Jasmine dan Leon.Leon dan Jasmine mendadak gugup. Jasmine tak menjawab. Jasmine memilih minum air putih di hadapannya biar tenang.“Tentu saja. Daddy dan Mommy bersenang-senang. Sangat senang, malah.” Jelas Leon, yakin.Dan benar saja, “ukhuk, ukhuk,” jawaban Leon membuat Jasmine tersedak batuk-batuk. Jasmine melotot ke arah Leon.Leon masa bodoh.“Mom. Kau baik-baik saja?” tanya si
Pulao O, dan masih di Villa Leon.Jasmine yang melihat Leon sudah babak belur muntah darah, tak memiliki kesan sedikit pun. Seolah, Leon bukanlah apa-apa atau sesuatu yang harus di perhitungkannya. Sementara Leon yang menatap Jasmine penuh cinta, terus tersenyum seperti orang bodoh.“Cih! Kurasa, belaianku yang sangat lembut itu, sudah membuat otakmu bergeser ya?” ejek Jasmine.“Hm! Kau sangat mengenaliku rupanya, bebie. Jadi, bagaimana kalau kita lanjutkan pertarungan ini di ranjang saja.” Leon menggoda Jasmine dengan tatapan penuh napsu.“Ya! Kau!” Jasmine terprovokasi.Dengan rasa kesal yang setinggi gunung Himalaya, sedalam samudra Hindia, Jasmine kembali hendak menghantam Leon.Leon bersiap dengan senang hati, menyambut bogem mentah dari bebie tercinta-nya. Namun belum lagi kepalan kuat Jasmine mendarat di wajah Leon, tiba-tiba....Bruk! Jasmine jatuh bersimpuh dihadapan Leon. Serangan sakit di
Di Villa Rose."Oh, tampaknya kau tak terkejut dengan kedatangan kami,papa." ucap Jasmine yang muncul bersama si bocil Rose.Ramos yang saat itu sedang duduk di ruang tamu bersama Pak tua Han, menatap kedatangan putri dan cucunya, tenang. Tak ada ekspresi terkejut ataupun cemas karena Jasmine dan si bocil Rose tak pulang semalaman.Jasmine lalu mendekati ayahnya dan duduk berhadapan dengan Ramos. Sementara pak tua Han yang duduk disamping Ramos memilih berdiri dan meninggalkan kedua ayah anak itu."Kalian berdua, bicaralah dengan kepala dingin. Jantungku sedang tak sehat saat ini." ucap pak tua Han sembari melangkah pergi.Jasmine tak menimpali ucapan Kakek Sean, pandangan fokus pada Ramos yang kini juga sedang menatapnya."Jadi, darimana kau akan mulai, papa?" Jasmine tersenyum remeh pada ayahnya."Hm! Jadi kau sudah mengetahuinya. Lalu, apa lagi yang perlu ku jelaskan?" Ramos menyandarkan tubuhnya, lebih bersantai."PAPA!" be
Masih di pulau O. Setelah malam dimana kecurigaan pak tua Han dan Ramos mengarah pada satu sosok yang di yakini adalah otak dari segala kemungkinan yang terjadi, Ramos yang ragu bercampur yakin, memilih mengawasi si bocil Rose diam-diam. Sementara si bocil Rose yang tau rencana kakeknya, memilih bersikap biasa saja dan menghentikan segala gerakan ektreemnya. “Cih! Mengawasi setiap gerak gerikku. Kau terlalu mudah di tebak kakekku sayang,” batin si bocil Rose sembari melirik ekor mata kakek yang duduk di sampingnya. “Jadi, kita pulang sore ini Pah?” tanya Jasmine yang baru muncul entah darimana. “Hm, pagi ini Sean sedang mengurus kepindahannya, mungkin akan selesai siang hari. Karena kelak dia akan tingal bersama kita. Jadi, sekalian saja berangkatnya.” Jawab Ramos, santai. “Heuh? Apa kakek bilang? Sean akan tinggal bersama kita. Kok kakek tak ada cerita?” si bocil Rose terlihat tak senang. “Aku kan tunanganmu, ya sudah se
Masih di markas senjata milik Shadow.Di ruang kerja “KETUA”.Jasmine tampak menyelidik seisi ruang.Sambil menumpu kedua telapak tangannya ke belakang, Jasmine kemudian menatap hampa jendela kaca yang tembus ke sebuah taman besar di halaman belakang.“Uh~ Mengapa kau memukulku dengan sangat keras. Ini benar-benar sakit Sweety,” rintih Tiger sambil mengompres wajahnya yang bengkak.Jasmine tak menjawab. Hanya melirik sekilas teman lamanya itu kemudian kembali menatap hampa taman belakang Markasnya.“Terima kasih.” Ucap Jasmine tiba-tiba, tanpa berbalik menatap Tiger.Tiger kaget setengah mati, mendengar ucapan Jasmine. Karena sejauh ingatannya, Rose yang kini berganti nama menjadi Jasmine itu adalah MONSTER berdarah dingin yang irit bicara.Tak pernah bicara lebih dari 10 kata saat mulutnya terbuka, dan tak mengenal kata “MAAF” apalagi “TERIMA KASIH”.Tapi
Setelah menikmati makan pagi bersama, Jasmine dan Leon tampak berbincang serius di taman belakang Mansion. Juga ada si bocil Rose dan Sean yang menemani tunangan kecilnya itu, bermain boneka santet. "Jadi, apa rencana mu selanjutnya?" tanya Jasmine, datar. "Hm? Rencana apa maksudmu?" Leon pasang tampang bodoh minta diinjek. "Berhentilah berpura-pura bodoh, atau akan ku buat kau benar-benar menjadi idiot!" Jasmine yang kesal buang muka, menatap Sean dan si bocil Rose yang memang berjarak agak jauh. Leon tersenyum. "Tempramen mu ini, ah..., benar-benar tak berubah. Tapi aku menyukainya." goda Leon lagi sambil menenggak jus jeruk nya. Jasmine tak menimpali ucapan Leon, hanya mata tajamnya saja yang melirik sekilas ayah dari putrinya itu. "Menikah! Mari kita menikah." imbuh Leon sembari tersenyum. Jasmine kaget setengah mati, mata indahnya melotot tak percaya dengan apa yang di dengar telinganya. "Sinting!" maki Jas
Pagi itu, di Mansion Leon. Tampak Tiger dan si bocil Ken sedang menikmati sarapan mereka bersama. "Kak, kau mendapatkan undangan dari Ghost?" tanya Leon yang tiba-tiba muncul sembari membenahi kancing tangan, kemejanya. "Hm? Undangan apa? Aku belum mendapatkannya." jawab Tiger, santai. "Ku dengar, Ghost sedang mengadakan pertemuan tertutup di Cassino Rain malam nanti. Sepertinya mereka sedang merencanakan pelebaran sayap di Negara ini." jelas Leon sambil menyuapi mulutnya dengan sepotong sandwich. "Hah, begitu kah. Mereka sungguh berani. Tapi memang tak ku pungkiri, setahun terakhir ini saja kelompok itu benar-benar berkembang dengan pesat. Sesuai nama organisasinya, Setan!" imbuh Tiger, santai. "Ghost? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu?" Ken yang sejak tadi hanya menyimak, ikut bicara. Tiger dan Leon kemudian menatap Ken tanpa kata. "Em, apa yang kalian bicarakan ini, Ghost yang sama dengan Ghost Hacker dunia hitam yang