"Hei, kau tidak mau mampir ke rumahku?" tanya Sean sesaat sebum ia berpisah dengan Hikaru.
"Yak! Setidaknya jawab pertanyaanku, jangan hanya melambai," dengus Sean kesal, ketika melihat punggung Hikaru yang menjauh sambil mengangkat tangannya yang melambai padanya.
Sean baru saja akan duduk di salah satu kursi di depan mini market langganannya. Karena hampir setiap harinya ia jajan di tempat itu ketika menunggu supirnya menjemput. Dan begitu menyadari kalau supirnya hari ini berhalangan. Jadi ia terpaksa pulang sendiri hari itu.
Biasanya, ia akan berjalan di jalan pintas yang sama agar bisa cepat sampai ke rumah untuk istirahat. Namun entah kenapa, hari itu ia memutar arah. Menjauhi jalan menuju rumahnya. Ia hanya ingin melakukannya. Mungkin hanya untuk mencoba jalur lain agar tidak bosan atau mungkin karena sebenarnya ia tidak ingin pulang.
Sean mulai merasa kalau berada di rumah mewahnya sama sekali tidak membuatnya nyaman. Ia selalu merasa sesak apalagi jika kakek dan neneknya terus memintanya agar menjadi yang terbaik. Ia sungguh lelah. Setidaknya ia membutuhkan pengakuan. Pernyataan yang mengatakan kalau ia sudah melakukan yang terbaik. Suatu hal yang sama sekali tidak pernah diterimanya.
Karena perjalanan memutarnya, Sean pulang lebih lama dari biasanya. Ia memasuki rumah megahnya melalui pintu belakang yang sebenarnya diperuntukkan untuk para pelayan Karena takut terkena omelan kakek neneknya.
Mengendap-endap dengan menempel pada dinding, menelusuri titik buta CCTV agar tidak ketahuan orang rumah.
Saat memasuki pintu dapurnya, sebuah getaran di kantong celananya yang berisikan ponselnya, menghentikan langkahnya. Sebuah notifikasi pesan dari forum TellUs muncul.
Awalnya ia hanya menganggapnya lelucon saat ia membaca pesan dari forum itu yang berbunyi, "Congratulations! We will granted your wish. Have a beautiful day!"
Masih dengan langkah hati-hati agar tidak menimbulkan bunyi, Sean kembali melanjutkan perjalanan masuk ke rumahnya seperti seorang pencuri. Hingga erangan kesakitan kembali menghentikan langkahnya.
Dengan langkah ragu dan mulai bergetar, Sean berjalan mendekati sumber suara. Namun karena suara erangan kesakitan semakin kencang, Sean memutuskan untuk mengambil pisau dapur. Setidaknya ia harus membawa sesuatu untuk membela diri bukan.
Ia kembali berjalan dengan keringat yang mulai membasahi tengkuknya karena gugup. Kakinya gemetar dan terasa lemas, namun masih sanggup untuk dibuat melangkah. Tangannya memegang erat pisaunya hingga rasanya kebas. Jangan tanya bagaimana keadaan jantungnya yang berdetak sangat kencang.
Setelah rasanya begitu lama, akhirnya Sean sampai juga di pintu yang menghubungkan lorong antara dapur dan ruang keluarga. Pintu itu tidak tertutup rapat, sehingga Sean hanya perlu melebarkannya sedikit untuk bisa melihat apa yang terjadi di dalam ruangan itu. Berharap rintihan kesakitan itu hanya berasal dari suara TV yang ditonton keluarganya.
Tidak sesuai apa yang dibayangkannya, kejadian di dalam ruangan memang seperti menonton film horor namun secara langsung. Sean bisa melihat sendiri, ketika salah satu keluarganya bergerak kaku ke arah yang tidak seharusnya.
Persendian ibunya bergerak ke tempat yang salah, mulai dari jemarinya yang menekuk ke arah yang berlawanan hingga menyebabkan bunyi tulang patah. Lalu lengan yang memutar ke arah yang tidak semestinya. Diikuti dengan kaki yang bergerak keatas hingga terselip ke belakang leher. Kemudian semakin menakutkan saat leher ibunya juga ikut memutar perlahan ke arah belakang hingga terpelintir.
Sean ingat betul mata ibunya yang menyiratkan sinar ketakutan dan kesakitan di waktu bersamaan. Belum lagi darah yang mengalir di lubang air mata ibunya diikuti lubang hidung, telinga dan mulut.
Bukan hanya ibunya; kakek, nenek, dan ayahnya juga mengalami kejadian serupa. Namun kedua adiknya mengalami kejadian yang berbeda. Ia melihat tubuh mungil kedua adiknya terangkat dan melayang di tengah ruangan.
Kedua kaki dan tangan adik-adiknya seperti terikat tali tak kasat mata dan menariknya hingga tulang persendian keduanya berbunyi. Setelahnya tubuh mungil mereka terbanting kencang hingga darah mereka muncrat ke seluruh ruangan bahkan ke sampai ke langit-langit.
Penderitaan keluarga Sean tidak selesai sampai disitu, tapi remaja laki-laki itu bahkan sudah tidak mampu menumpu tubuhnya lagi. Sejak ia melihat tubuh ibunya terlipat, remaja berwajah manis itu sudah terduduk lemas dengan mata terbelalak dan air mata yang sudah mengalir deras. Tubuhnya gemetar hebat.
Ia hanya mampu menatap tanpa bisa melakukan apapun, menyaksikan sendiri bagaimana keluarganya tewas. Tubuh dan otaknya terasa seperti membeku bahkan sebelum kejadian di depannya berakhir.
Kejadian tewasnya tiga generasi keluarga Yoon itu berlangsung hanya sekitar setengah jam, tapi Sean membeku tanpa bisa berpikir di pinggiran pintu masuk selama lebih dari satu jam. Ia benar-benar seperti kehilangan kemampuan untuk bergerak. Hingga bunyi notifikasi di ponselnya menyadarkannya.
Perlahan ia mendapatkan kesadarannya, mengambil ponselnya lalu membaca notifikasi dari TellUs yang berbunyi, "Your wish had been granted! Congratulations! Your anger had been avenged!"
Betapa terkejutnya Sean saat membaca isi pesan itu berkali-kali. Sehingga saat ia mengerti apa artinya, ia melempar ponselnya sekencang-kencangnya hingga hancur. Dan saat itulah kenyataan menyergapnya.
Sean mulai ketakutan namun masih berusaha menutupi suaranya. Ia ketakutan karena baru saja menyaksikan kematian keluarganya sekaligus takut ditangkap atas tuduhan pembunuhan. Jadi walau dadanya terasa sesak dan air mata mengalir deras ditambah tubuh yang gemetaran, ia masih berusaha untuk sama sekali tidak bersuara.
Dengan susah payah, Sean naik menuju kamarnya walau beberapa kali harus terjatuh karena terlalu lemas. Ia ketakutan dan tidak tahu harus berbuat apa. Otaknya benar-benar beku hingga ia tidak mampu berpikir. Dalam keadaan mental yang begitu tertekan, pikiran buruk mulai menyerangnya.
Berbagai skema bunuh diri mulai menghampirinya hingga saat ia memutuskan untuk melukai dirinya itulah, sesosok roh jahat yang terpanggil akibat bau darah hasil kutukan yang telah menewaskan keluarga Yoon merasukinya.
Memori terakhir yang tertinggal di dalam otak Sean adalah saat ia ketakutan di dalam kamarnya. Setelah itu, tubuhnya dikendalikan secara penuh oleh roh yang merasukinya dan membaeanya ke gudang rooftop. Tempat si roh jahat terakhir kali tinggal sebelum ajalnya menjemput. Tempat si roh jahat membunuh dirinya sendiri karena dirundung di tempat kerjanya.
¤¤¤
Kayden Kim beberapa kali berusaha menenangkan salah satu polisi penjaga ruangan Sean di Rumah Sakit yang sedang menghubunginya melalui telepon.
Suaranya bergetar seperti ketakutan dan tergagap, sehingga tidak ada satupun ucapannya yang dimengerti oleh Kayden. Sampai Jessica yang tidak sabaran meraih gagang telepon yang Kayden genggam dan membentak si polisi agar berbicara dengan benar.
"Apa?!" teriak Jessica marah lalu menutup kasar gagang telepon yang dipegangnya. Membuat kedua anggota teamnya - Chris dan Kayden - terdiam, menatap dengan tatapan waspada.
"Ayo ikut!" perintahnya. "Mereka kehilangan Sean," lanjutnya sambil menarik long coatnya yang disampirkan di atas kursi dan bergegas melangkah keluar, di buntuti oleh kedua anggota teamnya dengan langkah tidak kalah cepat.
¤¤¤
Disisi lain, Ethan yang baru saja datang untuk menggantikan shift polisi penjaga di kamar tempat Sean dirawat merasakan ada aura kepanikan yang membuatnya jadi setengah berlari mendekati kedua polisi yang bertugas.
"Kenapa? Ada apa? Apa yang terjadi?" tanyanya pada salah satu polisi yang terlihat lebih bisa mengendalikan dirinya. Sedangkan polisi satunya hanya bisa meringkuk gemetaran di sebelah kursi yang sengaja disiapkan untuk para polisi penjaga.
"Anak itu ... melarikan diri," jawab polisi yang ditanya oleh Ethan.
"Bagaimana mungkin? Bukankah Sean masih tidak sadarkan diri?"
"Tadi anak itu kejang-kejang parah sampai dokter dan perawat harus turun tangan dan berusaha menyuntiknya dengan obat. Namun ...," si polisi terdiam tapi pupil matanya menatap ke sembarang arah seperti gemetar.
"Kenapa? Apa yang terjadi?"
"Itu ... Sean tiba-tiba membuka matanya dan memandang kami. Mata itu ... matanya benar-benar menakutkan. Lalu memberontak melepaskan diri hingga dokter, suster, dan kami kewalahan. Kekuatannya sama sekali tidak seperti orang habis terluka. Anak itu benar-benar kuat.
"Lalu ... lalu ... Kau boleh percaya atau tidak. Tapi dia tiba-tiba bangkit. Benar-benar bangkit. Tubuhnya yang tertidur seakan ditarik hingga langsung berdiri tegak lurus diatas brangkarnya. Kau tahu kan, biasanya jika orang mau bangun, dia duduk dulu atau menurunkan kakinya ke lantai terlebih dulu. Tapi anak itu tidak melakukannya. Ia bergerak lurus sembilan puluh derajat," jelas si polisi terburu-buru.
"Lalu kemana dia pergi?"
"Kami tidak tahu. Setelah ia bangkit, dia langsung berlari menuju jendela dan melompat keluar. Kami sudah mencarinya tapi kami tidak menemukannya. Saat ini kami menunggu Miss Jessica untuk menerima perintah selanjutnya."
Ethan tidak lagi bertanya. Setelah mendengar Sean melompat dari jendela, ia langsung memutar dan berlari ke arah tangga darurat sambil menghubungi Paman Kim. Memintanya bersiap karena sebentar lagi ia akan menjemputnya. Masih sambil berlari, ia juga menghubungi Hikaru untuk memberitahu kalau ia juga akan menjemputnya karena Sean menghilang.
¤¤¤
Elisa mengendarai scooter milik restorannya untuk kembali ke restoran setelah mengantarkan pesanan ke salah seorang pelanggan ketika ia melihatnya. Sebuah banner besar di gedung mirip jenga dan mendengar lagu penjual hotdog secara bersamaan. Sehingga tanpa pikir panjang ia berhenti di pinggir, memperhatikan sekitarnya.
"Aku juga melihat sebuah tanda seperti salib berwarna merah dari jendela tempat Sean digantung," ucapan Hikaru kembali terngiang di otaknya.
Meskipun ia tahu kalau ia bisa saja terluka parah, Elisa tidak mampu hanya diam. Terlebih karena ia tidak ingin ramalan Hikaru yang mungkin menyebabkan temannya tewas menjadi kenyataan. Jadi ia memilih memarkir motornya lalu melepas helmnya dan menaruhnya di jok motor.
Kemudian mulai berjalan menyusuri trotoar. Sampai pada akhirnya ia menyadari kalau tanda salib yang Hikaru lihat adalah lambang palang merah di banner yang tergantung di sebelah banner di gedung berbentuk jenga. Dan jika ia benar, maka gedung terbengkalai yang jendelanya bisa melihat itu semua adalah ....
Elisa menoleh ke arah kanannya dan menemukannya. Gedung sekolah lama yang sudah di alih fungsikan menjadi gudang yang jendelanya menghadap ke kedua objek ramalan Hikaru.
Gadis itu menghela napas berat. Namun masih tidak mampu masa bodoh juga. Setelah beberapa saat dilema, Elisa akhirnya memutuskan untuk menghampiri gedung dalam ramalan Hikaru. Tapi sebelumnya,ia memutuskan untuk menghubungi Ethan untuk memberitahukan hasil penemuannya. Setidaknya ia melakukan hal diluar ramalan Hikaru yang kemungkinan besar akan merubah akhir dari ramalan Hikaru.
¤¤¤
Ethan mengemudikan mobil patrolinya dengan tergesa-gesa. Ia bahkan sampai menyalakan strobo agar pengendara lain menghindar. Bagaimanapun, ia sudah tinggal bersama Elisa selama bertahun-tahun, karenanya ia sangat yakin kalau gadis gila itu — begitu ia menganggap Elisa karena kelakuannya yang absurd — pasti akan dengan mudahnya mengikut campurkan dirinya ke masalah orang lain. Tidak peduli apakah nyawanya jadi taruhan atau tidak.
Dalam ketergesaannya, sebuah panggilan telepon dari Elisa masuk ke ponselnya setelah ia menjemput Paman Kim. Hanya untuk memberitahu kalau ia menemukan tempat ramalan Hikaru dan mengatakan kalau ia akan pergi terlebih dulu kesana untuk menolong Sean.
Ethan bahkan sampai harus mengumpat dan berteriak untuk menghentikannya namun si gadis gila itu sudah menutup hubungan ponselnya yang membuat Ethan semakin kalut. Untungnya Paman Kim mampu menenangkannya dan menjemput Hikaru tanpa terjadi insiden apapun.
Hikaru adalah variabel penting yang harus ada, karena setidaknya Sean menganggapnya teman. Hanya Hikaru yang kemungkinan mampu menenangkannya atau setidaknya mengembalikan sedikit kesadarannya yang terlelap alibat dirasuki roh jahat.
¤¤¤
Sean yang kerasukan tidak mempedulikan telapak kaki telanjangnya yang kembali berdarah-darah karena menginjak benda tajam. Karena kerasukan roh jahat, ia dengan mudah melompat dari lantai dua tempatnya di rawat dengan selamat. Tetapi, karena kerasukan, ia juga jadi tidak mampu merasakan sakit di sekujur tubuhnya.
Ia berlari sekencang yang ia bisa tanpa arah, hingga ia melihat sebuah bangunan kosong di dekat sekolahnya. Tanpa menyadari, lebih tepatnya roh yang merasuki Sean tidak menyadari kalau akan ada bahaya besar yang menantinya.
¤¤¤
Disaat orang-orang panik karena Sean menghilang — di balik dinding yang agak jauh dari kepanikan itu — sesosok berpakaian serba hitam dengan topi yang sengaja dibuat menutup setengah wajahnya, lengkap dengan masker di wajahnya mempelajari situasi dalam diam.
Setelah mengerti apa yang terjadi sosok itu menghubungi seseorang untuk melaporkan apa yang terjadi sambil berjalan menjauh.
"Aku akan melakukan sesuai perintah, Sir. Tapi bagaimana dengan roh yang merasukinya?"
Untuk sesaan sosok itu terdiam, mendengarkan perintah dari ujung saluran ponselnya. Sebelum akhirnya mengiakan perintah dari seseorang itu.
¤¤¤
Elisa beberapa kali menarik napasnya sebelum memantapkan diri untuk melangkah memasuki lingkungan gedung sekolah yang tidak terpakai itu. Dalam hatinya ia berharap, Inugami akan melindunginya dan Ethan serta yang lainnya akan datang tepat waktu.
Matahari sudah mulai terbenam. Penerangan satu-satunya hanyalah beberapa lampu jalan dan dua buah lampu pucat yang ada di bagian depan bangunan sekolah. Elisa kebingungan, antara mau menyalakan lampu ponselnya atau berjalan dalam gelap.
Hikaru sama sekali tidak melihat siapa orang yang menyeret Sean karena bahkan dalam penglihatannya, orang tersebut menutupi identitasnya dengan sangat baik. Karenanya — setelah perdebatan panjang dalam dirinya sendiri — Elisa memutuskan berjalan dalam gelap terlebih dahulu.
Berharap ia bisa mengecoh siapapun yang bermaksud jahat pada Sean.
¤¤¤
Roh dalam tubuh Sean gemetar ketakutan. Ia berusaha melepas dirinya dari Sean ketika melihat seorang laki-laki yang muncul di hadapannya. Ia jelas tidak mengenal siapa lelaki itu, tapi ia bisa merasakan aura gelapnya ketika si lelaki itu sengaja melepaskan aura tersembunyinya.
Walaupun susah roh jahat dalam tubuh Sean akhirnya berhasil keluar namun disitulah letak kesalahan terbesarnya. Karena si laki-laki itu dengan mudah menangkap lehernya sambil tersenyum sinis.
Sang roh jahat menatap si laki-laki dengan mata terbelalak sambil meronta. Berharap bisa terlepas dari cengkraman si laki-laki yang mulai membuatnya kesakitan di sekujur tubuhnya.
"Maaf ... maafkannn akuuuu," rintihnya. "Akuuu akannn pergi. Akuuu tidak tahuuu kallaaauu diaaa mangsaaamuu ...~."
"Sayang sekali. Melepaskan serangga tidak ada dalam kamusku," ucapnya dingin bersamaan dengan hancurnya tubuh tak kasat mata si roh jahat.
¤¤¤
"Noonaaa ...~!" bisik sebuah suara di telinga kiri Elisa yang membuatnya hampir jantungan.
"Maaffff ... akuuu tidaakkk bermaksusss mengejjutttkannmuu ...~," ujarnya lagi sambil tertunduk karena merasa bersalah.
"Kau? Apa yang kau lakukan disini?" tanya Elisa berbisik setelah melihat siapa yang memanggilnya.
"Akuuu ... mau membantuumuuu. Karenaa kauu sudahhh membelikkann banyakk hadiahh untukkuu ....~"
"Tidak boleh. Disini berbahaya. Lagipula hadiah yang kubakar kemarin kan ucapan terima kasih karena kau menemukan adikku. Jadi kau tidak berhutang apapun padaku. Pergilah! Di dalam sana ada orang jahat yang bisa melukaimu. Jadi jangan ikuti aku ya," perintah Elisa masih dengan suara pelan.
"Tapi jika kau ingin membantuku, bisakah kau tunggu disini dan memberitahukan adikku kalau aku masuk ke gedung itu untuk menyelamatkan temannya? Kau masih ingat wajah adikku kan?" tanya Elisa begitu melihat wajah sedih si hantu anak kecil karena tidak diijinkan membantu.
"Tennntuu ... Noonaa. Kauu bisaaa ... menyerahkannnyaaa padakuuu ...~," lirih si hantu sambil.menyeringai gembira karena diperbolehkan membantu.
"Baiklah. Kalau begitu, Noona pergi dulu ya." Elisa mengelus puncak kepala si hantu, maksudnya terlihat seakan mengelus puncak kepala si hantu sebelum pergi meninggalkannya untuk melanjutkan tujuan utamanya.
¤¤¤
"Jangan khawatir, Hikaru.Hyungdan Paman tidak akan membiarkan apapun terjadi padaNoonakeras kepalamu itu." Ethan mencoba menenangkan Hikaru yang gElisah karena mengetahui berita tentang Elisa dan Sean. "Tapi biasanya ramalanku selalu benar," lirih Hikaru. "Ramalanmu bisa diubah, Hikaru. Kan sudah kukatakan berkali-kali. Kepastian ramalanmu tergantung dari keputusan yang diambil sebelumnya. Dan karena Elisa menghubungiku sebelum masuk ke dalam gedung, setidaknya akan ada yang kejadian kecil yang berubah walau tidak besar," jelas Ethan tanpa melepaskan pandangannya dari jalan raya yang saat itu ramai. Bahkanstroboyang ia nyalakan tidak membantu terlalu banyak. ¤¤¤ Elisa menutup mulutnya erat-erat agar suaranya tidak keluar dalam persembunyiannya ketika melihat betapa mudahnya si laki-laki menghancurkan roh jahat yang merasuki Sean sebelumnya hanya menggunakan sebelah tangan. Untung ia tadi m
Dua hari berlalu sejak insiden di gedung sekolah yang tidak terpakai. Sean sudah sadar, tapi ia hanya mengingat sampai kejadian dimana ia melihat langsung keluarganya terbunuh. Setelahnya ia sama sekali tidak mengingat apapun. Dokter menganggap kehilangan ingatannya terjadi karenashock. Jessica Kang danteambelum menemukan pelaku pembunuhan yang terjadi di keluarga Yoon. Awalnya mereka mencurigai pria yang ditemukan di sekolah bersama Sean. Pria tuna wisma yang dirasuki roh jahat dan melukai Sean serta Elisa. Namun tidak ada bukti yang menandakan kalau pria tersebut berada di daerah lingkungan keluarga Sean. Jadi, pria itu akhirnya hanya bisa dituntut karena menculik Sean dan melakukan penyerangan pada Elisa dan Sean. Walaupun kenyataannya pria tuna wisma itu juga tidak melakukannya atas kemauannya, tetapi karena kerasukan roh jahat. Meskipun begitu, tidak ada yang bisa diperbuat oleh Ethan, Elisa, dan Hikaru. Dunia
—10 days after Yoon's family funeral —Seorang wanita paruh baya berbajuclassyberjalan anggun sambil menyeret sebuah koper besar di pelataran bandara. Ia baru saja keluar dari gerbang kedatangan internasional.Dengan angkuh ia mengangkat dagunya tinggi-tinggi, menatap sekitarnya. Mencari bawahannya yang seharusnya sudah menjemputnya.Di sisi lain, si bawahan yang bernama Nam Tobias berjalan tergesa-gesa memasuki kawasan bandara. Ia tadi terjebak macet setelah sebelumnya kesiangan.Dengan langkah panik, Tobias bergerak cepat walau beberapa kali menabrak orang dan menunduk-nunduk meminta maaf. Kemarahan atasannya — sishamanparuh baya yang suka mengoleksi barang-barang kuno — lebih menakutkan.Benar saja. Baru juga ia tiba di hadapan atasannya, wanita paruh baya itu melepas kaca mata hitamnya yang bertengger apik di batang hidungnya dan menatapnya sinis."Apa lagi
Malam itu, Kolea Hema macet total, hingga menyebabkan beberapa kecelakaan ringan. Hal itu terjadi akibat berita yang ditayangkan di layar TV plasma besar sebagaibreaking news. Seluruh stasiun TV berbondong-bondong berusaha memberitakan dan menayangkan apa yang terjadi. Tidak hanya orang-orang di jalanan yang terkejut, mereka yang menonton siaran langsungnya di rumah dan di ponsel pun terkejut. Jessica Kang mengetahuinya dan meradang. Wanita cantik itu bahkan memerintahkan anak buahnya untuk mengusir reporter yang masih berusaha masuk.
Tubuh Miss Lee ambruk begitu kutukan Elisa berhenti. Keadaan kantor kembali tenang, namun sisa-sisa keributan masih terlihat jelas. Karena keadaan kantor terlihat berantakan. Sedangkan Mr. Kim terkulai tidak sadarkan diri di atas karpet.Malam itu, Mr. Kim dilarikan ke rumah sakit bersama dengan Miss Lee. Sedangkan di sisi lain, tepatnya di hall tempat festival tahunan diadakan, keheningan mencekam mewarnai keadaan saat itu. Bagaikan terhipnotis, aparat yang berada di dalam hall hanya bisa memandangi tubuh Saera yang tergeletak tak bernyawa.Namun suara sirine ambulance yang baru bisa memasuki daerah hall memecah keheningan. Bagaikan gerak lambat, semua tersadar dan mulai bekerja. Team forensik dibantu dengan aparat polisi mulai sibuk mengumpulkan bukti, mendokumentasikan keadaan, dan melindungi TKP dari orang yang tidak berkepentingan.Team medis juga sibuk mengobati orang-orang yang tidak sengaja terluka ak
— Seven years ago —Elisa, Ethan, dan Hikaru yang berhasil kabur melalui pintu belakang rumah milik keluarga Cha, berhenti sejenak di sebuah bukit kecil yang berada di balik rumah besar keluarga Cha.Dari ketinggian bukit dan sinar mentari pagi yang mulai menyelimuti bumi, ketiga anak yang baru saja menjadi yatim piatu itu bisa melihat dengan jelas bagaimana api melalap rumah besar peninggalan keluarga Cha.Kebakaran itu begitu hebat hingga bertahan beberapa jam. Namun bukan api yang menjadi fokus tatapan mereka. Disana — di jalan selebar satu buah mobil yang merupakan satu-satunya akses jalan menuju keluarga Cha — tidak jauh dari pekarangan keluarga Cha terparkir sebuah mobil mewah berwarna hitam.Di depan mobil tersebut, berdirilah seorang wanita bergaun merah darah dengan topi lebar dan berkaca mata hitam, menatap ke arah rumah keluarga Cha yang sedang terbakar.Cahaya dari api yang melahap rumah Cha mena
Miss Lee sudah hampir tiba di belokan menuju lorong tempat pintu belakang berada saat Mr. Ha menyapanya, sehingga menghentikan langkah kakinya."Kau sedang apa, Miss Lee? Apartemenku ada di sebelah sini," ujar Mr. Ha. Perbuatannya tanpa sadar telah menyelamatkan Elisa dan Hikaru yang masih menahan napasnya saking takut ketahuan.Meski awalnya tidak ingin mempedulikan ajakan Mr. Ha, Miss Lee akhirnya memilih mengikuti asisen Mr. Kim dan melangkah menjauhi kedua orang yang masih panas dingin karena ketakutan. Sedangkan Tobias tentu saja mengekori atasannya tanpa tanya."Apa mereka sudah pergi?" tanya Elisa menatap Hikaru yang terduduk di sebelahnya."Entahlah, aku tidak merasakan ada aura aneh apapun di dekat sini. Tapi bisa saja wanita itu menyembunyikannya."Takut-takut, Elisa memberanikan diri secara perlahan mengintip keadaanlobby. Setelah memastikan keadaan aman, Elisa lantas menarik tangan Hikaru untuk berdiri dan berlari keluar
Jane memandang dua orang di hadapannya dari pinggir cangkirnya. Ethan dan Elisa, dua orang keponakan angkat sepupunya. Si pemuda masih mengenakan pakaian dinasnya, sedangkan Elisa hanya berbalut jeans danT shirtberwarna putih dengan gambar kartun.Saat ini, ketiganya berada di ruang rapat kantor kejaksaan. Pintu masuk pun sudah Jane kunci dan sebelumnya juga sudah memastikan kalau tidak ada alat rekaman atau semacamnya yang dapat mencuri dengar pembicaraan mereka."Apa kalian tegang?" tanya Jane, menyatukan jemarinya di atas meja besar yang memisahkannya dengan Ethan dan Elisa.Si perempuan menggeleng tidak peduli sedangkan yang laki-laki hanya diam, menatap datar atas pertanyaan Jane yang terlalu berbasa-basi."Apa sepupuku sudah mengatakan alasan mengapa aku ingin bertemu?""Unnie! Bisakah kau berhenti berbasa-basi? Hikaru sebentar lagi pulang dan aku belum memasak makan siang. Lagipula hari ini aku adashif